2-2
Sebelum kita membahas tentang batas akhir, ada baiknya kita membahas tentang permulaan secara global sehingga kita dapat mengetahui bagaimana Allah s.w.t. menampakkan bukti-bukti kepada manusia agar mereka beriman, juga tentang bagaimana Allah menyamakan antarmanusia dalam menampakkan bukti-bukti yang dapat dipahami setiap manusia dan tidak hanya bagi mereka yang diberi kelebihan dalam ilmu pengetahuan.
Allah s.w.t. telah menciptakan Ādam dari unsur-unsur bumi, dan penelitian ilmiah akhir-akhir ini menyatakan bahwa tubuh manusia terdiri dari delapan belas unsur, yang unsur-unsur tersebut sama dengan yang ada di bumi. Dengan demikian kita mengetahui, ilmu pengetahuan sekarang telah banyak mencapai apa-apa yang telah dipaparkan oleh al-Qur’ān sejak empat belas abad yang silam.
Setelah Allah menciptakan Adam dengan Tangan-Nya, Dia meniupkan ruh yang memompa kehidupan di dalam jasadnya, kemudian Allah menciptakan Hawwa’ dari tulang rusuknya. Itu berarti bahwa manusia terdiri dari ruh dan jasad. Jasad lahir manusia dibiarkan Allah untuk diteliti oleh manusia sampai berabad-abad sejauh ilmu yang mereka miliki. Akan tetapi Allah telah menciptakan ruh sebagai sesuatu yang menjadi rahasia-Nya. Allah telah menyatakan bahwa ruh tidak dapat diketahui dengan pasti oleh manusia, dan bahwasanya manusia tidak akan sampai kepadanya. Dan ternyata setiap penelitian tentang ruh berakhir dengan kegagalan. Karena ruh itu telah dirahasiakan Allah, maka manusia tidak akan pernah mencapainya (mengetahuinya dengan pasti), karenanya ruh tidak dapat dimasukkan ke dalam daftar penelitian ilmiah. Tidaklah mungkin manusia membawa ruh dan memasukkannya ke dalam laboratorium untuk diteliti dan dilakukan eksperimen untuk mengetahuinya.
Namun manusia masih terus mencoba dan terus melakukan penelitian untuk mengetahui ruh walau hanya sedikit. Seorang ilmuan Swiss pernah melakukan suatu penelitian tentang ruh manusia, dengan menggunakan alat timbangan yang dapat menimbang benda yang sangat ringan. Ia duduk di samping seseorang yang hampir tiba ajalnya. Apa yang didapatinya dari eksperimen tersebut? Ternyata ketika orang yang hampir meninggal itu telah melepaskan nyawanya, tercantum pada alat timbangannya beban yang sangat ringan sekali. Setelah eksperimen itu ilmuwan itu mengatakan: “Sebenarnya ruh mempunyai berat yang sangat ringan sekali.” Beratnya ruh tidak lebih dari seperseratus gram. Ilmuwan Swiss itu menyatakan bahwa dengan demikian ruh itu mempunyai bobot yang sangat ringan, maka ruh merupakan materi yang bobotnya sangat sekali ringan sekali.
Ada beberapa ilmuwan yang menyangkal keberadaan ruh dan mengatakan bahwa ruh sebenarnya hanyalah merupakan “waktu” atau “tabiat”. Ada juga yang mengatakan bahwa ruh adalah sesuatu yang dapat memberi “kehidupan” bagi jasad. Firman Allah dalam al-Qur’ān tentang ruh:
وَ يَسْأَلُوْنَكَ عَنِ الرُّوْحِ قُلِ الرُّوْحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّيْ وَ مَا أُوْتِيْتُمْ مِّنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيْلًا
Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. al-Isrā’: 85).
Harus kita ketahui bahwa ada ruh, ada jasad dan ada jiwa. Jiwa adalah perpaduan antara ruh dengan jasad lahir atau kesatuan ruh dengan jasad. Tugas yang dibebankan Allah tidak diberikan kepada ruh saja dan tidak akan dibebankan kepada jasad yang sudah tidak mempunyai ruh, tetapi diberikan (diberlakukan) ketika bersatunya ruh dengan jasad, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
وَ نَفْسٍ وَ مَا سَوَّاهَا. فَأَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَ تَقْوَاهَا. قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا. وَ قَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. asy-Syams: 7-10).
Demikianlah kita pahami bahwa tugas dari Allah itu diberikan saat bersatunya ruh dengan jasad, sama juga halnya dengan kenikmatan dan adzab di akhirat nanti adalah untuk jiwa. Karena itu, Allah membangkitkan jasad kembali dan mengembalikan ruh masuk ke dalam jasad sehingga siap untuk dihisab. Dan karena itu pula yang kita dapati di dalam al-Qur’ān, bahwa ayat-ayat tidak hanya menyebutkan ruh saja atau jasad saja, tetapi yang disebutkannya adalah “jiwa”, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَ هُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ
Kemudian tiap-tiap jiwa akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) yang setimpal, sedang mereka tidak dianiaya. (QS. Alī ‘Imrān: 161)
Ayat lain menyebutkan:
وَ جَاءَتْ كُلُّ نَفْسٍ مَّعَهَا سَائِقٌ وَ شَهِيْدٌ
Dan datanglah tiap-tiap jiwa bersama dengan seorang malaikat, pengiring dan seorang malaikat penyaksi. (QS. Qāf: 21).
Ayat lainnya menyebutkan:
وَ اتَّقُوْا يَوْمًا لَّا تَجْزِيْ نَفْسٌ عَنْ نَّفْسٍ شَيْئًا
Dan jagalah dirimu dari (adzab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain. (QS al-Baqarah: 48).
Itulah ayat yang menerangkan bahwa tugas hanya dibebankan kepada jiwa (nafs), demikian juga adzab dan nikmat di akhirat, yang berarti bahwa jiwa adalah perpaduan antara ruh dengan jasad.