Kitab Zakat – Fikih Empat Madzhab

Fikih Empat Madzhab
(Maliki, Hanafi, Hanbali, Syafi‘i)
(Judul: Ijmā‘-ul-A’immat-il-Arba‘ati waikhtilāfihim).
Oleh: Al-Wazir Yahya bin Muhammad bin Hubairah

Penerjemah: Ali Mh.
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Rangkaian Pos: 004 Kitab Zakat - Fikih Empat Madzhab

KITĀB ZAKAT (7101)

 

  1. Keempat imam madzhab (Mālik, Abū Ḥanīfah, Aḥmad bin Ḥanbal, dan asy-Syāfi‘ī) sepakat bahwa zakat merupakan salah satu rukun Islam dan salah satu kewajiban yang ditetapkan olehnya. (7112).

Allah s.w.t. berfirman:

وَ أَقِيْمُوا الصَّلَاةَ وَ آتُوا الزَّكَاةَ

Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” (Qs. al-Baqarah [2]: 110).

Allah s.w.t. juga berfirman:

وَ مَا أُمِرُوْا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاءَ وَ يُقِيْمُوا الصَّلَاةَ وَ يُؤْتُوا الزَّكَاةَ.

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat.” (Qs. al-Bayyinah [98]: 5).

Al-Qutaibī (7123) berkata: “Arti asal zakat adalah tumbuh dan bertambah. Dinamakan demikian karena ia menumbuhkan harta dan mengembangkannya. Dikatakan: Zakā az-Zar‘u artinya adalah tanaman semakin banyak. Begitu pula kata Zakāt an-Nafaqah artinya adalah ia semakin diberkahi (semakin bertambah). Contoh lainnya adalah firman Allah s.w.t.: (أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً.) “Mengapa engkau membunuh jiwa yang bersih.” (Qs. al-Kahfi [18]: 74). Maksudnya adalah berkembang.”

 

  1. Mereka sepakat bahwa zakat wajib pada empat jenis:

(a). Binatang ternak;

(b). Harga-harga yang sejenis (emas dan perak);

(c). Barang dagangang; dan

(d). Barang takaran yang disimpan, baik berupa buah-buahan maupun tanaman dengan sifat-sifat khusus. (7134).

Kita akan mulai membahas zakat yang dipungut dari setiap jenisnya, kemudian barang-barang yang masih diperselisihkan tentang kewajiban zakatnya, dan kemudian barang-barang yang tidak ada zakatnya.

Catatan:

  1. 710). Arti zakat secara bahasa adalah tumbuh dan bertambah. Sedangkan secara syariat adalah hak yang wajib pada harta. Lih. al-Mughnī (2/433).
  2. 711). Lih. al-Majmū‘ (5/297), al-Mughnī (2/433), dan al-Muhallā (5/201).
  3. 712). Lih. al-Mughnī (2/433), al-Mishbāḥ-ul-Munīr (1153), dan Mukhtar-ush-Shiḥāḥ (151).
  4. 713). Lih. asy-Syarḥ-ul-Kabīr (2/343), Raḥmat-ul-Ummah (73), Bidāyat-ul-Mujtahid (1/455), dan al-Istidzkār (2/125).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *