Nabi Sulaimān a.s. adalah putra Nabi Dāūd a.s.. Beliau mewarisi kerajaan ayahnya di kalangan bangsa Isrā’īl. Allah s.w.t. telah mengaruniakan beberapa mu‘jizat dan keistimewaan kepada Nabi Sulaimān a.s. Selain sebagai Nabi dan Rasūl Allah, dan raja di kalangan ummatnya. Nabi Sulaimān a.s. memiliki keistimewaan lain:
Allah s.w.t. telah berfirman tentang Nabi Sulaimān a.s.:
وَ وَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاودَ وَ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ عُلِّمْنَا مَنْطِقَ الطَّيْرِ وَ أُوْتِيْنَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِنَّ هذَا لَهُوَ الْفَضْلُ الْمُبِيْنُ. وَ حُشِرَ لِسُلَيْمَانَ جُنُوْدُهُ مِنَ الْجِنِّ وَ الْإِنْسِ وَ الطَّيْرِ فَهُمْ يُوْزَعُوْنَ
Artinya:
“Dan Sulaimān telah mewarisi Dāūd, dan dia berkata: “Hai manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu kurnia yang nyata.” Dan dihimpunkan untuk Sulaimān tentaranya dari jin, manusia dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan).” (QS. an-Naml: 16-17).
Pada suatu ketika, Nabi Sulaimān beserta tentaranya akan melewati suatu tempat yang dihuni oleh sekelompok bangsa semut. Maka berkatalah raja semut kepada rakyatnya: “Wahai rakyatku, menyingkirlah dan masuklah kalian ke dalam lubang, karena Nabi Sulaimān dan tentaranya sebentar lagi akan melewati bumi ini.” Tentang ini, Allah s.w.t. terlah berfirman di dalam al-Qur’ān:
حَتَّى إِذَا أَتَوْا عَلَى وَادِي النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَا أَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوْا مَسَاكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَ جُنُوْدُهُ وَ هُمْ لَا يَشْعُرُوْنَ. فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّنْ قَوْلِهَا وَ قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِيْ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْ أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَ عَلَى وَالِدَيَّ وَ أَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَ أَدْخِلْنِيْ بِرَحْمَتِكَ فِيْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ
Artinya:
“Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut. “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaimān dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” maka dia tersenyum dan tertawa karena(mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdo’a: “Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal shāliḥ yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hambaMu yang shāliḥ.” (QS. an-Naml: 18-19)
Ketika Nabi Sulaimān a.s. sedang mengatur tentaranya yang terdiri dari manusia, jin, dan binatang, beliau mendapati salah satu anggota tentaranya dari bangsa burung tidak ada dalam barisan. Burung itu bernama Hud-hud. Maka bertanyalah Nabi Sulaimān a.s.: “Kemanakah gerangan Hud-hud?” Tiba-tiba, tak lama setelah itu, datanglah Hud-hud dengan penuh hormat menghadap Nabi Sulaimān a.s. seraya melaporkan sebab-sebab keterlambatannya. Burung itu memberitakan tentang negeri Saba’ yang diperintah oleh seorang ratu yang kaya raya, tetapi dia beserta rakyatnya menyembah matahari. Di dalam al-Qur’ān, Allah s.w.t. menceritakan hal ini dengan firman-Nya:
إِنِّيْ وَجَدْتُّ امْرَأَةً تَمْلِكُهُمْ وَ أُوْتِيَتْ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ وَ لَهَا عَرْشٌ عَظِيْمٌ. وَجَدْتُّهَا وَ قَوْمَهَا يَسْجُدُوْنَ لِلشَّمْسِ مِنْ دُوْنِ اللهِ وَ زَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيْلِ فَهُمْ لَا يَهْتَدُوْنَ
Artinya:
“Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata: “Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba’ suatu berita penting yang diyakini. Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk.” (QS. an-Naml: 22-24).
Mendengar kabar itu, Nabi Sulaimān a.s. segera menulis sepucuk surat kepada ratu negeri Saba’ itu, Balqis namanya. Isi surat itu adalah seruan dan ajakan Nabi Sulaimān kepada ratu Balqis agar ia beserta seluruh rakyatnya menyembah hanya kepada Allah s.w.t., Tuhan yang telah menciptakan alam dan seluruh isinya. Surat itu kemudian dibawa Hud-hud ke negeri Saba’ untuk diserahkan kepada Ratu Balqis. Menerima surat itu, ratu Balqis amat terkejut. Kemudian ia segera membuka dan membaca surat tersebut. Setelah ia memaklumi isinya, maka bermusyawarahlah ia bersama pembesar negeri. Sebagian pembesar negeri menghendaki agar surat ajakan itu ditolak saja dan menghadapi tentara Nabi Sulaimān a.s. jika ternyata mereka diperangi. Sedangkan sebagian pembesar negeri yang lain menyarankan agar ratu Balqis menerima saja ajakan Nabi Sulaimān, agar negeri Saba’ selamat dari kehancuran akibat serangan tentara Sulaimān kelak. Maka terjadilah perdebatan yang cukup sengit di antara kedua pendapat itu. Sehingga ratu Balqis kemudian memutuskan suatu rencana untuk menundukkan Nabi Sulaimān. Ia mengutus beberapa orang untuk menghadap Nabi Sulaimān a.s. dan menyerahkan sepucuk surat serta berbagai hadiah mewah yang amat besar nilainya. Hadiah-hadiah itu dimaksudkan untuk meluluhkan hati Nabi Sulaimān a.s. sehingga beliau mengurungkan niatnya untuk memerangi negeri Saba’.
Tetapi yang terjadi ternyata di luar dugaan ratu Balqis. Nabi Sulaimān a.s. dengan tegas menolak pemberian itu, bahkan memberikan surat balasan kepada ratu Balqis yang isinya ancaman, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’ān:
فَلَمَّا جَاءَ سُلَيْمَانَ قَالَ أَتُمِدُّوْنَنِ بِمَالٍ فَمَا آتَانِيَ اللهُ خَيْرٌ مِّمَّا آتَاكُمْ بَلْ أَنْتُمْ بِهَدِيَّتِكُمْ تَفْرَحُوْنَ. ارْجِعْ إِلَيْهِمْ فَلَنَأْتِيَنَّهُمْ بِجُنُوْدٍ لَّا قِبَلَ لَهُمْ بِهَا وَ لَنُخْرِجَنَّهُمْ مِّنْهَا أَذِلَّةً وَ هُمْ صَاغِرُوْنَ
Artinya:
“Maka tatkala utusan itu sampai kepada Sulaimān, Sulaimān berkata: “Apakah (patut) kamu menolong aku dengan harta? maka apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan-Nya kepadamu; tetapi kamu merasa bangga dengan hadiahmu. Kembalilah kepada mereka sungguh kami akan mendatangi mereka dengan bala tentara yang mereka tidak kuasa melawannya, dan kami pasti akan mengusir mereka dari negeri itu (Saba’) dengan terhina dan mereka menjadi (tawanan-tawanan) yang hina-dina.” (QS. an-Naml: 36-37).
Maka pulanglah para utusan ratu Balqis itu dengan membawa kembali hadiah-hadiahnya ke negeri Saba’. Setelah sampai di negerinya, mereka menceritakan semua yang mereka lihat dan dengar. Ratu Balqis amat takjub mendengar semua itu. Maka berkatalah ia: “Jika demikian, aku sendiri akan datang ke negeri Sulaimān. Akan aku saksikan sendiri bagaimana kebesaran kerajaannya.”
Rencana keberangkatan Ratu Balqis itu rupanya diketahui terlebih dahulu oleh Nabi Sulaimān a.s.. Maka diperintahkannya semua balatentaranya yang terdiri dari manusia, jinn, dan binatang agar memperindah istananya dan melengkapi dengan segala perabot yang indah-indah. Kemudian, sebagai kejutan, Nabi Sulaimān a.s. bermaksud memindahkan singgasana ratu Balqis yang megah itu dari negeri Saba’ ke istananya. Maka bertanyalah Sulaimān kepada kepada tentaranya: “Siapakah di antara kalian yang sanggup membawa singgasana Ratu Balqis kemari dengan cepat sebelum ia sampai di sini?” Salah satu dari bangsa jinn, ‘Ifrīt namanya, menjawab: “Aku sanggup membawanya sebelum engkau bangkit dari dudukmu.” Tetapi, tiba-tiba seorang alim dari Ahli Kitāb berkata: “Aku sanggup membawa sinnggasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Nabi Sulaimān menjawab: “Kalau begitu, lakukanlah!” Maka, ketika Nabi Sulaimān mengedipkan matanya, singgansana Ratu Balqis sudah ada di hadapannya.
Ketika Ratu Balqis tiba di istana Nabi Sulaimān, dengan sikap seolah-olah belum mengetahui, Nabi Sulaimān a.s. bertanya kepadanya seraya menunjukkan singgasananya: “Seperti inikah rupa singgasana Anda?” Ratu Balqis terkejut dan menjawab: “Ya, memang singgasanaku sama persis dengan ini.” Kemudian Ratu Balqis dipersilakan masuk ke dalam istana dan melihat-lihat keadaannya. Ia benar-benar kagum luar biasa atas kehebatan istana Nabi Sulaimān. Rasanya, belum pernah ia melihat istana seindah dan semegah itu, meskipun istananya sendiri sudah sedemikian hebat. Di dalam al-Qur’ān, Allah s.w.t. telah mengisahkan pengakuan Ratu Balqis akan kebesaran dan keagungan istana Nabi Sulaimān dengan firman-Nya:
قِيْلَ لَهَا ادْخُلِي الصَّرْحَ فَلَمَّا رَأَتْهُ حَسِبَتْهُ لُجَّةً وَ كَشَفَتْ عَنْ سَاقَيْهَا قَالَ إِنَّهُ صَرْحٌ مُّمَرَّدٌ مِّنْ قَوَارِيْرَ قَالَتْ رَبِّ إِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ وَ أَسْلَمْتُ مَعَ سُلَيْمَانَ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Artinya:
“Dikatakan kepadanya: “Masuklah ke dalam istana.” Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapnya kedua betisnya. Berkata Sulaimān: “Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca.” Berkata Balqis: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah zhalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaimān kepada Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. an-Naml: 44).
Melihat kebesaran istana Nabi Sulaimān a.s., Ratu Balqis menjadi sadar, bahwa kebesaran istananya di negeri Saba’ yang dikirannya tiada berbanding ternyata kecil jika dibandingkan dengan milik Nabi Sulaimān a.s.. Begitu pula segala sesuatu yang diberikan Allah s.w.t. kepada Nabi Sulaimān a.s. jauh melampaui apa-apa yang ia miliki. Tanpa ragu lagi, Ratu Balqis kemudian memeluk Islam. Dan ia akhirnya dikawini oleh Nabi Sulaimān a.s..
Kematian Nabi Sulaimān a.s. berbeda dengan manusia biasa. Allah s.w.t. agaknya menghendaki kematiannya dengan keajaiban. Nabi Sulaimān a.s. wafat dalam keadaan sedang duduk di kursi dengan memegang tongkatnya sambil seolah-olah mengawasi kesibukan jinn-jinn yang sedang bekerja keras. Di dalam al-Qur’ān, kematian Nabi Sulaimān a.s. itu diterangkan oleh Allah s.w.t. dengan firman-Nya:
فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَى مَوْتِهِ إِلَّا دَابَّةُ الْأَرْضِ تَأْكُلُ مِنْسَأَتُهُ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ الْجِنُّ أَنْ لَوْ كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ الْغَيْبَ مَا لَبِثُوْا فِي الْعَذَابِ الْمُهِيْنِ
Artinya:
“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jinn itu bahwa kalau sekirannya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.” (QS. Saba’: 14)
Nabi Sulaimān a.s. telah wafat sambil duduk di atas kursinya dan bersandar pada tongkatnya. Tiada yang mengetahui kenyataan itu selama waktu yang panjang. Ketika tongkatnya dimakan rayap dan lapuk, maka robohlah jenazah Nabi Sulaimān a.s. ke tanah. Saat itulah manusia, jinn dan yang lainnya mengetahui, bahwa yang mengawasi mereka selama ini adalah jenazah Nabi Sulaimān a.s. Ketika itu, pekerjaan membangun Bait-ul-Maqdis telah selesai.