Kisah Nabi Isma’il A.S. – Kisah 25 Nabi & Rasul

KISAH 25 NABI DAN RASŪL
Diserti Dalil-dalil al-Qur’ān
 
Penyusun: Mahfan, S.Pd.
Penerbit: SANDRO JAYA

8. KISAH NABI ISMĀ‘ĪL A.S.

 

Nabi Ismā‘īl a.s. adalah putra Nabi Ibrāhīm a.s. dari istri yang bernama Siti Ḥajar. Sebenarnya, Siti Ḥajar adalah seorang budak pemberian Raja Mesir, yang kemudian dipelihara Nabi Ibrāhīm a.s.. Setelah dewasa, Siti Ḥajar dikawini oleh Nabi Ibrāhīm a.s., karena istri Nabi Ibrāhīm yang terdahulu, Siti Sārah, belum juga membuahkan keturunan meskipun usianya telah tua. Dari perkawinan dengan Siti Ḥajar itulah Nabi Ibrāhīm a.s. akhirnya memperoleh seorang putra yang diberi nama Ismā‘īl, dan kemudian diangkat oleh Allah s.w.t. sebagai Nabi dan Rasūl-Nya.

Hijrah ke Makkah

Sebagaimana kebanyakan wanita, Siti Sārah merasa cemburu dengan kedatangan Siti Ḥajar di sisi suaminya. Meskipun tidak melarang Nabi Ibrāhīm kawin dengan Siti Ḥajar, tetapi ia meresa kurang senang setelah Siti Ḥajar melahirkan anak terlebih dahulu. Maka Nabi Ibrāhīm, Siti Ḥajar, dan Ismā‘īl yang masih bayi akhirnya berhijrah ke Makkah. Ketika itu Makkah masih merupakan padang pasir kosong, belum ada penghuninya. Maka berdo’alah Nabi Ibrāhīm a.s. sebagaimana yang tersebut di dalam al-Qur’ān:

رَّبَّنَا إِنِّيْ أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْ إِلَيْهِمْ وَ ارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ

Artinya:

Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullāh) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrāhīm: 37)

Menemukan Air Zamzam

Setelah menempatkan istri dan anaknya, Nabi Ibrāhīm a.s. kemudian meninggalkan mereka berdua dan kembali ke negeri Syām untuk menemui istrinya Siti Sārah, atas perintah Allah s.w.t.. di Makkah, di padang pasir yang tandus itu, Siti Ḥajar kebingungan sendiri mencari air untuk bayinya, Ismā‘īl yang terus menangis karena kehausan. Padahal, air susu sang ibu sudah kering. Maka berlarilah Siti Ḥajar kesana kemari tanpa arah tujuan, berkali-kali ia pulang pergi antara bukit Shafā dan Marwah, tetapi tidak didapatinya setetes air pun.

Tiba-tiba, Siti Ḥajar mendengar suara yang menunjuki suatu tempat, dan memerintahkan agar bayi itu diletakkan di situ. Maka diletakkanlah bayi Ismā‘īl di tempat sesuai perintah yang ia dengar. Dengan idzin Allah s.w.t., dari kaki bayi Ismā‘īl yang merentak-rentak itu tiba-tiba muncul mata air dari dalam pasir dengan derasnya. Segera Siti Ḥajar minum sepuasnya dari sana. Maka air susunya pun keluar lagi, dan Ismā‘īl dapat menetek darinya.

Mata air itu makin lama makin melimpah. Dan Jibrīl berkata kepada air itu: Zamzam” (berkumpullah!). Maka, dengan idzin Allah, mata air itu mengumpul. Sejak itu, hingga saat ini, mata air itu tidak berhenti mengeluarkan air, dan dinamakan air Zamzam. Peristiwa berlari-larinya Siti Ḥajar antara bukit Shafā dan Marwah akhirnya dijadikan salah satu rukun haji, yang dinamakan Sa‘i. Para Muslim yang melaksanakan ibadah Haji diwajibkan berlari-lari kecil sebanyak tujuh kali antara kedua tempat itu.

Pada suatu hari, tak lama setelah itu, datanglah suatu rombongan (kafilah) ‘Arab dari suku Jurhum yang kebetulan sedang kehausan dan mencari-cari air. Sampai di kota Makkah, tiba-tiba mereka melihat burung-burung beterbangan di atas suatu bukit. Mereka menduga, pastilah ada air di tempat burung-burung itu, dan dugaan mereka tidak salah. Di tempat itu, mereka dapati Siti Ḥajar dan putranya Ismā‘īl, berada di tepi mata air yang jernih dan makmur. Maka orang-orang ‘Arab itu menemui Siti Ḥajar dan memohon idzin untuk mengambil air di tempat itu. Siti Ḥajar menyilahkan, dan minumlah seluruh anggota kafilah itu dengan puas.

Sementara itu, Nabi Ibrāhīm a.s. beberapa lama kemudian datang ke Makkah untuk menjenguk istri dan anaknya. Sesampainya di sana, terkejutlah beliau demi melihat mata air melimpah tetapi tenang di tempatnya. Di sekitarnya terdapat desa yang subur dan makmur. Beliau juga heran dan lega, karena istri dan anaknya ternyata hidup sehat. Siti Ḥajar menceritakan semua kejadian yang dialaminya kepada suaminya. Mendengar itu, Nabi Ibrāhīm a.s. kemudian memuji Kebesaran Allah s.w.t. yang telah mengabulkan do’anya terdahulu.

Nabi Ibrāhīm dan Nabi Ismā‘īl Membangun Baitullāh (Ka‘bah)

Setelah Ismā‘īl dewasa, ia membantu ayahnya, Nabi Ibrāhīm a.s. membangun Baitullāh (Ka‘bah) sebagai pusat penyembahan kepada Allah s.w.t.. Ka‘bah itu akhirnya menjadi qiblat orang-orang beriman setelahnya, termasuk kaum muslim sekarang. Di dalam ibadah haji, kita pun diperintahkan untuk Thawāf, mengelilinngi Ka‘bah sebanyak tujuh kali. Di dalam al-Qur’ān, Allah s.w.t. menerangkan hal ini dengan firmann-Nya:

وَ إِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيْمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَ إِسْمَاعِيْلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. رَبَّنَا وَ اجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَ مِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ وَ أَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَ تُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ. رَبَّنَا وَ ابْعَثْ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْ عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَ يُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَ الْحِكْمَةَ وَ يُزَكِّيْهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

Artinya:

Dan (ingatlah), ketika Ibrāhīm meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullāh bersama Ismā‘īl (seraya berdo’a): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkau Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak-cucu kami ummat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasūl dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau dan mengajarkan kepada mereka al-Kitāb (al-Qur’ān) dan al-Ḥikmah (as-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Baqarah: 127-129)

Ujian Berat Bagi Ibrāhīm dan Ismā‘īl

Nabi Ibrāhīm a.s. suatu ketika bermimpi bahwa ia menyembelih anaknya, Nabi Ismā‘īl a.s.. Semula ia hanya mengira bahwa itu adalah mimpi biasa. Namun karena mimpi itu terjadi selama tiga kali berturut-turut, yakinlah ia bahwa itu adalah wahyu dan perintah dari Allah s.w.t..

Nabi Ibrāhīm a.s. mengutarakan mimpinya kepada Nabi Ismā‘īl. Nabi Ismā‘īl paham bahwa itu adalah perintah Allah yang harus segera dilaksanakan. Maka dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, keduanya melaksanakan perintah Allah tersebut. Di dalam al-Qur’ān Allah s.w.t. berfirman:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّيْ أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّيْ أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِيْ إِنْ شَاءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِيْنَ

Artinya:

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrāhīm, Ibrāhīm berkata: “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; In syā’ Allāh kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. ash-Shāffāt: 102)

Dikisahkan betapa Iblīs berusaha merintangi perintah Allah kepada Nabi Ibrāhīm. Iblīs berkali-kali membujuk Nabi Ibrāhīm agar tidak mau melaksanakan perintah Allah. Godaan Iblīs yang demikian dahsyat tak mampu meruntuhkan keimanan mereka.

Begitulah ketaatan Nabi Ismā‘īl a.s. kepada ayahnya dan terlebih kepada Allah s.w.t.. Sejak kecil beliau telah menunjukkan kesabaran dan keshalehan yang luar biasa, sehingga setelah dewasa Allah s.w.t. langsung mengangkatnya menjadi Rasūl-Nya.

Nabi Ismā‘īl dan Keturunannya

Nabi Ismā‘īl a.s. menikah dengan seorang wanita dari Bani Jurhum. Suatu ketika, ayahnya Nabi Ibrāhīm a.s. berkunjung ke rumah beliau. Kebetulan Nabi Ismā‘īl sedang tidak berada di rumah ketika itu; Nabi Ibrāhīm hanya ditemui oleh menantunya. Tetapi sebentar kemudian Nabi Ibrāhīm a.s. kembali pulang. Agaknya, sikap istri Nabi Ismā‘īl kurang berkenan di hati beliau. Maka beliau hanya menitipkan pesan untuk anaknya itu melalui menantunya: “Jika suamimu datang, katakan bahwa saya telah kemari, dan katakan puula bahwa saya tidak suka gerendel pintu rumah ini, dan sebaiknya segera ditukar.”

Tak lama setelah itu Ismā‘īl datang. Istrinya kemudian menceritakan segala yang terjadi, termasuk pesan dari Ibrāhīm a.s. untuk suaminya. Mendengar itu, dengan gusar Nabi Ismā‘īl a.s. berkata kepada istrinya: “Dialah ayahku. Oleh sebab itu, aku ceraikan kamu sekarang, karena ayahku tidak suka kepada orang yang berperangai rendah.” Kemudian Nabi Ismā‘īl kawin lagi dengan seorang wanita lain dari dari suku Jurhum pula. Kepada menantu barunya ini Nabi Ibrāhīm menyukainya.

Dari perkawinannya itu, Nabi Ismā‘īl a.s. dikaruniai keturunan yang banyak oleh Allah s.w.t.. Anak-anak Nabi Ismā‘īl akhirnya menjadi pemimpin kaumnya. Mereka dinamakan kaum ‘Arab Musta‘ribah.

Nabi Ismā‘īl a.s. meninggal dunia dalam usia 137 tahun, di negeri Palestina menurut riwayat lain di Makkah. Nabi Ibrāhīm dan Nabi Ismā‘īl a.s. meninggalkan pesan kepada anak-cucunya sebagai berikut: “Hai anak-cucuku, sesungguhnya Allah s.w.t. telah memilih Islam menjadi agamamu. Karena itu janganlah kamu mati kecuali tetap dalam Islam.”

Hikmah dari Kisah Nabi Ismā‘īl a.s.

  1. Nabi Ibrāhīm dan Nabi Ismā‘īl adalah dua orang hamba Allah pilihan yang sangat patuh dan tunduk kepada perintah Allah. Sampai-sampai ketika diminta untuk mengorbankan sesuatu yang sangat berharga (anak), keduanya melaksanakan dengan sabar dan ikhlas.
  2. Allah akan menolong hamba-hambaNya yang beriman dan berlaku sabar dalam melaksanakan perintah-Nya.
  3. Iblīs akan selalu menggoda dan menghalangi manusia dari berbuat ketaatan kepada Allah Berdo’a dan teguh hati adalah kunci supaya tidak tergoda dengan bisikan Iblīs.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *