WASPADAI JEBAKAN SETAN
KHUTBAH PERTAMA
الْحَمْدُ لِلَّهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِ الزَّمَانِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ الْمُنَزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِي كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ.
أَمَّا بَعْدُ: عِبَادَ الرَّحْمَنِ. فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْمَنَّانِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيمِ ﴿يَأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَةٌ وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوتِ الشَّيْطَنِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Puji syukur ke hadirat Allah Swt yang limpahan anugerah-Nya tak henti-hentinya tercurah kepada kita. Semoga shalawat dan salam senantiasa disampaikan kepada Baginda Nabi Muhammad saw beserta keluarganya dan para sahabatnya. Dan semoga kita semua diberi taufik oleh Allah Swt untuk senantiasa mengikuti sunnahnya dan meneladani jejak langkahnya.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Keberadaan seorang mukmin merupakan gangguan yang besar bagi setan. Seorang mukmin sejati yang taat pada ajaran agamanya dan berjuang mengajak orang lain untuk menyongsong hidayah merupakan bahaya besar bagi setan dalam segenap usahanya.
Namun, sedikit saja si mukmin lalai, setan akan segera mengambil kesempatan dan merasuk ke dalam kehidupannya meski dari sebuah lubang yang sempit, yaitu dosa kecil.
Itulah sebabnya, disebutkan dalam hadis, bahwa Nabi saw bersabda:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ! لَعَالِمٌ وَاحِدٌ أَشَدُّ عَلَى إِبْلِيسَ مِنْ أَلْفِ عَابِدٍ لِأَنَّ الْعَابِدَ لِنَفْسِهِ وَالْعَالِمَ لِغَيْرِهِ
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya. Keberadaan seorang alim merupakan ancaman yang lebih berbahaya bagi iblis ketimbang keberadaan seribu ahli ibadah. Karena, seorang ahli ibadah beribadah hanya untuk dirinya, sedangkan si alim memberikan manfaat bagi orang lain.” (HR Ibn Majah)
Penyebabnya sangat jelas. Seribu orang ahli ibadah yang tidak menguasai ilmu agama bukan pekerjaan berat bagi setan untuk memperdaya dan menyesatkannya. Selain itu, ancaman bahaya yang dirasakan setan terbatas hanya dari individunya, karena ibadahnya tidak memberikan pengaruh kepada orang lain.
Mukmin yang berilmu agama dan memahami segala seluk-beluknya akan menjadi pekerjaan yang teramat berat dan sulit bagi setan untuk memperdaya dan menyesatkannya. Itu yang pertama.
Selanjutnya, pekerjaan setan akan menjadi semakin berat karena pengaruh kekuatan mukmin yang alim itu berpotensi untuk terus meluas dan menjadi magnet bagi orang lain. Setan harus mengerahkan seluruh daya dan upayanya dalam menghadapi tantangan besar ini. Itulah keberadaan seorang mukmin yang berpegang teguh pada ajaran Ilahi.
Keterangan dalam berbagai literatur agama yang bersumber dari para nabi dan para pemimpin umat menuntut kita agar selalu waspada dan tidak pernah lalai. Mereka memerintahkan dengan tegas agar kita selalu menjaga kesadaran dan kesiagaan yang berkesinambungan.
Ja’far ash-Shadiq rahimahullah berkata:
وَإِنْ كَانَ الشَّيْطَانُ عَدُوًّا، فَالْغَفْلَةُ لِمَاذَا ؟
“Jika setan adalah musuh maka kenapa [kalian] lalai?”
Beberapa hal penting harus diperhatikan dalam mewaspadai jebakan setan. Ia menggoda seorang mukmin bukan melalui perbuatan yang jelas-jelas perbuatan dosa, seperti mencuri. Ia menyesatkan mukmin dari jalan ibadah bukan melalui kemaksiatan yang tampak, seperti meninggalkan shalat. Menggoda melalui kemaksiatan yang tampak akan segera disadari oleh pelakunya, meski tak sedikit juga yang terperdaya. Terlebih ketika godaan itu ditujukan kepada mukmin yang memegang teguh imannya.
Karena itu, setan akan mencari langkah yang sangat samar agar bisa menyelinap ke dalam diri seorang mukmin saat si mukmin itu lalai dan terlena. Kepada sahabatnya, Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah berpesan, “Setan-setan melakukan tipudaya, memecah-belah, menampakkan indah (kemaksiatan), dan menghembuskan rasa was-was dan khayalan pada setiap orang sesuai tingkat ketaatan dan kemaksiatannya. Menurut tingkatan itulah mereka berkuasa atasnya.”
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah.
Jika demikian, dengan cara apa setan menggoda?
Setan menggoda seorang mukmin melalui agamanya. Dirancangnya tipu-daya agar si mukmin membangga-banggakan kesalehannya. Dipasangnya jebakan sehingga tampak seolah-olah perbuatan itu adalah ibadah. Lalu, ketika si mukmin lalai dan kurang waspada, dalam sekejap saja ia akan terperosok ke dalam jebakan setan. Ia tidak akan mampu melepaskan diri darinya.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah juga berkata, “Jika kebaikan tak lagi tercampuri kebatilan maka akan tampak (kebaikan itu) bagi para pencari. Jika kebenaran terpisah dari kebatilan maka akan terputus lidah para penentang. Namun sayang, keduanya seringkali tercampur, dan di situlah setan menguasai pengikutnya. Hanya orang-orang yang telah Allah tetapkan kebaikan baginya yang akan selamat.”
Seperti itulah yang dilakukan setan dalam jiwa sebagian orang beriman. Ia jadikan mereka mengagungkan sebagian ajaran agama, tetapi pada saat yang sama, ia mengabaikan ajaran-ajaran lainnya. Ali Zainal Abidin rahimahullah berkata dalam munajatnya, “Jika bukan karena setan menggoda dan menjauhkan dari ketaatan pada-Mu, niscaya tak akan ada pelaku maksiat. Jika bukan karena perbuatan setan yang menampakkan kebatilan seolah-olah kebenaran, niscaya tak akan ada orang yang tersesat dari jalan-Mu.”
Maka, jangan sampai atas nama jihad, keluarga ditelantarkan; atas nama amar ma’ruf nahi munkar, saudara seiman disakiti; atas nama syiar agama, ketenangan saudara seagama terampas; atas nama memakmurkan masjid, tugas-tugas sosial ditinggalkan.
Pendek kata, beragama itu harus selaras; ditunaikannya satu kewajiban tidak lantas mengabaikan dan bahkan melanggar kewajiban yang lain. Jangan sampai ada celah bagi setan untuk melancarkan tipu dayanya pada kita.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِينَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَشْهَدُ أَن لَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِي لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا . اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ.
اللَّهُمَّ ادْفَعُ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالوَبَاءَ وَالقُرُوْنَ وَالزَّلَازِلَ وَالمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتَنِ وَالِمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا خَاصَّةً وَسَائِرِ البُلْدَانِ الْمُسْلِمِينَ عَامَّةً يَا رَبَّ العَالَمِينَ.
اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتَّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَلَمِينَ.
عِبَادَ اللَّهِ ، إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. وَاذْكُرُوا اللهَ العَظِيمَ يَذْكُرُكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَر.