Kasb (741)
Syaikh Ibrāhīm al-Laqqānī berkata:
وَ عِنْدَنَا لِلْعَبْدِ كَسْبٌ كُلِّفَا | وَ لَمْ يَكُنْ مُؤَثِّرًا فَلْتَعْرِفَا. |
“Dan menurut kami (Ahl-us-Sunnah) hamba itu mempunyai kasab yang (dengannya) dia terkena taklif dan tidaklah (kasab itu) sebagai yang memberi bekas maka hendaklah engkau mengetahui.”
Kata (كَسْبٌ) berkedudukan menjadi mubtada’, sedangkan lafazh (عِنْدَنَا) menjadi khabar.
Adapun makna dari bait ini adalah: “Menurut kami, ‘ulamā’ Ahl-us-Sunnah wal-Jamā‘ah, semua makhluk memiliki kasb yang dituntut oleh Allah s.w.t., tetapi kasb tersebut tidak bisa memberi efek atau pengaruh pada apapun, maka ketahuilah batasan ini.”
Penjelasan
Dalam masalah kasb (752) ini, terdapat tiga madzhab:
- Madzhab Ahl-us-Sunnah wal-Jamā‘ah.
Madzhab ini berpendapat bahwa semua makhluk tidak bisa menciptakan apapun, hanya kasb pada perbuatan yang bersifat ikhtiyārī (pilihan), bukan majbūr (terpaksa) dan tidak bisa memberi efek apapun. Artinya, kasb adalah ta‘alluq-nya sifat qudrah dan irādah seorang hamba pada sesuatu bersamaan dengan sifat qudrah dan irādah yang qadīm, seorang hamba hanya menjadi pengguna zhahirnya qudrah yang qadīm, tidak bisa memberi efek apa-apa.
- Madzhab Jabbāriyyah
Madzhab ini berpendapat bahwa semua makhluk tidak memiliki kasb sama sekali, semua majbūr (terpaksa), tidak punya perbuatan yang bersifat ikhtiyārī sama sekali, seperti bulu yang terbang tertiup angin, semuanya Allah yang menciptakan, hamba tidak ikut ikhtiyār sama sekali.
- Madzhab Qadariyyah
Madzhab ini berpendapat bahwa semua makhluk memiliki perbuatan yang dia ciptakan sendiri dengan sifat qudrah yang telah diberikan oleh Allah kepadanya.
Madzhab Jabbāriyyah dan Qadariyyah ini sesat, adapun madzhab Ahl-us-Sunnah wal-Jamā‘ah itu penengah antara keduanya, seperti air susu yang keluar di antara kotoran hewan dan darah, sebagaimana perumpamaan Allah:
وَ إِنَّ لَكُمْ فِي الْأَنْعَامِ لَعِبْرَةً نُسْقِيْكُمْ مِمَّا فِيْ بُطُوْنِهِ مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ وَ دَمٍ لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِيْنَ.
“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi engkau. Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.” (QS. an-Naḥl [16]: 66).
Air susu tidak terpengaruh oleh tahi dan darah. Pahamilah masalah ini.
Setelah jelas bahwa semua makhluk memiliki kasb yang tidak bisa memberi pengaruh apapun, maka Syaikh Ibrāhīm al-Laqqānī melanjutkan pembahasan dengan menjelaskan arti kasb, beliau berkata:
فَلَيْسَ مَجْبُوْرًا وَ لَا اخْتِيَارَا | وَ لَيْسَ كُلًّا يَفْعَلُ اخْتِيَارَا. |
“Maka tidaklah hamba terpaksa dalam arti tidak mempunyai pilihan, dan bukanlah dia menciptakan tiap-tiap perbuatan yang bersifat ikhtiyārī.”
Ketika engkau telah mengetahui bahwa semua hamba memiliki kasb dalam setiap perbuatan yang bersifat ikhtiyārī, maka tidak ada pekerjaan seorang hamba yang majbūr (terpaksa), maksudnya tidak memiliki ikhtiyār sama sekali, walaupun begitu, seorang hamba juga tidak bisa menciptakan sendiri perbuatan yang bersifat ikhtiyārī.
Penjelasan
Lafazh (وَ لَا اخْتِيَارَا) merupakan ‘athaf, penjelasan lafazh (فَلَيْسَ مَجْبُوْرًا).
Seorang mukallaf wajib meyakini bahwa makhluk memiliki ikhtiyār dalam perbuatannya, bukan terpaksa (tidak memiliki ikhtiyār sama sekali).
Makhluk memiliki ikhtiyār, tapi dia tidak bisa menciptakan sendiri perbuatan yang bersifat ikhtiyārī, artinya tidak ada satu makhluk pun yang mampu menciptakan perbuatannya sendiri, perbuatannya merupakan ciptaan Allah s.w.t.
Bait ini menolak pendapat golongan Jabbāriyyah yang meyakini bahwa seorang hamba majbūr (terpaksa), seperti bulu yang berterbangan karena hembusan angin. Juga menolak paham golongan Qadariyyah yang meyakini bahwa seorang hamba bisa menciptakan perbuatannya sendiri. Kedua madzhab ini sesat.
Bait ini juga menolak pendapat madzhab Filsafat yang meyakini bahwa angkasa raya yang berisi planet dan bintang-bintang memiliki kekuatan yang bisa memengaruhi kondisi makhluk. Juga menolak pendapat madzhab Thabā‘ī yang meyakini bahwa watak bisa memberi efek secara tetap dan pasti. Seperti makan yang menyebabkan kenyang, air membuat segar, api yang bisa membakar, dan lain sebagainya. Orang yang meyakini hal tersebut dihukumi kafir. Namun, apabila meyakini bahwa makan dan minum tidak memberi efek karena wataknya, tapi karena Allah telah memberi kekuatan pada makanan dan minuman sehingga membuat kenyang dan segar maka ia termasuk orang fasiq dan ahli bid‘ah, sebagaimana penjelasan sebelumnya.