Jejak-Jejak Wali Allah | Pendahuluan | Beberapa Akhlak Sufi (1/5)

Jejak-Jejak Wali Allah - Melangkah Menuju Gerbang Kewalian Bersama Syekh Abu Hasan Al-Syadzili
Oleh: Muhammad Ibn Abi-Qasim Al-Humairi
Penerjemah : Saiful Rahman Barito (Mumtaz Arabia)
Penerbit : Erlangga

BEBERAPA AKHLAK SUFI

1. Ketulusan dalam Agama

Para sufi memandang bahwa Allah SWT itu Mahabaik dan tidak menerima amal kecuali yang baik-baik. Amal tidak akan baik di sisi Allah kecuali dengan ketulusan dalam agama. Ketulusan dalam agama tidak akan sempurna kecuali dengan memperbaiki batin. Batin tidak akan menjadi baik kecuali dengan memerangi nafsu, karena nafsu selalu memerintahkan (ammarah) kepada kejahatan, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an. Karena nafsu itu ammarah-dengan bentuk mubalaghah (ilmu bahasa Arab-ed.)-, memeranginya pun haruslah dengan sungguh-sungguh, tanpa senda gurau dan memandang remeh.

Dalam arahan mereka kepada kita, para sufi mengatakan bahwa Allah membedakan antara orang-orang yang tulus dan orang-orang yang tidak tulus di antara kaum Mukminin. Tentang orang-orang yang tulus, Allah berfirman, “Orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah.” (QS Al Ahzab: 23). Dan, tentang orang-orang yang tidak tulus, Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di si Allah bahua kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaff: 2-3)

Mereka mengatakan bahwa Allah SWT membagi kaum Mukminin ke dalam beberapa tingkatan sesuai dengan kadar keyakinan mereka. Allah SWT mengkhususkan karunia-Nya bagi para wali-Nya dan mengumumkan keadilan-Nya bagi seluruh makhluk-Nya.

Tentang pengkhususan karunia-Nya, Allah berfirman, “Agar Allah memberi pahala kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari karunia-Nya.” (QS. Ar-Rum:45)

Ini adalah maqam orang-orang yang didekatkan kepada Allah. Mereka masuk ke dalam dua hukum yang mereka tidak akan keluar dari keduanya. Yang paling tinggi di antara mereka masuk ke dalam karunia-Nya, dan yang paling rendah di antara mereka tidak akan keluar dan keadilan-Nya.

Para sufi juga mengatakan bahwa jauh dari Allah adalah hijab, dan orang yang dijauhkan berada dalam siksaan. Sementara dekat adalah nikmat, dan orang yang didekatkan akan selalu mendapat tambahan (nikmat). Allah membedakan antara orang-orang yang dijauhkan dan orang-orang yang didekatkan.

Tentang orang-orang yang dijauhkan, Allah berfirman, “Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka. Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka.” (QS. Al-Muthaffifin: 15-16)

Tentang orang-orang yang didekatkan, Allah berfirman, “Adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), maka dia memperoleh ketenteraman, rezeki, dan surga kenikmatan.” (QS. Al-Waqi’ah: 88-89). Ini adalah ketenteraman dengan kedekatan, rezeki dari Sang Kekasih, dan surga kenikmatan yang dekat dengan Sang Pemberi kenikmatan.

Orang yang diberi ketenteraman dengan kedekatan, dan bahagia dengan kehadiran hati berkata:

فروحي وريحاني إذا كنت حاضرا ، وإن غبْت فالدنيا على محابس

Hatiku tentram karena cinta-Mu. Jika cinta Mu tak ada, dunia adalah penjara

إذا لم أنافس في هواك ولم أعز . عليك ففيمن ليت شعري أنافس

Maka aku berlomba-lomba membalas cinta Mu. Jika cinta Mu tak ada, Duhai, untuk siapa lagi, aku berlomba

Syekh Ali Aql berkata:

إنى أحب إلـها لا شريك له ، وذاك روحي وريحاني وتبتيلى

Sungguh, aku mencintai Tuhan yang tiada sekutu bagi-Nya. Itulah ketenteramanku, kenikmatanku, dan ibadahku

ليلى نهارى أناديه ويسمعني ، وإذ ينادى فكي السمع يزهو لى

Siang malam aku menyeru Nya, Dia pasti mendengarku. Dan ketika Dia menyeruku, tentu aku pun berbunga-bunga

(bersambung)

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *