Jejak-Jejak Wali Allah | Bab IV | Pandangan Dan Wasiat Imam Syadzili | Kesempitan dan Kelapangan

Jejak-Jejak Wali Allah - Melangkah Menuju Gerbang Kewalian Bersama Syekh Abu Hasan Al-Syadzili
Oleh: Muhammad Ibn Abi-Qasim Al-Humairi
Penerjemah : Saiful Rahman Barito (Mumtaz Arabia)
Penerbit : Erlangga

G. Kesempitan dan Kelapangan

Jarang sekali hamba terlepas dari kedua perkara ini. Keduanya datang kepada kita silih berganti seperti pergantian siang dan malam. Sedang Allah al-Haqq menuntut kehambaan darimu. Karena itu, siapa yang ditimpa kesempitan, sebenarnya tidak terlepas dari dua hal; dia mengetahui sebab-sebabnya atau tidak mengetahuinya.

Sebab-sebab kesempitan itu ada tiga perkara: dosa yang kamu perbuat, perkara dunia yang hilang darimu atau kurang bagimu, atau orang zalim yang menyakiti dirimu, kehormatanmu, atau menisbatkanmu kepada selain agama, atau lainnya.

Jika kesempitan terjadi dari salah satu sebab-sebab ini, maka tuntutan kehambaan (ubúdıyah) adalah bahwa kamu seharusnya kembali kepada ilmu pengetahuan dengan mengamalkannya sebagaimana diperintahkan. Sementara itu, yang berkenaan dengan dosa adalah dengan tobat, kembali kepada-Nya dengan penyesalan, dan memohon dilepaskan. Adapun yang berkenaan dengan perkara dunia yang hilang atau kurang, maka dengan berserah pasrah, ridha, dan mengharap pahala. Sedangkan yang berkenaan dengan orang zalim yang mengganggumu, maka dengan kesabaran dan menanggung beban. Waspadalah jangan sampai kamu menzalimi dirimu sendiri sehingga terhimpun dua kezaliman padamu: kezaliman orang lain dan kezalimanmu terhadap dirimu sendiri. Apabila kamu melakukan apa yang mesti bagimu, yaitu sabar dan menanggung beban, niscaya Dia akan memberikan ganjaran lapang dada sehingga kamu bisa memaafkan. Dan, bisa jadi Dia berikan ganjaran dari cahaya keridhaan karena kamu mengasihi orang yang telah menzalimimu lantas kamu mendoakannya, lalu diperkenankanlah doamu padanya.

Betapa bagusnya hal-mu apabila denganmu Allah mengasihi orang yang menzalimimu. Itulah derajat golongan shiddiqin yang penuh kasih sayang. Dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang tawakal. Jika kesempitan muncul dan kamu tidak mengetahui sebabnya, maka waktu ada dua: malam dan siang. Kesempitan itu sangat serupa dengan malam, sedangkan kelapangan sangat serupa dengan siang. Dengan demikian, yang wajib bagimu adalah tenang. Dan ketenangan itu terhadap tiga perkara: perkataan, kehendak, dan gerak. Jika kamu melakukan itu, secepatnya malam akan pergi dengan terbitnya siangmu. Atau dengan kekuasaan dan bintang yang kamu berpetunjuk dengannya, atau bulan yang dinikmati sinarnya. Bintang adalah bintang ilmu, bulan adalah bulan tauhid, dan matahari adalah matahari makrifat.

Jika kamu bergerak dalam kegelapan malam, ucapkanlah apa yang kamu bisa selamat dengannya dari kebinasaan serta camkanlah firman Allah SWT, “Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.” (QS. Al- Qashash [28]: 73) Maka, inilah hukum kehambaan dalam kesempitan secara menyeluruh.

Adapun orang yang mengalami kelapangan, maka tidak terlepas dari dua hal: dia mengetahui sebab atau tidak mengetahuinya. Dan sebab-sebabnya ada tiga:

1. Karena giat dalam ketaatan, atau karena anugerah dari Yang dipatuhi seperti ilmu dan makrifat.

2. Kelebihan dalam perkara dunia dengan usaha, karamah, pemberian, atau hubungan.

3. Dengan pujian dan sanjungan dari manusia, mereka memandang-mu, meminta doa darimu, dan mencium tanganmu.

Jika kamu mendapatkan kelapangan dari sebab-sebab ini, maka kehambaan menuntut kamu melihat nikmat dan anugerah Allah terhadapmu. Hati-hatilah jangan sampai kamu menganggap semua itu dari dirimu sendiri. Bentengnya bahwa kamu senantiasa takut; takut dicabut dari kenikmatan yang sudah Dia berikan sehingga kamu dimurkai. Ini dari segi ketaatan dan anugerah dari Allah SWT.

Adapun kelebihan dalam perkara dunia, maka itu adalah nikmat juga seperti yang pertama, dan takutlah terhadap penyakit-penyakitnya yang tersembunyi. Sedangkan pujian dan sanjungan manusia terhadapmu, maka sifat kehambaan menuntut syukur terhadap nikmat dengan apa yang Dia tutupi untukmu. Dan, takutlah terhadap munculnya apa yang tersembunyi padamu sekecil apa pun sehingga orang paling dekat akan “membunuhmu”.

Inilah etika kesempitan dan kelapangan dalam kehambaan seluruhnya. Dan hanya dengan Allah kita memohon taufik

Sedangkan kelapangan yang tidak kamu ketahui sebabnya, maka hak kehambaan padanya adalah meninggalkan:

permintaan;

penunjukkan (jasa);

menguasai orang lain; laki-laki maupun wanita. Kecuali berkata: “Selamatkan, selamatkan,” hingga mati. Ini jika kamu memahami. Wassalam.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *