Jangan Terpedaya, Sebab Kematian Bisa Datang Tiba-tiba – Rahasia Allah Di Balik Hakikat Alam Semesta

Rahasia
اللهُ
Di Balik Hakikat Alam Semesta

Diterjemahkan dari: Nihāyat-ul-‘Alam
Karya DR. M. Mutawalli asy-Sya‘rawi

Penerjemah: Amir Hamzah Fachrudin
Penerbit: PUSTAKA HIDAYAH

2-5

Jangan Terpedaya, Sebab Kematian Bisa Datang Tiba-tiba.

 

Allah telah menentukan bahwa kematian bisa datang tanpa sebab yang pasti. Kematian bisa saja datang secara tiba-tiba pada setiap saat. Maka bukan berarti seseorang yang sedang dalam kondisi sehat dan fisik yang fit dapat hidup lebih lama lagi, dan tidak mesti manusia yang masih muda akan menemui kehidupan yang masih panjang. Kematian tidak membedakan antara yang muda dan yang sudah tua, atau antara yang sehat dengan yang sakit. Tidak sedikit manusia yang sehat dengan kondisi fisik yang fit tiba-tiba mati, atau seorang yang masih muda atau bahkan masih kecil tiba-tiba mati, bahkan tidak sedikit pula mereka yang menderita sakit dan orang-orang yang sudah cukup tua umurnya masih terus hidup sampai bertahun-tahun.

Itu semua karena sesungguhnya Allah s.w.t. mencintai kita semua; Allah tidak menghendaki kita terpedaya oleh kehidupan, Allah tidak menghendaki kita mempunyai anggapan bahwa kehidupan ini akan kekal. Seharusnya kita bersiap-siap menyambut datangnya batas akhir setiap saat; seharusnya kita bersegera melaksanakan kebajikan-kebajikan dan menjauhi kemaksiatan, karena kita tidak pernah tahu kapan kita akan mati, pada umur lima puluhkah, atau pada umur enam puluh; sekarang, besok, atau kapan kita tidak tahu dengan pasti. Seandainya ada seseorang yang tahu kapan ia akan meninggal, umpamanya saja ia tahu bahwa dirinya akan meninggal ketika berusia lima puluh atau enam puluh tahun, sangat mungkin selama masih mudanya ia banyak berbuat maksiat, lalu saat menjelang umur tersebut barulah ia bertobat, ia bertobat lalu mengerjakan berbagai kebajikan.

Andaikan saja perumpamaan tadi betul-betul terjadi di dunia ini, tentu dunia ini akan dipenuhi oleh berbagai kemaksiatan dan akan sedikit sekali kebaikannya. Tetapi jika kita meyakini bahwa kematian bisa datang kapan saja, tidak membedakan umur atau kondisi manusia, tentu kita akan bersegera melakukan kebajikan-kebajikan. Allah telah menyebutkan tentang orang-orang saleh, yang kelak akan menempati kedudukan yang tinggi. Disebutkan dalam al-Qur’ān:

إِنَّهُمْ كَانُوْا يُسَارِعُوْنَ فِي الْخَيْرَاتِ وَ يَدْعُوْنَنَا رَغَبًا وَ رَهَبًا

Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. (QS. al-Anbiyā’: 90)

Bersegera melakukan perbuatan-perbuatan baik sangat dituntut, sebab manusia tidak dapat dijamin bahwa besok harinya masih dapat hidup. Inilah salah satu hikmah dirahasiakannya kematian, agar kita bersegera kembali kepada manhaj Allah sebelum kematian menjemput kita yang bisa datang setiap saat, setiap siang dan setiap malam.

Jika kita meringkaskan bahasan pada bab ini, dapat kita simpulkan bahwa sesungguhnya alam ini diciptakan untuk manusia, alam ini ditundukkan untuk manusia oleh kekuasaan Allah Yang Maha Kuasa dan bukan oleh kekuasaan dan kekuatan manusia itu sendiri. Ilmu yang telah membuka dan menggapai penemuan-penemuan baru sebenarnya “baru mencapainya”, sebab semua yang dinyatakan sebagai penemuan baru itu telah berlaku sejak pertama kali diciptakannya alam ini, hanya saja sejak dahulu manusia belum mengetahui hakikat-hakikat tersebut. Sesungguhnya manusia tidak memiliki sesuatu pun di dunia ini, bahkan terhadap dirinya sendiri. Ruh yang masuk ke dalam jasad untuk menjadikannya hidup adalah urusan Allah, tidak ada seorang manusia pun yang dapat mengetahuinya. Manusia tidak dapat menguasai dan memiliki hidupnya dalam ciptaan ini, tetapi bagaimana bisa terjadi bahwa alam ini menguasai jiwa manusia?

Sesungguhnya ketika dunia telah mendekati batas akhirnya, manusia merasa bahwa dirinya dapat menguasai dunia, yaitu dengan apa yang telah dibukakan Allah kepadanya, ia pergunakan untuk memerangi keimanan! Bukannya ia pergunakan untuk mengakui kebesaran dan keagungan Allah, tetapi malah sebaliknya. Itulah salah satu tanda bahwa dunia sudah dekat dengan akhir kehidupannya.

Bagaimanakah seorang Mu’min menghadapi dan menyikapi serta menyambut keilmuan yang setiap tahunnya mengalami kemajuan? Di manakah letak titik keimanan yang diterimanya? Dan bagaimana manusia pada akhirnya akan beranggapan bahwa dirinya mampu menguasai ciptaan Allah? Inilah yang in syā’ Allāh akan menjadi bahasan bab berikut ini.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *