(وَ الْجَهْلُ تَصَوُّرُ الشَّيْءِ) أَيْ إِدْرَاكُهُ (عَلَى خِلَافِ مَا هُوَ بِهِ فِي الْوَاقِعِ) كَإِدْرَاكِ الْفَلَاسِفَةِ أَنَّ الْعَالَمَ وَ هُوَ مَا سِوَى اللهِ تَعَالَى قَدِيْمٌ وَ بَعْضُهُمْ وَصَفَ هذَا الْجَهْلَ بِالْمُرَكَّبِ، وَ جَعَلَ الْبَسِيْطَ عَدَمَ الْعِلْمِ بِالشَّيْءِ، كَعَدَمِ عِلْمِنَا بِمَا تَحْتَ الْأَرَضِيْنَ وَ بِمَا فِيْ بُطُوْنِ الْبِحَارِ، وَ عَلَى مَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ لَا يُسَمَّى هذَا جَهْلًا.
Bodoh yaitu menggambarkan sesuatu, maksudnya ialah menemukan sesuatu tidak sesuai dengan keadaan nyata yang ada, seperti menemukannya kaum filosof bahwa alam semesta, ya‘ni perkara selain Allah s.w.t. bersifat qadīm (dahulu). Sebagian ‘ulamā’ menamakan kebodohan ini dengan jahl murakkab. Dan menjadikan definisi jahl basīth ialah tidak mengetahui (sama sekali) terhadap sesuatu, seperti tidak tahunya kita atas benda di perut bumi dan yang ada di dasar laut. Hal ini menurut keterangan mushannif tidak dinamakan jahl.
Kebalikan dari ‘ilmu adalah jahl (bodoh). Terbagi dua:
Apa sebab penamaan jahl dengan nama jahl murakkab?
Jawab:
Karena pelakunya meyakini sesuatu tidak sesuai dengan kenyataan, hal ini merupakan kebodohan atas sesuatu tersebut. Ditambah ia meyakini bahwa keyakinannya itu sesuai dengan kenyataan, hal ini menjadi kebodohan lain (tingkat kedua).
Referensi:
(بِالْمُرَكَّبِ) وَ إِنَّمَا سُمِّيَ مُرَكَّبًا لِأَنَّ صَاحِبَهُ يَعْتَقِدُ الشَّيْءَ عَلَى خِلَافِ مَا هُوَ عَلَيْهِ فَهذَا جَهْلٌ بِذلِكَ الشَّيْءِ وَ يَعْتَقِدُ أَنَّهُ يَعْتَقِدُهُ عَلَى مَا هُوَ عَلَيْهِ فَهذَا جَهْلٌ أَخَرُ تَرَكَّبَا مَعًا (النَّفَحَاتُ صــ 25).
“(Perkataan pengarang: jahl murakkab), kebodohan ini disebut dengan jahl murakkab (kebodohan yang berganda), karena pelakunya meyakini atas sesuatu tidak sesuai dengan kenyataan, hal ini merupakan kebodohan atas sesuatu tersebut. Ditambah ia meyakini bahwa keyakinannya itu sesuai dengan kenyataan, hal ini juga merupakan kebodohan lain. Kedua jenis kebodohan ini tersusun secara bersamaan.”