Hukum Haram – Terjemah Syarah al-Waraqat

Ushul Fiqh
Terjemah Syarah al-Waraqat
 
Judul (Asli): Syarh al-Waraqat
(Penjelasan dan Tanya Jawab Ushul Fiqh)
 
 
Penyusun: Darul Azka, Nailul Huda, Munawwir Ridlwan
 
Penerbit: Santri salaf press.

Hukum Ḥarām:

 

(وَ الْمَحْظُوْرُ) مِنْ حَيْثُ وَصْفُهُ بِالْحَظْرِ أَيِ الْحُرْمَةِ (مَا يُثَابُ عَلَى تَرْكِهِ) امْتِثَالًا (وَ يُعَاقَبُ عَلَى فِعْلِهِ) وَ يَكْفِيْ فِيْ صِدْقِ الْعِقَابِ وُجُوْدُهُ لِوَاحِدٍ مِنَ الْعُصَّاةِ مَعَ الْعَفْوِ عَنِ غَيْرِهِ.

وَ يَجُوْزُ أَنْ يُرِيْدَ وَ يَتَرَتَّبَ الْعِقَابُ عَلَى فِعْلِهِ كَمَا عَبَّرَ بِهِ غَيْرُهُ فَلَا يُنَافِي الْعَفْوَ.

Ḥarām dilihat dari sisi sebagai perkara ḥarām yaitu suatu perkara yang mendapat pahala jika kita tinggalkan karena niat mengikuti perintah Allah, dan mendapat siksa bila melakukannya.

Dan pengertian menyiksa dianggap cukup bila dilaksanakan pada satu orang dari beberapa orang yang maksiat, serta mengampuni yang lain. Dan pengarang bisa jadi menghendaki maksudnya adalah “melakukannya ditindaklanjuti dengan siksaan”, seperti ungkapan ulama lain, sehingga tidak menutup peluang adanya pengampunan.

Penjelasan:

Hukum ḥarām didefinisikan sebagai berikut:

(مَا يُثَابُ عَلَى تَرْكِهِ امْتِثَالًا وَ يُعَاقَبُ عَلَى فِعْلِهِ)

Suatu perkara yang meninggalkannya akan mendapat pahala, dengan niat melaksanakan perintah Allah, dan melakukannya akan mendapat siksa.”

Contoh, perbuatan zina, mencuri dan lain sebagainya.

Pertanyaan:

Apa perbedaan antara ḥarām dan makrūh taḥrīm?

Jawab:

Hukum ḥarām ditetapkan berdasarkan dalil qath‘ī (arah maknanya pasti), sedangkan makrūh taḥrīm dengan dalil zhannī (mungkin diarahkan pada makna lain).

Referensi:

الْحَرَامُ مَا ثَبَتَ نَهْيُهُ بِدَلِيْلٍ قَطْعِيٍّ لَا يَحْتَمِلُ التَّأْوِيْلَ، وَ الْمَكْرُوْهُ كَرَاهَةَ تَحْرِيْمٍ مَا ثَبَتَ نَهُيُهُ بِدَلِيْلٍ يَحْتَمِلُ التَّأْوِيْلَ. (النَّفَحَاتُ صــــ 20).

Ḥarām ialah sesuatu yang dilarang berdasarkan dalil qath‘ī (pasti dilalahnya) yang tidak mungkin diarahkan pada makna lain. Makrūh taḥrīm memungkinkan diarahkan pada makna lain.

(قَوْلُهُ كَرَاهَةَ تَحْرِيْمِ) أَيْ يَأْثَمُ فَاعِلُهَا وَ ذَكَرَ بَعْضُهُمُ الْفَرْقَ بَيْنَهَا وَ بَيْنَ الْحَرَامِ مَعَ أَنَّ كِلَا يَقْتَضِي الْإِثْمَ بِأَنَّ الْأَوَّلَ مَا ثَبَتَ بِدَلِيْلِ يَحْتَمِلُ التَّأْوِيْلَ وَ الثَّانِيْ مَا ثَبَتَ بِدَلِيْلِ قَطْعِيِّ أَوِ اجْمَاعِ أَوْ قِيَاسٍ أَوْلَوِيٍّ أَوْ مُسَاوٍ (طَرِيْقَةُ الْحُصُوْلِ صــــ 81).

(Ucapan pengarang: makrūh taḥrīm), yakni yang pelakunya berdosa. Sebagian ulama membedakan antara makrūh taḥrīm dengan ḥarām, dengan sisi kesamaan keduanya menetapkan dosa. Bahwa yang pertama (makrūh taḥrīm) adalah yang tetap berdasarkan dalil yang mungkin diarahkan pada makna lain. Dan kedua (ḥarām) ialah yang tetap berdasarkan dalil qath‘ī (pasti), ijma‘, qiyās awlawī, atau qiyās musāwi.”

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *