Soal:
Di kampung-kampung biasanya masyarakat memberikan zakatnya kepada kyai-kyai langgaran (guru ngaji). Bagaimana hukumnya?
Jawab:
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa yang berhak menerima zakat hanya terbatas pada delapan golongan saja. Sementara yang lain tidak boleh menerimanya. Demikian pula dengan guru ngaji. Zakat hanya dapat diberikan kepada guru ngaji yang tidak mampu. Apabila tergolong orang yang mampu, maka mereka tidak boleh menerima harta zakat.
Hal ini disamakan dengan orang yang sibuk menghafal Hadits, memperdalam ilmu fiqh atau mengerjakan sesuatu yang fardhu kifayah sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk mencari penghasilan yang layak. Dalam kitab ‘Iaanah al-Thalibin dijelaskan:
وَمِمَّا لَا يَمْنَعُهُمَا (أَى الْفَقْرَ وَالْمَسْكَنَةُ) أَيْضًا اشْتغَالُهُ عَنْ كَسْبِ يُحْسنُهُ بحفظ الْقُرْآنِ أَوْ بِالْفِقْهِ أَوْ بِالتَّفْسِيرِ أَوِ الْحَدِيْثِ أَوْ مَا كَانَ لَهُ الة لذلكَ وَكَانَ يَتَأَتَّى مِنْهُ ذَلِكَ فَيُعْطَى لِيَتَفَرَّغَ لِتَحْصِيلِهِ لِعُمُوْمِ نَفْعِهِ وَتَعَدِّيْهِ وَكَوْنِهِ فَرْضَ كفاية، (إعانة الطالبين، ج ۲، ص ۱۸۹)
“Termasuk sesuatu yang tidak dapat mencegah keduanya (status fakir dan miskin) adalah seseorang yang meninggalkan kasab (mencari nafkah-ed.) yang dapat memperbaiki ekonominya karena waktunya hanya tersita untuk menghafal al-Qur’an, memperdalam ilmu fiqh, tafsir, atau Hadits, ataupun ia sibuk melaksanakan sesuatu yang menjadi wasilah tercapainya ilmu tersebut. Maka orang-orang tersebut dapat diberikan zakat, agar mereka dapat melaksanakan usahanya itu secara optimal. Sebab manfaatnya akan dirasakan serta mengena kepada masyarakat umum, di samping juga perbuatan itu merupakan fardhu kifayah.” (I’ânah al-Thâlibîn, juz II, hal 189)
Di samping itu, mengajarkan al-Qur’an merupakan perbuatan yang sangat terpuji. Dalam sebuah Hadits disebutkan:
عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ . (صحيح البخاري ، رقم ٤٦٣٩)
“Dari Ustman RA dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Paling baik di antara kalian adalah orang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya.” (Shahih al-Bukhârî, [4639])
Dari sinilah, maka zakat bisa diberikan kepada guru ngaji yang tidak mampu. Ini wajar, karena umumnya para guru ngaji itu kehidupannya pas-pasan. Waktunya banyak disibukkan untuk mengayomi dan mengajarkan al-Qur’an atau yang lainnya, sehingga waktu untuk mencari nafkah tersita dengan tugas mulia itu. Sebaliknya, guru ngaji yang sudah kaya raya atau kebutuhan sehari-harinya sudah terpenuhi, tidak diperkenankan menerima zakat.