Shalat `id di Lapangan atau di Masjid?
Soal:
Pada hari raya Idul Fitri ataupun Idul Adha, semua umat Islam disunnahkan untuk melaksanakan shalat’ Id (shalat hari raya), Mereka ada yang melaksanakannya di masjid dan ada pula yang dilaksanakan di lapangan terbuka. Dan masing-masing pihak mengaku bahwa apa yang mereka lakukan adalah yang paling utama. Sebenamya, manakah yang lebih utama?
Jawab:
Sejak awal, Nabi SAW membangun masjid dimaksudkan sebagai tempat ibadah (untuk menyembah Allah SWT). Dan juga sebagai salah satu bentuk syiar Islam. Karena itulah semua bentuk perbuatan yang mempunyai makna penghambaan diri pada Allah SWT serta mengandung syiar Islam sebaiknya dilaksanakan di masjid. Karena di dalam masjid itu berkumpul orang-orang yang menyucikan diri, ber-taqarrub (melakukan pendekatan diri) kepada Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya:
لمسجد أسس على التقوى من أول يوم أحق أن تقوم فيه ، فيه رحال يحبون أن يتطهروا ، والله يحب المطهرين . (التوبة ، ١٠٨ ).
Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa sejak hari pertama adalah lebih berhak kamu bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang senang membersihkan diri. Dan Allah senang kepada orang-orang yang membersihkan diri.” (QS.Al Taubah, 108)
Allah SWT menjelaskan bahwa masjidlah tempat yang layak untuk beribadah kepada-Nya, bukan tempat yang lain. Jadi segala bentuk penghambaan diri kepada Allah SWT semestinya dilaksanakan di masjid. Misalnya shalat berjama’ah lima waktu. Masuk dalam kategori ini adalah shalat Id. Karena di dalamnya terkandung aspek penghambaan diri pada Allah SWT serta syi’ar agama Islam, yakni sebagai ungkapan kebahagiaan umat Islam atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT kepada mereka.
Atas dasar ini, ulama mengatakan bahwa selama masjid masih dapat menampung jama’ah, maka mengerjakan shalat ‘Id di dalam masjid lebih utama dari pada mengerjakannya di lapangan. Namun jika masjid tidak dapat menampung jama’ah, misalnya masjid yang ada kecil, sementara yang akan shalat sangat banyak, ketika itu maka mengerjakan shalat di lapangan lebih utama dari pada di masjid. Sebagaimana perkataan Syaikh Zakariya al-Ansharî dalam Fath al-Wahhab:
وفعلها بمسجد أفضل لشرفه إلا لعذر كضيقه . (فتح الوهاب ، ۸۳).
“Mengerjakan shalat “Id di masjid lebih utama, karena masjid merupakan tempat yang mulia. Kecuali (lebih utama di lapangan) karena ada halangan, seperti masjidnya sempit.” (Fath al-Wahhab, 83)
Memang, Nabi Muhammad SAW selalu melaksanakan shalat ‘Id di lapangan. Namun itu bukan tanpa alasan. Nabi Muhammad SAW melakukannya karena masjid beliau sempit dan tidak muat untuk menampung jama’ah shalat ‘Id. Sebagaimana yang disitir oleh Ibn Hajar al-Haitami dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj:
وقيل فعلها بالصحراء أفضل للأتباع ورد بأنه صلى الله عليه و سلم إنما خرج اليها لصغر مسجده . (تحفة المحتاج ، ج ۳ ص ۲۷).
“Ada yang mengatakan bahwa shalat Id di lapangan itu lebih utama, karena ittiba’ (ikut perbuatan Nabi). Namun pernyataan ini dapat dibantah, karena sesungguhnya Nabi SAW melakukannya sebab masjid yang beliau bangun terlalu kecil (sehingga tidak dapat menampung jama’ah).” (Tuhfah al-Muhtâj, juz III, hal 27)
Imam Syafi’i RA menyatakan dalam al-Umm:
بلغنا أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يخرج في العيدين إلى المصلى بالمدينة وكذلك من بعـده وعامة أهل البلدان الا أهل مكة فإنه لم يبلغنا أن أحدا من السلف صلى بهم عيدا الا في مسجدهم . (الأم ، ج 1 ص ٢٦٧).
“Telah sampai pada kami bahwa pada setiap dua hari raya, Rasulullah SAW selalu keluar menuju tempat shalat (mushalla/lapangan.ed.) di Madinah. Begitu juga yang dilakukan oleh mayoritas penduduk di berbagai daerah. Lain halnya dengan penduduk Makkah. Kami tidak pernah mendengar berita dari ulama salaf bahwa mereka melaksanakan shalat dua hari raya kecuali di masjid mereka.” (Al-Umm, juz I, hal 267)
Dengan demikian, selama tidak ada halangan, maka lebih utama mengerjakan shalat Id di masjid. Kecuali kalau ada udzur, ketika itulah shalat ‘Id lebih baik dikerjakan di lapangan.