Fiqh Tradisionalis – Bab III Shalat – Qunut Shalat Subuh

Rangkaian Pos: Bab Shalat - Fiqh Tradisionalis

Qunût Shalat Shubuh

Soal:

Ada sebagian kalangan yang beranggapan bahwa qunût shubuh tidak sunnah. Bahkan haram hukumnya, karena Rasûlullah SAW tidak melaksanakannya. Bagaimanakah sebenarnya hukum membaca qunût dalam shalat shubuh? Apakah benar Rasûlullah SAW tidak melaksanakannya?

Jawab:

Ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa hukum membaca qunut pada shalat shubuh termasuk sunnah ab’adh.1. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’:

مذهبنا اله يستحب القنوت فيها سواء نزلت نازلة أم لم تنزل و بهذا قال أكثر السلف ومن بعدهم أو كثير منهم وممن قال به أبو بكر الصديق وعمر بن الخطاب و عثمان و على و ابن عباس و البراء بن عازب رضي الله عنهم .(المجموع ، ج 3 ص 504)

“Dalam madzhab kita (madzhab Syafi’i) disunnahkan membaca qunut dalam shalat shubuh. Baik ada bala (cobaan, bencana, adzab dll) maupun tidak, inilah pendapat kebanyakan ulama salaf dan setelahnya. Diantaranya adalah Abu Bakr al-Shiddiq, ‘Umar bin al Khaththab, “Utsman, All, Ibn ‘Abbas dan al-Barra’ bin ‘Azib RA (Al-Majmu, juz 1, hal 504)

Dalil yang bisa dijadikan acuan adalah hadits Nabi SAW :

عن أنس بن مالك قال ما زال رسول الله صلى الله عليه وسلم يقنت في الفجرحتى فارق الدنيا . ( مسند أحمد بن حنبل ، رقم ١٢١٩٦)

“Diriwayatkan dari Anas Ibn Malik RA. “Beliau berkata, “Rasûlullah SAW senantiasa membaca qunut ketika shalat shubuh sehingga belitu wafat.” (Musnad Ahmad bin Hanbal [12196])

Mengomentari Hadits ini, pakar Hadits al-‘Allamah Muhammad bin Allan al-Shiddiqi dalam kitabnya, al-Futuuhat al-Rabbaaniyyah berkata:

فأما الصبح ، فلم يزل يقنت حتى فارق الالها صحيح ، رواه جماعة من الحفاظ وصححوه وممن نص على صحته الحافظ أبو عبد الله محمد بن على البلخي والحاكم في المستدرك ومواضع من كتب البيهقي ورواه الدارقطني من طرق بأسانيد صحيحة .(الفتوحات الربانية على الأذكارالنووية ، ج ٢ ص ٢٦٨ )

Adapun qunut di waktu shalat shubuh, maka Nabi SAW tidak pernah meninggalkannya sehingga beliau meninggal dunia. Ini adalah yang benar, dan diriwayatkan serta di-shahih-kan oleh segolongan pakar yang banyak hafal Hadits.” Di antara orang yang menyatakan ke-shahih-an Hadits ini adalah al-Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin ‘Ali al-Balkhi, al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak, dan di beberapa tempat dari kitab yang ditulis oleh al-Baihaqi. Al-Daraquthni juga meriwayatkannya dari beberapa jalur dengan berbagai sanad yang shahih (Al-Futûhat al-Rabbâniyyah ‘alâ al-Adzkâr al Nawawiyyah, juz II, hal 268)

Syaikh Jad al-Haq Ali Jad al-Haq salah seorang syaikh al Azhar mengatakan:

فمن قنت في صلاة الصبح بعد الركوع فقد اتبع سنة واردة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم وقد اتبعها أصحابه من بعده وعمل بها أئمة مجتهدون وفقهاء ومحدثون. (القنوت بين الشرعة والبدعة، ٤٦)

Barang siapa yang melaksanakan qunut pada shalat shubuh, maka ia telah melaksanakan sunnah Nabi Muhammad SAW yang telah diikuti oleh sahabat Nabi SAW serta diamalkan para ulama mujtahid, fuqaha dan para ahli hadits. “(al-Qunût bayn al-Syir’ah wa al-bid’ah, 46)

Sedangkan redaksi do’a qunût yang warid (diajarkan langsung) oleh Nabi Muhammad SAW adalah:

اللهم اهدنا فيمن هديت ، وعافنا فيمن عافيت ، وتولنا فيمن توليت ، وبارك لنا فيما أعطيت ، وقنا شر ماقضيت ، فإنك تقضي ولا يُقضى عليك ، وأنه لا يذل من واليت ، ولا يعز من عاديت ، تباركت ربنا وتعاليت ، فلك الحمد على ما قضيت ، نستغفرك ونتوب اليك .

Ya Allah, berikanlah kami petunjuk seperti orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah kami perlindungan seperti orang-orang yang telah Engkau beri perlindungan. Berilah kami pertolongan sebagaimana orang-orang yang Engkau berikan pertolongan. Berilah berkah pada segala yang telah Engkau berikan kepada kami. Jauhkanlah kami dari segala kejahatan yang Engkau pastikan. Sesungguhnya Engkau dzat yang maha menentukan dan Engkau tidak dapat ditentukan. Tidak akan hina orang yang Engkau lindungi. Dan tidak akan mulia orang yang kamu musuhi. Engkau maha suci dan maha luhur. Segala puji bagi-Mu atas segala yang Engkau pastikan. Kami mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”2

Memang ada Hadits yang menyatakan bahwa Nabi SAW tidak melakukan qunut, namun Hadits itu tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak mensunnahkan, apalagi sampai melarang qunut. Sesuai dengan Kaidah Ushul Fiqh:

تقدم المثبت على النافي لاشتماله على زيادة علم (شرح الكوكب الساطع في نظم جمع الجوامع، ج ٢، ٤٧٥)

Dalil yang menjelaskan adanya (terjadinya) suatu perkara, didahulukan dari dalil yang menyatakan bahwa perkara tersebut tidak ada. Sebab adanya penjelasan pada suatu dalil, menunjukkan adanya pengetahuan (ilmu) yang lebih pada dalil tersebut.” (Syarh al-Kawkab al-Sâthi` fi Nadzm Jam al-Jawâmi`, juz 2, hal 475)

Dengan demikian membaca qunût shubuh dalam segala keadaan itu hukumnya sunnah, karena Nabi Muhammad SAW selalu melakukannya hingga beliau wafat.

Catatan:

  1. Yang dimaksud sunnah ab’adh adalah satu pekerjaan yang apabila ditinggalkan maka disunnahkan melakukan sujud sahwi. Kebalikannya adalah sunnah halat yakni sunnah yang apabila ditinggalkan tidak sunnah untuk mengerjakan sujud sahwi
  2. Ini adalah do’a qunut yang diriwayatkan oleh Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib diriwayatkan oleh al-Nasa’i, Abl Dawud, Ibn Majah dan lainnya. Lihat. Hasan Muhammad bin Salim al-Kaf, al-Taqrirat al-Sadidah Fi al-Masá’il al-Mufidah, hal… 243-244

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *