Fiqh Tradisionalis – Bab III Shalat – Melafalkan Niat Sebelum Shalat

Rangkaian Pos: Bab Shalat - Fiqh Tradisionalis

Melafalkan Niat sebelum Shalat

Soal:

Bagaimana hukum mengucapkan niat (lafal ushalli dan seterusnya) ketika hendak melakukan shalat?

Jawaban:

Niat merupakan inti dari setiap pekerjaan. Sebab, baik tidaknya pekerjaan itu tergantung pada niatnya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى (صحيح البخاری ، رقم ۱)

Segala perbuatan hanyalah tergantung niatnya. Dan setiap perkara tergantung pada apa yang diniatkan.” (Shahih al-Bukhârî [1])

Demikian juga dalam shalat. Niat1 adalah rukun yang pertama. Akan tetapi, karena niat tempatnya di dalam hati maka disunnahkan mengucapkan niat tersebut dengan lisan untuk membantu gerakan hati (niat). Imam Ramli (wafat tahun 1004 H) dalam kitabnya Nihayah al-Muhtaj mengatakan:

ويندب الـــــق بالمنوي قبيل التكبير ليساعد اللسان القلب ولأ نه أبعد عــن الــــــوسواس وللخروج من خلاف من أوجبه . (نهاية المحتاج ، ج ۱ ص ٤٣٧)

Disunnahkan mengucapkan apa yang diniati (kalimat ushalli) sebelum takbir, agar supaya lisan bisa membantu hati, sehingga bisa terhindar dari was-was (keragu-raguan hati akibat bisikan syetan). Dan agar bisa keluar dari pendapat ulama yang mewajibkannya.” (Nihâyah al-Muhtâj, juz 1, hal 437)

Hal ini karena dalam beberapa kesempatan, Nabi SAW pernah melafalkan niat. Misalnya dalam ibadah haji. Dalam sebuah Hadits dijelaskan:

عن أنس رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول
لبيك عمرة وحجا. (صحيح مسلم . رقم ٢١٦٨)

Dari sahabat Anas RA berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW mengucapkan, labbaika (aku datang padaMu-ed.) , aku sengaja mengerjakan umrah dan haji“(Shahih Muslim, [2168])

Konteks Hadits di atas berbicara dalam persoalan haji. Akan tetapi shalat bisa di-qiyâs-kan (dianalogikan) dengan haji. Kalau ketika melaksanakan ibadah haji sunnah melafalkan niat, maka dalam shalat juga demikian, dianjurkan mengucapkan ushalli. Demikian pula dalam ibadah-ibadah yang lain, seperti wudhu’, puasa dan zakat. Sunnah mengucapkan nawaitu ketika hendak melaksanakan perbuatan tersebut. Namun seandainya tidak berkenan melafalkan niat, juga tidak apa-apa. Karena melafalkan niat itu hanya merupakan perbuatan sunnah, bukan merupakan amalan fardhu.

Catatan:

  1. Dalam hal ini ulama Syafi’iyah membedakan antara al-niyyah dan al-‘azm. Al-niyyah hanya dikhususkan pada gerakan hati yang berbarengan langsung dengan perbuatannya. Dalam shalat, niat bisikan hati yang diucapkan manakala seseorang melakukan Takbiratul Ihram dalam shalat. Sedangkan gemeretak hati yang tidak langsung diwujudkan dalam perbuatan, misalnya akan dilaksanakan satu jam, dua jam atau dua hari lagi, maka itu disebut al-‘azm

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *