Fiqh Tradisionalis – Bab II Thaharah – Menyentuh Al-Qur’an Ketika Berhadats

Rangkaian Pos: Bab Thaharah - Fiqh Tradisonalis

Menyentuh al-Qur’ân

Soal:

Al-Qur’an merupakan firman Allah SWT yang diturunkan ke dunia sebagai petunjuk bagi manusia. Karena itu, al-Qur’ân harus diagungkan oleh seluruh umat Islam. Salah satu bentuk pengagungan al-Qur’ân adalah larangan menyentuhnya apabila tidak suci (hadats). Baik hadats kecil ataupun hadats besar. Lalu, apakah dalil yang dipergunakan para ulama terhadap hukum ini?

Jawab:

Larangan ini berasal dari firman Allah SWT:

لا يمسه إلا المطهرون تنزيل من رب العالمين . (الواقعة ، ۷۹-۸۰)

Tidak boleh menyentuh al-Qur’an kecuali orang-orang yang suci. Yang diturunkan dari Tuhan alam semesta.” (QS. Al-Waqi’ah, 79-80)

Atas dasar ayat ini ulama menyatakan bahwa haram hukumnya menyentuh al-Qur’an jika tidak punya wudhu’. Syaikh Zainuddin al-Malībârî menyatakan:

ويحرم بالحدث صلاة وطواف وسجود وحمل مصحف وماكتب لدرس قرآن ولو بعض آية كلوح . (فتح المعين ، ۱۰)

Haram sebab hadats kecil, melakukan shalat, thawaf, sujud (yakni sujud tilawah dan sujud syukur), membawa mushhaf dan menyentuh kertas yang ditulisi ayat al-Qur’an, walaupun hanya sebagian ayat.” (Fath al-Mu’în, hal 10)

Ada yang mengatakan bahwa ayat di atas tidak dapat dijadikan dalil haramnya menyentuh al-Qur’ân bagi orang yang berhadats, karena sebenarnya yang dimaksud adalah al Qur’an yang ada di lauh mahfuzh sana, bukan al-Qur’an yang ada di dunia ini. Sehingga tafsiran ayat itu adalah yang tidak boleh bahkan tidak mungkin disentuh adalah al-Qur’an yang ada di lauh mahfuzh. Sebab hanya orang suci (yakni malaikat) yang dapat menyentuhnya. Atas dasar ini, mereka mengatakan bahwa orang yang berhadats tidak haram menyentuh al-Qur’an yang ada di hadapan kita sekarang ini.

Menanggapi pernyataan ini, Syaikh Muhammad ‘Ali al Shâbunî dalam Rawai’ al-Bayan fi Tafsir Ayat al-Ahkam mengutip pendapat Ibn Taimiyyah yang menyatakan:

إستدل ابن تيمية على الحكم الشرعي من وجه لطيف فقال إن الآية تدل على الحكم من باب الإشارة . فإذا كان الله تبارك وتعالى يخبر أن الـصحف المطهرة لا يمسها إلا المطهرون قالـصحف الذي بأيدينا كذلك ينبغي ألا يمسها إلا طاهر. أقول : هذا هو الحق الذي ينبغي الــتعويل عليه ، وهو ما اتفق عليه الفقهاء من حرمة مسح المصحف الـشـريف بدون طهارة . (روائع البيان في تفسير آيات الأحكام ، ج ۲ ص ٥٠٧)

“Tentang hukum syar’i ini, Ibn Taimiyyah berdalil dengan cara yang sangat halus. Beliau saw berkata, “Ayat tersebut menunjukkan hukum (keharaman menyentuh al-Qur’ân bagi orang yang tidak punya wudhu’) dengan jalan isyarah. Jika Allah SWT menyebutkan bahwa mushhaf yang suci itu tidak dapat disentuh kecuali orang-orang yang suci (malaikat), maka begitu pula mushhaf yang ada di hadapan kita tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang suci (dari hadats).

Syaikh Ali Al-Shabuni berkataed.:Saya berpendapat bahwa inilah pendapat yang benar dan harus diikuti. Yakni pendapat yang disepakati oleh mayoritas ulama tentang haramnya menyentuh mushhaf yang mulia ini dalam keadaan tidak suci.” (Rawa’i’ al-Bayan fi Tafsir Ayat al-Ahkâm, juz I, hal 507)

Hal ini didukung pula oleh Hadits Nabi SAW:

عن أبي بكر بن محمد قال : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كتب إلى أهل اليمن أن لا يمس القرآن الأطاهر . (سنن الدارمي ، رقم ٢١٦٦)

“Dari Abi Bakr bin Muhammad, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw pernah menulis surat kepada penduduk Yaman agar tidak menyentuh al-Qur’an kecuali orang yang suci (punya wudhu’)” (Sunan al-Dârimi, [2166])

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang boleh menyentuh al-Qur’ân hanyalah orang-orang yang suci dari hadats kecil dan hadats besar, karena memang banyak dalil yang menunjukkan hal itu. Kecuali anak kecil yang belum baligh dan untuk keperluan belajar, atau karena ada udzur syar’i (keringananed.) lainnya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *