Fenomena yang Meyakinkan Hati – Kisah Sang Rasul

KISAH SANG RASUL:
Menyimak dan Meneguhkan Sosok Pembawa Risalah

Karya: Abdullah ibn Jakfar al-Habsyi
 
Diterbitkan oleh:
CV. Layar Creative Mediatama

Bab 3:

FENOMENA YANG MEYAKINKAN HATI

 

Terbitnya cahaya pada waktu kelahiran Baginda Nabi Muḥammad s.a.w., merupakan pertanda datangnya cahaya yang akan menjadi petunjuk bagi penduduk bumi dan hilangnya kegelapan syirik, seperti yang difirmankan Allah s.w.t. berikut:

قَدْ جَاءَكُمْ مِّنَ اللهِ نُوْرٌ وَ كِتَابٌ مُّبِيْنٌ. يَهْدِيْ بِهِ اللهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَ يُخْرِجُهُمْ مِّنِ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ بِإِذْنِهِ وَ يَهْدِيْهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ

Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitāb yang menerangkan. Dengan Kitāb itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitāb itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seidzin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS. al-Mā’idah [5]: 15-16).

Semua fenomena keajaiban-keajaiban agung yang terjadi pada detik-detik kelahiran Baginda Nabi Muḥammad s.a.w. telah diwujudkan oleh Allah, semata-mata hanya menunjukkan kepada semua makhluk-makhluk Allah s.w.t. bahwa Baginda Nabi Muḥammad s.a.w. adalah makhluk yang paling dicintai-Nya, sebagaimana yang disebutkan di dalam “Maulid Simth-ud-Durari lil-Imām-il-Ḥabībi ‘Alī al-Ḥabsyī” berikut:

وَ مَعَ بُرُوْزِهِ إِلَى هذَا الْعَالِمِ ظَهَرَ مِنَ الْعَجَائِبِ، مَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ أَشْرَفُ الْمُخْلُوْقِيْنَ وَ أَفْضَلُ الْحَبَائِبِ.

Dan bersama dengan lahirnya Baginda Nabi Muḥammad s.a.w. timbul dari fenomena keajaiban, hal tersebut menunjukkan bahwa sesungguhnya beliau adalah makhluk yang paling mulia dan kekasih yang paling utama.”

Bukanlah sesuatu yang mengherankan bilamana banyak keajaiban-keajaiban agung yang terjadi pada Baginda Nabi Muḥammad s.a.w., Sang Khāliq telah menciptakan fenomena serupa terhadap para nabi-nabi terdahulu dari kelahirannya

“Dan bersama dengan lahirnya Baginda Nabi Muḥammad s.a.w. timbul dari fenomena keajaiban, hal tersebut menunjukkan bahwa sesungguhnya beliau adalah makhluk yang paling mulia dan kekasih yang paling utama.”Al-Imām-ul-Ḥabību ‘Alī ibni Muḥammad al-Ḥabsyī

sampai dengan mu‘jizat-mu‘jizat yang Allah s.w.t. berikan kepada mereka. Sebagaimana Allah s.w.t. mengkisahkan tentang kelahiran Nabi Mūsā a.s. tatkala Allah menjaga kekasihnya Mūsā a.s. dari kekejaman Fir‘aun yang menyembelih anak-anak kaum Bani Isrā‘īl dan ketika Ibu Mūsā a.s. menghanyutkan anaknya ke sungai Nil, Allah s.w.t. menceritakan di dalam firman-Nya:

وَ أَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوْسَى أَنْ أَرْضِعِيْهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيْهِ فِي الْيَمِّ وَ لَا تَخَافِيْ وَ لَا تَحْزَنِيْ إِنَّا رَادُّوْهُ إِلَيْكِ وَ جَاعِلُوْهُ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ

Dan Kami ilhamkan kepada ibu Mūsā: “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasūl.”. (QS. al-Qashash [28]: 7).

Dan keajaiban-keajaiban agung lainnya yang Allah s.w.t. berikan saat kelahiran Nabi ‘Īsā a.s., yang terlahir tanpa seorang ayah, serta buah kurma yang Allah tumbuhkan kepada ibundanya Maryam, dan air (anak sungai) yang Allah alirkan kepada mereka dari bawah kaki, dan bayi ‘Īsā a.s. yang diidzinkan oleh Sang Khāliq untuk berbicara agar menolong sang Ibu dari tuduhan kaumnya. Cerita itu tersusun rapi dalam firman Allah s.w.t. berikut:

قَالَتْ أَنَّى يَكُوْنُ لِيْ غُلَامٌ وَ لَمْ يَمْسَسْنِيْ بَشَرٌ وَ لَمْ أَكُ بَغِيًّا. قَالَ كَذلِكِ قَالَ رَبُّكِ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَ لِنَجْعَلَهُ آيَةً لِلنَّاسِ وَ رَحْمَةً مِّنَّا وَ كَانَ أَمْرًا مَّقْضِيًّا

Maryam berkata: “Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!” Jibrīl berkata: “Demikianlah”. Tuhanmu berfirman: “Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan”.”

Sebagian manusia yang memiliki keyakinan lemah berpikir bahwa fenomena mu‘jizat ataupun keajaiban yang Allah s.w.t. wujudkan bertentangan dengan sifat tradisi kehidupan alam semesta yang menceritakan tentang ke-esa-an Pencipta serta keagungan dan kebesarannya sebagai sunnah (ketetapan) Allah.

Maka, sesungguhnya Allah s.w.t. telah menciptakan alam semesta dengan sebaik-baik tata tertib kehidupan, serta Allah pun menjadikan tata tertib kehidupan tersebut tunduk patuh kepada aturan Penciptanya dan mentaqdirkan sistem yang mendominasi tradisi kehidupan itu dengan pengetahuan-Nya.

Jika Allah s.w.t. Tuhan dari para makhluk alam semesta serta pemilik dari tradisi kehidupan dan sistem yang berlaku bagi alam itu sendiri ingin melepaskan kekasih-kekasihNya dari keterikatan dengan kebiasaan yang ada di dalam kehidupan, maka hal yang terjadi di luar tradisi kehidupan tersebut menjadi mu‘jizat bagi seorang nabi dan karamah bagi seorang wali, Allah s.w.t. berfirman:

ذلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَ اللهُ ذُوا الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ.

Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. al-Ḥadīd [57]: 21).

Sang Pencipta Allah s.w.t. mengisahkan tentang fenomena di luar tradisi yang diberikan kepada kekasih-Nya Nabi Ibrāhīm a.s. berikut:

قُلْنَا يَا نَارُ كُوْنِيْ بَرْدًا وَ سَلَامًا عَلَى إِبْرَاهِيْمَ.

Kami berfirman: “Wahai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrāhīm.” (QS. al-Anbiyā’ [21]: 69).

Dalam ayat ini dijelaskan tindakan Allah s.w.t. untuk melindungi dan menolong Nabiyullāh Ibrāhīm a.s. dari kekejaman kaumnya, yaitu membakar Ibrāhīm a.s. dalam api yang sedang berkobar-kobar. Sebagaimana diketahui bahwa Allah telah memberikan sifat-sifat tertentu bagi setiap makhluknya. Dan sifat itu tetap berlaku baginya sebagai sunnah (ketetapan) Allah s.w.t. Antara lain ialah api, yang bersifat panas dan membakar, sehingga logam-logam yang amat kuat pun dapat dicairkan dengan api, apalagi tubuh manusia.

Maka, Allah s.w.t. pun melindungi Ibrāhīm a.s. dari bakaran api tersebut dengan cara memcabut sifat panas dan membakar dari api itu, Ibrāhīm a.s. tidak merasa panas, padahal ia berada dalam api yang berkobar lagi menyala-nyala. Allah s.w.t. berfirman: “Wahai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrāhīm.” Dengan adanya perintah Allah kepada api tersebut, maka sifatnya berubah dari panas menjadi dingin, dan tidak melukai Ibrāhīm a.s. sampai api itu padam, ini menambahkan bukti tentang kekuasaan Allah s.w.t. yang seharusnya disadari.

Demikianlah fenomena yang diberikan-Nya kepada para nabi, wali-wali dan hamba-hambanya yang shāliḥ. Walaupun pada waktu itu Nabiyullāh Ibrāhīm a.s. belum menjadi nabi dan rasūl, namun ia tetap merupakan seorang hamba Allah s.w.t. yang shāliḥ. Ini menambah bukti tentang kekuasaan Allah s.w.t. yang seharusnya disadari.

Sanggahan (Disclaimer): Artikel ini telah kami muat dengan izin dari penerbit. Terima kasih.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *