Enam Pokok Agama (Kulliyat-us-Sittah) – Terjemah Tauhid Sabilul Abid KH. Sholeh Darat

TERJEMAH TAUHID

سَبِيْلُ الْعَبِيْدِ عَلَى جَوْهَرَةِ التَّوْحِيْدِ
Oleh: Kiyai Haji Sholeh Darat
Mahaguru Para Ulama Besar Nusantara
(1820-1903 M.)

Penerjemah: Miftahul Ulum, Agustin Mufrohah
Penerbit: Sahifa Publishing

Rangkaian Pos: 004 Persoalan Aqidah yang Bersumber dari Dalil Naqli (Sam'iyyah) - Terjemah Tauhid Sabilul Abid

Kulliyat-us-Sittah
(Enam Pokok Agama)

 

Setelah membahas taubat, Syaikh Ibrāhīm al-Laqqānī membahas Kulliyat-us Sittah (enam pokok agama) yang wajib dijaga oleh seorang mukallaf.

Syaikh Ibrāhīm al-Laqqānī berkata:

وَ حِفْظُ دِيْنٍ ثُمَّ نَفْسٍ مَالْ نَسَبْ وَ مِثْلُهَا عَقْلٌ وَ عِرْضٌ قَدْ وَجَبْ.

Memelihara agama, kemudian jiwa, harta benda, nasab (keturunan) dah hal yang sama ya‘ni akal dan kehormatan adalah wajib hukumnya.

Memelihara agama, jiwa, harta benda, nasab, dan yang menyamai empat hal ini ya‘ni akal dan kehormatan, hukumnya wajib bagi semua orang mukallaf yang bāligh dan berakal, baik laki-laki maupun perempuan.

Penjelasan:

Semua orang Muslim diwajibkan menjaga 6 hal di atas (agama, jiwa, harta benda, nasab, akal, dan kehormatan) sebagai dasar berlakunya hukum-hukum syarī‘at.

Pertama, seorang Muslim wajib menjaga agamanya. Jangan sampai kekufuran masuk ke dalam dirinya. Seorang Muslim wajib menjaga agar jangan sampai menerjang larangan Allah s.w.t., berhati-hatilah dalam menjaga dan melaksanakan perintah-Nya, dan jangan sampai melakukan perbuatan selain perbuatan seorang Muslim atau menyamai perbuatan pemeluk Islam lain. Dengan adanya kewajiban menjaga agama ini, dalam Islam diberlakukan kewajiban memerangi orang-orang kafir, memerangi atau membunuh orang yang murtad dan orang yang meninggalkan shalat, zakat, dan puasa. Adapun pihak yang berwenang menjatuhi hukuman adalah pemerintah.

Kedua, seorang Muslim wajib menjaga jiwa atau rūḥnya. Menjaga diri agar tidak mati. Sebab, jiwa merupakan sarana ma‘rifat pada Allah dan yang menjadi mukhāthib (yang dikenai khithāb oleh Allah). Dengan adanya kewajiban menjaga jiwa, maka diberlakukan hukum qishash bagi pelaku pembunuhan, membayar diyat, membebaskan budak, dan menjalankan hukum qishash bagi orang yang memotong anggota tubuh orang lain karena dikhawatirkan bisa menyebabkan kematian.

Ketiga, orang Muslim wajib menjaga hartanya. Harta merupakan sarana untuk menjaga tetapnya rūḥ dalam tubuh atau menjaga keberlangsungan hidup, sebagaimana ‘ibārat orang ‘Arab:

الْمَالُ شَفِيْقُ الرُّوْحِ.

Harta bagaikan saudara laki-laki dari rūḥ.”

Tubuh bisa berjodoh dan berpasangan dengan rūḥ jika ada harta, seperti biaya makan, minum, dan pakaian. Ketika seseorang tidak makan maka menurut kebiasaan, rūḥ akan terlepas dari tubuh dan ia akan mati. Dalam hadits disebutkan:

مَالُ الْإِنْسَانِ كَنَفْسِهِ.

Harta yang dimiliki seseorang bagaikan cermin jiwanya.”

Harta manusia sesuai dengan jiwanya. Jika jiwanya mulia, hartanya juga mulia; jika jiwanya tidak mulia, hartanya juga begitu. Harta adalah tempat ditampakkannya keni‘matan dan rahmat Allah. Oleh karena itu, tidak akan sempurna keislaman dan keimanan seseorang kecuali dengan sarana harta. Cara mendapatkan manfaat harta adalah dengan dihilangkan, dibuang serta dinafkahkan. Jika tidak demikian, harta tidak akan ada manfaatnya. Hal ini berdasarkan banyaknya ayat yang menunjukkan perintah untuk menginfaqkan harta di jalan Allah, perintah zakat dan perintah bersedekah yang semuanya menggunakan harta. Dalam hadits disebutkan:

نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلرَّجُلِ الصَّالِحِ.

Sebaik-baik harta yang bermanfaat adalah yang dimiliki oleh seorang lelaki yang shāliḥ.

Harta di‘ibāratkan seperti air hujan yang turun dari langit. Apabila mengenai kurma, anggur, dan delima maka menjadikannya bertambah indah dan manis. Jika mengenai tanaman kecubung dan putrowali maka akan menambah kadar racunnya dan bertambah pahit. Renungkanlah!

Allah telah memenuhi kebutuhan manusia dengan menciptakan emas dan perak, kemudian dijadikan uang dīnār dan dirham sebagai alat transaksi manusia. Harta yang digunakan untuk kebaikan akan menjadi baik dan jika digunakan untuk keburukan, akan menjadi buruk.

Dengan diwajibkannya menjaga harta benda karena adanya faedah dan manfaat sebagaimana telah dijelaskan, maka diberlakukan ḥadd untuk tindakan pencurian dan begal. Ketika seseorang melakukan pencurian dan pembegalan yang mencapai seperempat dīnār, maka salah satu tangannya akan dipotong, atau satu tangannya dan satu kakinya. Sebab, perbuatannya bisa merusak harta benda seseorang, dan rusaknya harta bisa mengakibatkan rusaknya rūḥ (kematian). Karena alasan inilah hukuman tersebut diterapkan.

Seorang Muslim juga diwajibkan menjaga hartanya dari menggunakannya untuk kemaksiatan. Sebab, harta merupakan ni‘mat dan rahmat Allah kepada hamba-Nya. Seorang hamba yang diberi ni‘mat oleh Tuhannya tidak patut menggunakan keni‘matan harta untuk mendurhakai-Nya. Tidak diperbolehkan menggunakan harta untuk membeli khamr, gong, dan sarana kemaksiatan lainnya. Jika seseorang melakukannya, jual-belinya tidak sah. Orang yang menggunakan hartanya untuk membeli sesuatu yang dimakruhkan, dia dihukumi sebagai orang bodoh yang menyia-nyiakan hartanya. Seseorang yang telah diberi keni‘matan wajib menggunakan hartanya dengan benar dan untuk melakukan ketaatan.

Keempat, seorang Muslim wajib menjaga nasabnya. Maksudnya, menjaga hubungan antara anak dan orang tua. Jangan sampai hubungan antara keduanya terputus. Dengan diwajibkannya menjaga nasab, diberlakukanlah hadd (2461) zina agar tidak ada orang yang melakukan zina. Sebab, zina bisa merusak hubungan antara ayah dan anak perempuannya, merusak hubungan suami-istri rusak, maka hal itu berarti merusak hak (kepemilikan) Allah. Sebab, semua anggota tubuh manusia adalah milik Allah s.w.t. dan merupakan amanah kepada hamba-Nya yang harus dijaga sebaik-baiknya. Sebab, tubuh bukan miliknya, tapi milik Allah. Manusia tidak bisa mengendalikan badannya sendiri. Oleh karena itu, patutlah bagi Allah menetapkan hukuman rajam bagi orang yang berzina atau dipukul seratus kali lalu diasingkan selama setahun karena ia telah merusak amanah dari Allah s.w.t., merusak nasab anaknya dan merusak harga diri dan kewibawaan manusia (mempermalukan manusia).

Kelima, seorang Muslim wajib menjaga akalnya. Manusia wajib menjaga akalnya, jangan sampai rusak karena kemuliaan manusia disebabkan akalnya. Oleh karenanya, jika ada seseorang yang merusak akal orang lain, ia wajib dihukum atas perbuatannya dengan hukuman yang sesuai syarī‘at agama. Peminum khamr akan dikenai ḥadd (hukuman) atas perbuatannya, begitu pula orang yang mengonsumsi perkara memabukkan seperti nabīdz (2472) dan lainnya. Ia wajib dicambuk sebanyak 40 kali, atau menurut pendapat lain sebanyak 80 kali.

Keenam, seorang Muslim wajib menjaga kewibawaannya. Kewibawaan adalah perilaku yang menyebabkan seseorang dipuji atau dicela. Orang ‘Arab menyatakannya dengan:

عِرْضٌ وَ هُوَ مَوْضِعُ الْمَدْحِ وَ الذَّمِّ.

Kewibawaan adalah tempatnya pujian dan celaan.”

Jika manusia bisa menjaga kewibawaannya, ia akan terhindar dari segala perbuatan tercela dan hina. Menjaga kewaibawaan merupakan syarat seseorang bisa disebut adil. Sedangkan adil adalah syarat seseorang bisa menjadi saksi dan wali nikah.

Jika seseorang tidak bisa menjaga kewibawaannya seperti makan dengan berjalan, makan di pasar sedangkan ia bukan penjual di pasar, menghisap rokok sambil berjalan di jalan umum, menghisap cerutu seraya berjalan sebagaimana orang Nashrani, maka semua itu bisa menghilangkan kewibawaan dan sifat adilnya. Dengan demikian, ia tidak bisa menjadi saksi ataupun wali nikah, walaupun ia adalah orang yang shāliḥ dan ‘ālim. Secara zhāhir syarī‘at, ia memiliki aib yang merusak sifat keadilannya.

Karena ada kewajiban menjaga kewibawaan, maka diberlakukan hukum cambuk sebanyak 80 kali bagi orang yang menuduh zina kepada orang yang menjaga harga dirinya dan memiliki sifat adil, juga wajib memberlakukan ta‘dzīr untuk orang yang menuduh zina orang yang tidak bisa menjaga harga dirinya. Sebab, penuduh telah merusak kewibawaan tertuduh, sehingga hakim wajib memberi hukuman kepada orang yang telah merusak harga diri orang lain. Karena seorang Muslim diwajibkan untuk menjaga harga diri, maka dia juga diwajibkan memiliki tata krama.

Seorang Muslim wajib mengajari anaknya tentang agama dan adab kepada sesama Muslim. Ukuran kewibawaan dan adab berbeda-beda sesuai dengan tempat, waktu, dan masyarakat. Hal ini berbeda dengan ketentuan sifat adil yang ada aturan atau batasan pastinya. Tatkala seseorang melakukan dosa besar atau mengulang-ulang dosa kecil, ia disebut fasik, baik dia orang terhormat maupun orang hina, baik laki-laki maupun perempuan.

Karena pentingnya permasalahan adab, saya (Kiai Shāliḥ Darat) menyertakan keterangan mengenai “‘ilmu adab” dengan mengutip dari kitab Ḥujjat-ul-Islām Imām al-Ghazālī, saya mengutip secukupnya saja. (Lihat: Bab berikutnya: Bab Adab).

Catatan:

  1. 246). Ḥadd secara bahasa berarti mencegah, secara istilah berarti hukuman yang ditentukan oleh syara‘, baik berkaitan dengan hak Allah ataupun hak manusia. Seperti ḥadd zina, hadd menuduh zina, ḥadd mencuri, ḥadd minum khamr dan sebagainya. (Lihat, Dr. Wahbah Zuhaili, al-Fiqh-ul-Islāmi wa ‘Adillatuh, Beirut, Dār-ul-Fikr, 1997, vol. 7, hal. 5275. Lihat juga, Syarif-ul-Jurjani, at-Ta‘rīfāt, Beirut, Dār-ul-Kutub-il-‘Ilmiyyah, 2009, hal. 88).
  2. 247). Minuman yang terbuat dari perasan anggur atau kurma.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *