PERSOALAN ‘AQĪDAH YANG BERSUMBER DARI DALIL NAQLI (SAM‘IYYAH)
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan engkau juga. Janganlah engkau kira bahwa berita bohong itu buruk bagimu, bisa jadi ia adalah baik bagimu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, baginya ‘adzab yang besar.”(QS. an-Nūr [24]: 20)
Doa
Syaikh Ibrāhīm al-Laqqānī berkata:
وَ عِنْدَنَا أَنَّ الدُّعَاءَ يَنْفَعُ | كَمَا مِنَ الْقُرْآنِ وَعْدًا يُسْمَعُ |
“Dan menurut kita (Ahl-us-Sunnah), doa bisa memberi manfaat seperti yang telah dijelaskan Allah dalam al-Qur’ān.”
Menurut kami, Ahl-us-Sunnah wal-Jamā‘ah, doa adalah permohonan kepada Allah s.w.t. yang bermanfaat bagi orang hidup ataupun orang mati, seperti yang sudah dijanjikan dalam al-Qur’ān.
Penjelasan
Permohonan kepada Allah s.w.t. baik memohon kemanfaatan atau memohon terhindar dari bahaya bisa memberi manfaat, artinya bisa mendatangkan manfaat dan bisa menghalangi bahaya dari hal-hal yang sudah ditetapkan qadhā’ mu‘allaq maupun qadhā’ mubram. Maksudnya, dengan adanya doa, muncullah kasih-sayang Allah sehingga kedua qadhā’ yang terjadi tersebut tidak membahayakan. Misalnya, Allah telah menentukan qadhā’ mubram kepada seseorang berupa akan tertimpa batu besar. Sebelum itu terjadi, dia berdoa agar diberi kesemalatan, lalu batu itu tetap menimpanya, tapi batu tersebut sudah hancur berkeping-keping, sehingga tidak melukainya.
Pembagian qadhā’ mu‘allaq dan qadhā’ mubram hanya secara zhahirnya saja. Pada hakikatnya, sesuatu yang sudah ditetapkan tidak ada pada zaman azali, maka sekarang pun tidak akan pernah ada. Oleh karena itu, pada hakikatnya doa dan permohonan tidak bisa memberi akibat apa-apa, tapi juga jangan sekali-kali meninggalkan doa (1441), karena adanya perintah dalam al-Qur’ān:
اُدْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ لَكُمْ.
“Berdoalah kepada-Ku maka Aku akan mengabulkan permohonanmu”. (QS. Ghāfir [40]: 60).
Biḥasab-izh-zhāhir di sini maksudnya adalah sesuai dengan yang dituliskan di Lauḥ-ul-Maḥfūzh, bukan sesuai dengan ‘ilmu Allah s.w.t.
Doa orang yang masih hidup juga bisa bermanfaat bagi orang yang sudah meninggal. Doa orang yang hidup kepada orang yang hidup berupa agar mendapatkan kebaikan atau dihindarkan dari bahaya juga bisa berhasil.
Berbeda dengan pendapat Mu‘tazilah yang mengatakan bahwa doa tidak bermanfaat apapun karena qadhā’ dan qadar Allah pasti terjadi, tidak bisa ditolak dengan doa maupun lainnya.
Dalil orang-orang ahl-us-sunnah adalah firman Allah:
اُدْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ لَكُمْ.
“Berdoalah kepada-Ku maka Aku akan mengabulkan permohonanmu”. (QS. Ghāfir [40]: 60).
Sedang menurut kaum Mu’tazilah ma‘na ayat tersebut adalah: “Beribadahlah kalian kepada-Ku maka Aku akan memberi pahala kepada kalian.”
Ketahuilah, doa memiliki beberapa syarat dan adab. Di antara syarat-syarat berdoa adalah: (1452).
- Memakan makanan yang halal.
- Berdoa dengan keyakinan akan dikabulkan.
- Pada waktu berdoa hatinya tidak lalai mengingat Allah.
- Tidak berdoa untuk hal-hal yang mengandung maksiat atau mendurhakai Allah.
- Tidak berdoa untuk sesuatu yang mustahil.
Sedangkan di antara adab berdoa adalah:
- Mencari waktu-waktu mustajābah, seperti pada waktu sujud dan ketika adzan atau iqamah.
- Berwudhū’ terlebih dahulu.
- Menghadap qiblat.
- Mengangkat kedua tangan.
- Bertaubat terlebih dahulu.
- Membaca hamdalah dan shalawat kepada Nabi Muhammad s.a.w.