Beberapa lama setelah turunnya wahyu yang pertama, Malaikat Jibrīl a.s. datang lagi kepada Nabi Muḥammad s.a.w. dengan membawa wahyu dari Allah s.w.t., yaitu:
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ. قُمْ فَأَنْذِرْ. وَ رَبَّكَ فَكَبِّرْ. وَ ثِيَابَكَ فَطَهِّرْ. وَ الرُّجْزَ فَاهْجُرْ. وَ لَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ. وَ لِرَبِّكَ فَاصْبِرْ
Artinya:
“Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.” (QS. al-Mudatstsir: 1-7)
Maka mulailah Nabi Muḥammad s.a.w. menyerukan Islam secara diam-diam, kepada kaum kerabatnya lebih dahulu. Seruan Islam itu diterima pertama kali oleh istrinya sendiri, Siti Khadījah binti Khuwailid. Kemudian diikuti saudara sepupunya yang masih sangat muda, anak Abū Thālib, bernama ‘Alī, kemudian Abū Bakar, dan disusul oleh Zaid bin Tsābit. Setelah itu, beberapa orang lagi masuk Islam, hingga mencapai empat puluh orang setelah tiga tahun beliau beliau berdakwah. Lalu turunlah wahyu Allah berikutnya, seperti yang disebutkan di dalam al-Qur’ān:
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَ أَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِيْنَ
Artinya:
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS. al-Ḥijr: 94)
Dengan turunnya firman Allah itu, Nabi Muḥammad mulai menyerukan agama Islam di tengah-tengah kaum Quraisy, dengan membacakan kepada mereka beberapa ayat Allah serta menganjurkan kepada mereka agar meninggalkan penyembahan kepada berhala-berhala. Di dalam usahanya itu, beberapa orang di antara kaum Quraisy mulai tertarik kepada ajakannya dan kemudian memeluk Islam. Tapi tidak sedikit di antara mereka yang menentang beliau, bahkan mengancam dengan siksaan yang pedih. Beberapa di antara pemeluk Islam, di antaranya ‘Ammār bin Yāsir sekeluarga dan Bilāl bin Rabāḥ, bahkan telah disiksa dengan kejam.
Karena siksaan kaum Quraisy terhadap orang-orang Islam di Makkah semakin keras, maka berhijrahlah Nabi Muḥammad dan para pengikutnya ke Madīnah. Ketika itu, usia beliau telah mencapai 53 tahun. Di Kota Madīnah Nabi Muḥammad s.a.w. dapat leluasa menyiarkan agama Islam, sehingga semakin hari semakin bertambah banyak pengikutnya. Di kota Madīnah, Rasūlullāh SAW kemudian mempersaudarakan penduduk dengan kaum muslim yang datang dari Makkah. Orang-orang Madīnah kemudian disebut dengan kaum Anshār, dan orang-orang pendatang dari Makkah disebut kaum Muhājirīn.
Setelah Islam menjadi besar di kota Madīnah, Rasūlulllāh s.a.w. bersama sahabat-sahabat dan seluruh pengikutnya kembali ke kota Makkah, dan merebut kembali kota itu dari tangan kaum kafir Quraisy. Kedatangan kaum muslimin di Makkah itu bertepatan dengan tanggal 10 Ramadhān tahun 8 Hijriah. Ketika itu, turunlah firman Allah s.w.t. kepada Nabi Muḥammad s.a.w. sebagaimana disebut di dalam al-Qur’ān:
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ. وَ رَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللهِ أَفْوَاجًا. فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَ اسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
Artinya :
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (QS. an-Nashr: 1-3)
Kemudian Nabi Muḥammad s.a.w. bersama para pengikutya menghancurkan berhala-berhala yang ada di seputar Ka‘bah, sebagaimana firman Allah:
وَ قُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَ زَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا
Artinya :
“Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap.” Sesunggguhnya yang bathil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS. al-Isrā’: 81)
Dua tahun penaklukan Makkah, Nabi Muḥammad s.a.w. beserta kaum muslimin melaksanakan ibadah haji, yang disebut Haji Wada’ (Haji Perpisahan), karena setelah itu beliau meninggalkan umatnya untuk selama-lamanya. Di dalam kesempatan terakhir itu, Rasūlulllāh s.a.w. mengucapkan pidato yang amat bernilai di hadapan seluruh kaum muslimin di Padang ‘Arafah. Pada saat itu, turunlah wahyu Allah yang terakhir, yang berbunyi:
الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ دِيْنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَ اخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَ أَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَ رَضِيْتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِيْنًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لإِثْمٍ فَإِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya:
“Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Mā’idah: 3)
Dengan penuh rasa syukur, Nabi Muḥammad s.a.w. mengakhiri tugasnya sebagai seorang Rasūl dengan mengislamkan seluruh penduduk Makkah, Madīnah, dan daerah-daerah lain di seputar Jazīrah ‘Arabia. Setelah menderita sakit selama beberapa hari, pada tanggal 12 Rabī‘-ul-Awwal tahun ke-11 Hijriyah, beliau berpulang ke Raḥmatullāh dalam usia 63 tahun. Nabi Muḥammad s.a.w. dimakamkan di kota Madīnah. Sebelumnya, beliau sempat berpesan kepada keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh kaum muslimin dengan sabdanya yang termasyhur:
“Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara yang apabila kalian berpegang teguh kepadanya niscaya tidak akan tersesat untuk selama-lamanya, yakni Kitābullāh (al-Qur’ān) dan Sunnah Rasūl-Nya.”
Banyak sekali hikmah atau pelajaran yang dapat dipetik dari kisah Nabi Muḥammad s.a.w., namun sangat terbatas untuk diutarakan di sini. Namun ada hal-hal utama yang harus ditekankan disini, yakni:
4. Kita harus meyakini bahwa Nabi Muḥammad s.a.w. adalah manusia biasa seperti kebanyakan manusia. Syari‘at agama yang berlaku pada diri kita, berlaku pula bagi beliau. Namun ada beberapa syari‘at yang memang khusus untuk Nabi Muḥammad s.a.w. dan kita tidak boleh mengikutinya, seperti; beristri lebih dari empat orang, tidak boleh menerima shadaqah dan lain-lain.