Cahaya-cahaya Hati – Biarkan Hatimu Bicara! (3/4)

Biarkan Hatimu Bicara!
MENCERDASKAN DADA, HATI, FU’AD, DAN LUBB

Oleh: Abū ‘Abd Allāh Muḥammad ibn ‘Alī al-Ḥakīm at-Tirmidzī
 
Judul Asli:
بيان الفرق بين الصدر و القلب و الفؤاد و اللب
للحاكم التلمذي

 
Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy
Penerbit: PT SERAMBI ILMU SEMESTA

Bagaimana menurutmu tentang seseorang yang Allah sendiri menjadi pelindung, penolong, dan pendukungnya. Apakah hakikat kondisi mereka bisa diketahui lewat indra dan akal? Bukankah engkau mengetahui bagaimana kaum yang sesat itu mengingkari karamah para wali dan mi‘rāj Nabi s.a.w. ketika mereka melihat semuanya dengan hawa nafsu yang mereka sebut sebagai akal. Lalu mereka menyatakan bahwa akal mereka tidak bisa menerimanya. Hal semacam itu dinilai tidak rasional. Dan semua yang tidak bisa diterima oleh akal dianggap bāthil. Wahai saudaraku, bagaimana mungkin engkau bisa menangkap kekuasaan Sang Pencipta Yang Mahakuasa, Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Berbuat apa yang dikehendaki dan memutuskan apa yang Dia inginkan lewat perangkat yang bersifat makhlūq dan baru? Mungkinkah sesuatu yang bisa bertambah dan berkurang mampu menjangkau kekuasaan Tuhan yang tidak pernah bertambah dan berkurang serta tidak pernah berubah kondisi-Nya? Akal hanyalah bukti yang Allah berikan kepada hamba. Ia perangkat yang dipergunakan untuk menegakkan pengabdian, tidak untuk menjangkau rubūbiyyah-Nya. Manusia tidak mampu menangkap banyak hal dalam dirinya dan tidak mengetahui hakikatnya kecuali sebatas prasangka dan fantasi. Misalnya hakikat tidur, berbagai kondisi hati, tabiat nafs dan jiwa. Ia tidak mengetahui hakikat nafs. Ia juga tidak mengetahui hakikat akal yang dianggap bisa mengetahui segala sesuatu. Kalau demikian, bagaimana mungkin ia bisa menjangkau apa yang lebih tinggi daripada itu? karenanya, sikap yang benar adalah hendaknya kita tunduk kepada hukum-Nya, menyerah kepada Tuhan, serta kembali kepada al-Ḥaqq. Ahli tauḥīd di atas digambarkan Allah firman-Nya:

Sesungguhnya dalam hal itu ada peringatan bagi orang yang mempunyai hati, atau yang menggunakan pendengaran, sedang ia menyaksikan.” (1411).

Inilah pemilik hati yang sebenarnya. Sebab, yang memelihara hatinya adalah Tuhan. Kalau Allah menyerahkan pemeliharaan hati seseorang kepada dirinya sendiri, maka hatinya akan menyimpang. Sementara kalau Tuhan yang memeliharanya, ia akan menjadi lapang. Orang-orang menghormati manusia semacam ini karena ia mempunyai kedudukan yang mulia. Di sisi lain, ia sendiri menganggap dirinya rendah dan hina. Posisi dirinya terhadap cahaya hatinya ibarat cermin bagi mata. Dengan cahaya hati ia menyaksikan dirinya sehingga benar-benar mengetahuinya. Pengetahuannya ini mengantarkannya kepada pengetahuan tentang Tuhannya.

Allah s.w.t. berfirman:

Juga pada diri kalian (terdapat tanda kekuasaan Tuhan) apakah kalian tidak melihat.”(1422)

Nabi s.a.w. juga bersabda:

Siapa yang mengenal dirinya, niscaya ia mengenal Tuhannya.”

Ini hanya diperuntukkan bagi para pemula saat baru meniti jalan. Apabila ia telah bersambung dengan cahaya kebenaran dan menjadi kuat dengan kekuatan al-Ḥaqq, Sang Kebenaran, lenyaplah di hadapan keagungan-Nya seluruh kekuatan makhlūq, dan sirnalah di hadapan kebenaran-Nya nilai seluruh makhlūq. Allah s.w.t. memberikan gambaran cahaya hati mu’min dalam sebuah permisalan.

Dia berfirman:

اللهُ نُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَ الأَرْضِ مَثَلُ نُوْرِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيْهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِيْ زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوْقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُوْنِةٍ لاَّ شَرْقِيَّةٍ وَ لاَ غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيْءُ وَ لَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُّوْرٌ عَلى نُوْرٍ يَهْدِي اللهُ لِنُوْرِهِ مَنْ يَشَاءُ وَ يَضْرِبُ اللهُ الأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَ اللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

Allah adalah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya bagaikan sebuah ceruk, di dalamnya terdapat sebuah pelita. Pelita itu tertutup di dalam kaca. Kaca itu seakan-akan bintang yang gemerlapan, yang dinyalakan dari pohon yang banyak berkahnya. Yaitu, pohon zaitun yang tumbuh tidak di Timur maupun di Barat, yang minyaknya hampir-hampir menerangi,
walaupun tidak disentuh api; Cahaya di atas cahaya. Allah membimbing
kepada cahaya-Nya siapa saja yang Dia kehendaki, dan Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (1433)

Siapa yang dengan taufīq Allah merenungkan pengertian dari ayat di atas, maka sesungguhnya ayat-ayat al-Qur’ān dari awal hingga akhir akan menerangkan kepadanya pengertian dari ayat tersebut. Wa Allāhu a‘lam.

Setelah itu Allah berfirman:

Siapa yang tidak Allah beri cahaya, maka ia tidak memiliki cahaya sedikit pun.” (1444).

Nama-nama stasiun dalam diri manusia seperti shadr dan qalbu merupakan istilah yang diungkapkan lewat lisan. Tetapi, pada hakikatnya ia merupakan petunjuk kepada berbagai cahaya. Allah meletakkannya di perbendaharaan cahaya-Nya.

Bukankah Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda:

Firasat seorang mu’min tidak pernah salah.”
Seorang mu’min melihat dengan cahaya Allah s.w.t..” (1455)
Mintalah fatwā kepada hatimu.”
Penghalang Allah ada pada hati setiap orang mu’min dan penasihat-Nya ada pada hati setiap mu’min.”

Ketahuilah, wahai saudaraku, bahwa tegaknya kehidupan seluruh makhlūq bergantung kepada Allah s.w.t. Kalau demikian, apalagi dengan orang yang Allah lindungi secara khusus, yang Allah jaga dengan penjagaan-Nya, serta yang Allah masukkan ke dalam golongan khusus-Nya dan yang mendapat pemeliharaan-Nya. Orang yang tidak mati, ia tidak akan melihat hari kiamat kecuali dengan mati.

Sebagaimana bunyi sabda Rasūlullāh s.a.w.:

Siapa yang mati, berarti telah tegak kiamatnya.”

Siapa yang mati, lalu rūḥnya keluar dari raganya, dan berpindah dari dunia ke akhirat, ia akan melihat akhirat berikut apa yang ada di dalamnya. Demikian pula dengan orang yang mati secara ma‘nawi tetapi hidup bersama Tuhannya. Ia sadar bahwa dirinya tidak kuasa memberikan bahaya, manfaat, kematian, kehidupan, dan kebangkitan, Allah telah menyingkap tirai kealpaannya, dan telah tegak kiamatnya, serta ia hidup bersama Tuhannya. Sebab, Dia yang melindungi, menjaga, dan menghidupkan hatinya. Sehingga, dengan cahaya kebenaran, ia bisa menyaksikan apa yang tidak bisa disaksikan oleh orang lain.

Allah berfirman:

Jangan engkau mengira bahwa mereka yang terbunuh di jalan Allah itu mati. Tetapi mereka hidup.” (1466)

Jangan kalian menganggap orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati. Tetapi mereka hidup.” (1477).

Siapa yang terbunuh oleh orang kafir di jalan Allah, Allah jadikan ia hidup sebagai syahid dengan kemurahan-Nya. Jika demikian, bagaimana dengan orang yang terbunuh oleh cahaya cinta-Nya, oleh api perlawanan terhadap hawa nafsu, oleh cahaya mengikuti kebenaran dan api rindu, serta oleh pedang tauḥīd sehingga ia hidup untuk Allah s.w.t.?!

Kehidupan yang diketahui oleh masyarakat secara umum mempunyai beberapa pengertian:

(1) hidupnya raga dengan rūḥ. Ini adalah bentuk kehidupan hewan dan binatang;
(2) hidupnya hati dari gelapnya kekufuran lewat cahaya īmān;
(3) hidupnya jiwa dengan ‘ilmu, sebab orang yang ber‘ilmu itu hidup, sementara orang yang bodoh pada hakikatnya mati;
(4) hidupnya hamba dengan cahaya ketaatan dari gelapnya maksiat;
(5) hidupnya orang yang bertobat lewat cahaya tobat dari gelapnya marabahaya dan lewat cahaya taufīq Allah dari gelapnya melihat mujāhadah;
(6) hidupnya seorang hamba dengan melihat anugerah Allah padanya dan dengan pandangannya yang baik terhadap-Nya dari gelapnya melihat ‘amal.

Tingkatan selanjutnya adalah apa yang tidak mampu disebutkan oleh orang awam.

Allah s.w.t. berfirman:

Katakan (wahai Muḥammad), Rūḥ itu termasuk urusan Tuhanku.” (1488).

Dia menguatkan mereka dengan rūḥ (pertolongan) yang berasal dari-Nya.” (1499).

Dia mengirimkan rūḥ yang berasal dari-Nya kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki.” (15010).

Demikianlah Kami wahyukan kepadamu rūḥ (kitab suci) dengan perintah Kami.” (15111).

Segala sesuatu yang hidup yang Allah ciptakan disebut

Jika dengki, syahwat, dan kesombongan memasuki dada, atau jika anda disaput kepedihan, penderitaan, ataupun tragedi, dan belangsung dalam waktu yang lama, maka dada akan dilingkupi kegelapan. Hati akan mengeras, dan cahaya bāthiniyyah stasiun hati lainnya menjadi redup.

hidup karena memiliki rūḥ. Rūḥ adalah kiasan atas cahaya yang dengannya Allah menghidupkan makhlūq. Sebagaimana Allah katakan, rūḥ itu berasal dari-Nya. Tegaknya rūḥ bergantung kepada Allah. Sementara diri ini bisa tegak dengan keberadaan rūḥ. Orang yang Allah berikan pemahaman tentang hal ini – lewat bantuan tauḥīd, dan taufīq dari-Nya – akan mengetahui rahasia yang ada di baliknya. Misalnya, bagaimana hati menjadi hidup dengan rūḥ hikmah, rūḥ kejujuran, rūḥ cinta, rūḥ perlindungan, rūḥ kesaksian, rūḥ kerasulan, rūḥ al-kalām (al-Qur’ān), dan rūḥ persahabatan. Lalu shadr hidup dengan rūḥ Islām, qalbu hidup dengan rūḥ īmān, fu’ād menjadi hidup dengan rūḥ ma‘rifat dan penyaksian, serta lubb hidup dengan tauḥīd, perasaan tidak berdaya, dan keterhubungan dengan al-Ḥaqq.

Catatan:

  1. 141). QS. Qāf: 37.
  2. 142). QS. adz-Dzāriyāt: 21.
  3. 143). QS. an-Nūr: 35.
  4. 144). QS. an-Nūr: 40.
  5. 145). Kanz-ul-‘Ummāl, juz 1, no. 825.
  6. 146). QS. Āli-‘Imrān: 169.
  7. 147). QS. al-Baqarah: 154.
  8. 148). QS. al-Isrā’: 85.
  9. 149). QS. al-Mujādilah: 22.
  10. 150). QS. Ghāfir: 15.
  11. 151). QS. asy-Syūrā: 52

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *