Hati Senang

Biografi 7 Rais Am PBNU – KH. Moh. Ilyas Ruhiat (4/4)

7 Rais Am PBNU oleh: M. Solahudin Penerbit: Nous Pustaka Utama Kediri, Jawa Timur

(lanjutan)

Yang menarik, sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini, Ajengan Ilyas adalah seorang pegawai negeri sipil (PNS), sebuah predikat yang ‘agak asing’ di kalangan pesantren. Ajengan Ilyas menjadi PNS sejak tahun 1972 dengan NIP 150170390 dan pensiun dengan golongan jabatan Penata Muda III/a tahun 1994. Istrinya, Dedeh, juga seorang PNS yang diangkat tahun 1968 dan pensiun tahun 1993 yang ditugaskan mengajar di MI Cipasung. Kedua putrinya, Neng Ida dan Enung, juga sebagai PNS yang ditempatkan mengajar dı MAN Cipasung.

Kemudian putranya yang seorang penyair atau seniman, Asep Zamzam Noor, adalah seorang ‘presiden PNS’, tapi bukan Pegawai Negeri Sipil, melainkan Partai Nurul Sembako, yaitu gerakan massa yang mengkritik kebijakan birokrat atau PNS!

BERKHIDMAH KEPADA NAHDLATUL ULAMA

Awalnya Ajengan Ilyas masuk ke dalam NU atas anjuran sang ayah. Ajengan Ruhiat pernah menjadi Rais Syuriyah Partai NU (ketika NU masih menjadi partai politik). Ajengan Ruhiat menganjurkan Ajengan Ilyas untuk masuk ke dalam Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), organisasi yang baru dibentuk saat itu.

Pada tahun 1954 diselenggrakan kongres IPNU pertama di Malang, Jawa Timur. Ketika itu Ajengan Ilyas menjadi utusan IPNU Tasikmalaya. Dari situlah Ajengan Ilyas mulai dikenal di kalangan NU. Dia juga mengenal Tolchah Mansoer (kelak dikenal sebagai Prof. Dr. KH. Tolchah Mansoer, SH.), pimpinan IPNU pertama. Jabatan ketua IPNU Tasikmalaya dipegang Ajengan Ilyas dari tahun 1954 hingga 1958. Pada tahun 1965 dia juga terpilih sebagai wakil ketua IPNU Jawa Barat. Empat tahun kemudian (1960) Ajengan Ilyas dipercaya sebagai Wakil Rais Syuriyah PCNU Tasikmalaya dengan raisnya adalah sang ayah, Ajengan Ruhiat.

Adapun pengabdiannya kepada NU di tingkat propinsi dimulai sebagai Wakil Rais III PWNU Jawa barat (1968-1970), Wakil Rais II PWNU Jawa Barat (1974- 1977), musytasyar PWNU Jawa barat (1980), dan Rais Syuriyah PWNU Jawa Barat (1985-1989). Pada saat yang sama Ajengan Ilyas juga masuk ke dalam kepengurusan PBNU, tepatnya sebagai A’wan Syuriyah PBNU (1984- 1989), kemudian Rais Syuriyah PBNU (1989-1992), pejabat pelaksana Rais Am Syuriyah PBNU (1992-1994), Rais Am Syuriyah PBNU (1994-1999), dan terakhir sebagai mustasyar PBNU.

Ada 2 peristiwa penting yang perlu dicatat, yakni Konferensi Besar (Konbes) NU di Lampung tahun 1992 dan Muktamar NU Ke-29 di Cipasung Tasikmalaya. Pada tanggal 23 Januari 1991 KH. Achmad Shiddiq yang menempati posisi sebagai Rais Am Syuriyah PBNU dipanggil Sang Maha Kuasa. Dengan meninggalnya kiai asal Jember ini, NU seperti pesantren besar yang ditinggal wafat pengasuhnya. Para petinggi NU segera mencari tokoh yang tepat untuk menggantikan posisinya. Saat itu yang menjadi Wakil Rais Am Syuriyah PBNU adalah Prof. KH. M. Ali Yafie, namun kiai asal Donggala Sulawesi Tengah ini mengundurkan diri dari kepengurusan PBNU.

Maka, dibutuhkan tokoh lain sebagai pelaksana Rais Am Syuriyah PBNU. Ada 3 nama yang muncul, yaitu Dr. KH. M. Idham Cholid, Dr. KH. M.A. Sahal Mahfudh, dan KH. Yusuf Hasyim. Kiai Idham diusulkan oleh sayap politik NU, Kiai Sahal dijagokan oleh Gus Dur, dan Kiai Yusuf atau Pak Ud menempati posisi tepat di bawah Kiai Ali Yafie yang mengundurkan diri.

Kemudian para rais syuriyah PBNU saat itu, selain Kiai Sahal dan Pak Ud, mengadakan sidang. Mereka berjumlah 8 orang, yaitu KH. Moenasir Ali, KH. Utsman Abidin, KH. Maemun Zubair, KH Musthalih Badawı, KH. Mukeri Ghawith, M.A., KH. Hasyım Latief, KH. Fuad Hasyim, dan KH. Moh. Ilyas Ruhiat atau Ajengan Ilyas. Yang paling santer muncul adalah Kiai Sahal dari Kajen Pati Jawa Tengah dan Pak Ud dari Tebuireng Jombang Jawa Timur. Telah disepakatı keputusan 8 kiai ini bersifat mengikat dan harus diterima dengan ikhlas.mDi luar dugaan banyak pihak, yang terpilih adalah Ajengan Ilyas. Gus Dur cukup kaget dengan keputusan ini, namun segalanya berjalan secara normal. Ajengan Ilyas mampu mendampingi Gus Dur yang menjadi Ketua Umum PBNU hingga 1994. Ajengan Ilyas adalah orang Sunda pertama yang menduduki posisi sebagai Rais Am Syuriyah PBNU.

Berikutnya Muktamar NU Ke-29 yang dilaksanakan di Cipasung, tempat kediaman Ajengan Ilyas. Ini adalah muktamar paling menarik dibicarakan sepanjang perjalanan NU. Ada 4 kandidat Rais Am Syuriah PBNU, yaitu KH. Moh. Ilyas Ruhiat, KH. M.A. Sahal Mahfudh, KH. Abdullah Abbas, dan Dr. KH. Idham Chalid. Dalam pemilihan pertama, Ajengan Ilyas mendapat 205 suara, Kiai Sahal memperoleh 101 suara, Kiai Abdullah Abbas memperoleh 5 suara, dan Kiai Idham mendapat 1 suara.

Seharusnya dilakukan pemilihan kedua dengan kandidat Ajengan Ilyas dan Kiai Sahal. Namun Kiai Sahal meminta para peserta muktamar menetapkan Ajengan Ilyas sebagai Rais Am Syuriyah PBNU dan dia bersedia menjadi wakilnya tanpa pemilihan. Kali ini kembalı Ajengan Ilyas yang dikenal teduh dapat mengayomi semua pihak terpilih sebagai Rais Am Syuriyah PBNU masa khidmah 1994-1999. Peristiwa ini mengingatkan kita pada Muktamar NU ke-25 di Bandung yang menetapkan KH. A. Wahab Hasbullah sebagai Rais Am Syurıyah PBNU dan KH. M. Bisri Syansuri sebagai wakilnya, padahal peserta muktamar sebenarnya memilih Kiaı Bisrı sebagai Rais Am Syuriyah PBNU.

Dalam Muktamar NU ke-29 di Cipasung ini, ada tokoh NU bernama H. Abu Hasan bersaing memperebutkan kursi Ketua Umum Tanfidzıyah PBNU bersaing dengan Gus Dur. Banyak pihak menduga bahwa Abu Hasan adalah ‘orang titipan penguasa untuk menyingkirkan Gus Dur. Mereka kuatir dengan masa depan NU jika yang terpilih adalah Abu Hasan. Namun dalam pemilihan terakhir, Gus Dur memperoleh 174 suara dan Abu Hasan mendapat 142 suara. Gus Dur kembali memimpin organisasi yang didirikan kakeknya ini.

Beberapa hari kemudian, Abu Hasan membuat PBNU tandingan’ yang disebut Koordinası Pimpinan Pusat Nahdlatul Ulama (KPPNU) yang mengangkat dirinya sebagai Ketua Umum Tanfidziyah PBNU dan KH. Abdul Hamid Baidlowi sebagai Rais Am Syuriyah PBNU. Abu Hasan menyebut PBNU-nya Gus Dur cacat hukum sehingga perlu dilakukan Muktamar Luar Biasa (MLB). Tidak hanya itu, Abu Hasan juga melaporkan Gus Dur, sebagai Ketua Umum Tanfidziyah PBNU, yang dituduhnya telah mencemarkan nama baik ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Maka banyak tokoh NU yang harus ‘diseret’ ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai saksı, yaitu Ajengan Ilyas yang menjadi Rais Am Syuriyah PBNU, Kiai Sahal yang menjadi Wakil Rais Am Syuriyah PBNU, dan KH. Dr. Hasyim Muzadi yang saat itu sebagai Ketua PWNU Jawa Timur. Dengan pertolongan Allah, segalanya berjalan dengan baik, Abu Hasan dan KPPNU-nya bagai hilang ditelah bumi. Duet Ajengan Ilyas dan Gus Dur dapat berjalan hingga tahun 1999.

Ajengan Ilyas juga berkiprah di MUI. Diawali sebagai Seksi Hukum MUI Tasikmalaya (1967), anggota pimpinan MUI Tasikmalaya (1970), ketua Dewan Pertim- bangan MUI Tasikmalaya, ketua Bidang Pendidikan MUI Jawa Barat (1979-1989), anggota Dewan Pertimbangan MUI Jawa Barat, anggota Dewan Pertimbangan MUI.

Tentang kekacauan’ Muktamar NU ke-29 di Cipasung, lihat Choirul Anam, Membanding Ulah GPK Abu Hasan (Surabava: Majalah Nahdlatul Ulama Aula, 1996).

Pusat, dan ketua Bidang Ukhuwwah MUI Pusat (1995- 2000). Di lingkungan Departemen Agama (sekarang Kementrian Agama), Ajengan Ilyas pernah ditunjuk sebagai Naib Amirul Hajj (1992-1994). Adapun pengalaman ke luar negeri, selain melaksanakan ibadah hajı, Ajengan Ilyas pernah meng- hadiri Seminar Aqidah di Brunai Darussalam (1993), menghadiri peresmian Masjid Raya Hasan Il di Maroko (1992), dan memenuhi undangan Pusat Islam Malaysia (1995).

Di lingkungan pemerintahan, Ajengan Ilyas pernah menjadi anggota DPRD II Tasikmalaya pada pemilu tahun 1971 mewakili Partai NU. Namun setelah itu, tokoh NU ini lebih memilih mengajar para santri di Pesantren Cipasung. Lalu Ajengan Ilyas pernah menjadi anggota MPR RI utusan daerah Jawa Barat (1992-1997) dan anggota DPA RI komisi Kesejahteraan Rakyat/Kesra (1998-2003).

MENGHADAP SANG KHALIQ

Ajengan Ilyas dipanggil Sang Maha Kuasa pada tanggal 18 Desember 2007 di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Jenazah Rais Am Syuriyah PBNU ke-6 ini dimakamkan di kompleks Pesantren Cipasung Tasikmalaya. Ajengan Ilyas meninggal dalam usia 73 tahun akibat penyakit diabetes yang dideritanya dan beberapa kali terserang stroke.[]

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.