(lanjutan)
Di desa ini juga ada 7 madrasah dan perguruan, yaitu Perguruan Islam Matholi’ul Falah/PIM, Yayasan As-Salafiyah, Perguruan Islam Al-Hikmah/PRIMA, Hadowijaya/Adiwijaya, l’anatut Tholibin/ITB Cebolek, Darun Najah Ngemplak Kidul, dan Khoiriyah Waturoyo.
ASAL-USUL KELUARGA
Di Desa Kajen itulah lahir Kiai Sahal, tepatnya pada tanggal 17 Desember 1937. Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh, itulah nama lengkap Kiai Sahal.
Kiai Sahal adalah anak ke-3 dari 6 bersaudara. Ayah Kiai Sahal adalah KH. Mahfudh Salam (w. 1944) dan ibunya bernama Nyaı Hj. Badriyah (w. 1945). Kelima saudara Kiai Sahal adalah: M. Hasyim, yang wafat saat berjuang melawan agresi militer Belanda, kedua, Hj. Muzayyanah yang menjadi istri KH. Manshur pengasuh Pesantren An-Nur Lasem. Salamah yang menjadi istri KH. Mawardi pengasuh Pesantren Bugel Jepara, Hj. Fadhillah yang menjadi istri KH. Rodli Sholeh (pernah menjadi Wakil Rais Am Syuriyah PBNU), Hj. Khodijah yang menjadi istri KH. Maddah pengasuh Pesantren Assuniyah Jember.
Ayah Kiai Sahal, Kiai Mahfudh Salam, adalah saudara KH. Abdullah Salam, kiai kharismatik asal Kajen sebagaimana disebutkan di atas. Suami Salamah (adik Kiai Sahal), yakni Kiai Mawardi, adalah kakak istri Kiai Abdullah Salam. Lalu suami Khadijah (adik Kiai Sahal), yakni Kiai Maddah, adalah cucu Kiai Nawawi, dan Kiai Nawawi adalah adik Kiai Abdus Salam (kakek Kiai Sahal). Jadi, di antara saudara ipar Kiai Sahal masih ada hubungan famili. Ini adalah tradisi yang biasa terjadi di kalangan pesantren.
Kiai Mahfudh Salam atau ayah Kiai Sahal juga masih saudara sepupu dengan KH. M. Bisri Syansuri (w. 1981), salah satu pendiri NU. Orang lebih mengenal Kiai Bisri sebagai kiai asal Jombang, Jawa Timur karena menjadi pengasuh Pesantren Denanyar Jombang. Padahal, Kiai Bisri lahir di Pati, Jawa Tengah.
Kemudian istri Kiai Sahal, Nyai Hj. Nafisah, adalah cucu Kiai Bisri. Nyai Hj. Nafisah adalah putri Nyai. Musyarrofah binti KH. M. Bisri Syansuri. Maka tidak heran Gus Dur ketika masih hidup biasa memanggil ‘paman’ kepada Kiai Sahal. Gus Dur adalah cucu Kiai Bisri dari jalur ibu karena ibunda Gus Dur adalah putri Kiai Bisri. Jadi, istri Kiai Sahal adalah sepupu Gus Dur, sedangkan Kiai Sahal adalah paman Gus Dur. Maka sudah selayaknya jika Kiai Sahal menjadı Rais Am Syuriyah PBNU.
Kiai Mahfudh Salam telah wafat ketika Kiai Sahal masih berusia 7 tahun. Jadı, Kiai Sahal termasuk anak yatim. Ketika itu, Kiai Mahfudh Salam memimpin para santri Kajen dalam perempuran melawan rongrongan penjajahan Jepang. Tidak hanya Kiai Mahfudh Salam, ada KH. Abdus Salam (ayah Kiai Mahfudh Salam atau kakek Kiai Sahal), KH. Nawawi dan KH. Abdullah Thahir Nawawi. Konon Kiai Mahfudh Salam meninggal dalam penjara di Ambarawa tahun 1944. Yang menyedihkan, tidak diketahui di mana makam Kiai Mahfudh Salam hingga sekarang.
Seperti disebutkan di atas, M. Hasyim yang merupakan kakak sulung Kiai Sahal juga gugur dalam pertempuran menghadapi agresi militer Belanda kedua. Dan keempat saudara Kiai Sahal adalah perempuan. Maka, Kiai Sahal sangat diharapkan dapat meneruskan perjuangan keluarganya untuk mengelola pesantren.
MENUNTUT ILMU
Di atas dijelaskan Desa Kajen dengan puluhan pesantrennya serta keluarga Kiai Sahal yang berlatar belakang pesantren. Maka, tidak heran jika Kiai Sahal telah mengenal pendidikan agama sejak kecil. Kiai Sahal awal mulanya belajar kepada ayahnya sendiri, Kiai Mahfudh Salam.
Menginjak usia 6 tahun, Kiai Sahal belajar di Madrasah Ibtidaiyah Kajen yang diselesaikan tahun 1949. Selanjutnya Kiai Sahal melanjutkan studinya ke Madrasah Tsanawiyah yang juga di Desa Kajen. Pendidikan di Madrasah Tsanawiyah diselesaikan tahun 1953. Di antara orang yang pernah mengajar Kiai Sahal adalah KH. Ma’shum (Ngemplak, Pati), KH. Muhammadun Hadi, KH Abdul Hadi Noer, Kiai A. Rifa’i Nasuha, dan Kiai Dimyathi Mughni. Empat orang yang disebut ini berasal dari Kajen. Tentunya juga Kiai Mahfudh Salam (sang ayah) dan Kiai Abdullah Salam (sang paman).
Kiai Sahal juga mengikuti kursus ‘ilmu umum’ di Kajen pada tahun 1951-1953. Yang dipelajari saat itu adalah filsafat, bahasa Inggris, administrasi, psikologi, administrasi, dan tata negara. Di antara gurunya ada yang bernama H. Amin Fauzan. Kemudian Kiai Sahal melanjutkan studinya ke Jawa Timur, tepatnya ke Pesantren Bendo, Pare, Kediri. Ketika itu pesantren ini masih diasuh oleh pendirinya, KH. Khazin Muhajir yang merupakan paman Syaikh Ihsan al- Jamfasi, penulis kitab Siraj al-Thalibin. Empat tahun lamanya Kiai Sahal belajar di Pesantren Bendo.
Pada tahun 1957 Kiai Sahal melangkahkan kakinya ke Jawa Tengah, tepatnya ke Pesantren Sarang Rembang yang saat itu diasuh oleh KH. Zubair Dahlan, ayah KH. Maemun Zubair. Di pesantern yang ada di pesisir pantai utara ini, Kiai Sahal belajar selama 3 tahun. Selesai belajar di Sarang Rembang, Kiai Sahal melanjutkan studinya ke tanah suci Mekkah. Selama 3 tahun lamanya Kiai Sahal belajar kepada Syaikh Muhammad Yasin bin Isa al-Fadani (w. 1990), seorang ulama besar Mekkah keturunan Padang Sumatra Barat. Pada tahun 1963 Kiai Sahal pulang ke tanah air.
BERKHIDMAH KEPADA NAHDLATUL ULAMA
Kiai Sahal telah aktif berorganisasi sejak maih muda. Di usia yang baru menginjak 10 tahun, Kiai Sahal telah dipercaya sebagai ketua Persatuan Islam Indonesia (PII) cabang Margoyoso, Pati (1947-1952). Dari tahun 1951 hingga 1953 Kiai Sahal juga dipercaya menjabat sekretaris Organisasi Persatuan Pesantren di Margoyoso, Pati.
Ketika belajar di Pesantren Bendo Pare, Kediri, Kiai Sahal menjabat sebagai ketua Ikatan Santri se-Karesidenan Pati di Pare, Kediri (1954-1956). Memasuki usia 21 tahun, Kiai Sahal diberi amanah sebagai ketua Forum Diskusi Fikih (1958-1965), semacam kegiatan bahtsul masa’il dalam istilah pesantren sekarang.
Pada tahun 1963 setelah pulang dari belajar kepada Syaikh Muhammad Yasin bin Isa al-Fadani di Mekkah, Kiai Sahal memimpin Pesantren Maslakul Huda (PMH) dan menjadi direktur Perguruan Islam Matholi’ul Falah (PIM). Padahal saat itu Kiai Sahal baru berusia 26 tahun, usia yang relatif muda untuk mengasuh pesantren. Empat tahun berikutnya, Kiai Sahal dipercaya kaum nahdliyyın sebagai katib syuriyah PCNU Pati (1967-1975).
(bersambung)