Hati Senang

Bersama Sang Rahib, Buhaira/Bahira – Ar-Rahiq-ul-Makhtum – al-Mubarakfuri

Bersama Sang Rahib, Buhaira/Bahira

 

Ketika usia Rasūlullāh s.a.w. mencapai dua belas tahun – ada yang berpendapat lebih dari 2 bulan 10 hari (212[/efn_note]) – Abū Thālib mengajak beliau pergi berdagang dengan tujuan Syam, hingga tiba di Bushra, yaitu suatu daerah yang sudah termasuk Syam yang merupakan ibukota Haurān, yang juga merupakan ibukotanya orang-orang ‘Arab, walaupun di bawah kekuasaan Bangsa Romawi. Di negeri ini ada seorang rahib yang dikenal dengan sebutan Bahira. Nama aslinya adalah Jurjis. Tatkala rombongan singgah di daerah ini, maka sang rahib menghampiri mereka dan mempersilakan mereka mampir ke tempat tinggalnya sebagai tamu kehormatan. Padahal, sebelumnya rahib tersebut tidak pernah keluar, namun begitu dia bisa mengetahui Rasūlullāh s.a.w. dari sifat-sifat beliau.

Sambil memegang tangan beliau, sang rahib berkata: “Orang ini adalah pemimpin semesta alam. Anak ini akan diutus Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam.”

Abū Thālib bertanya: “Dari mana engkau tahu hal itu?”

Rahib Bahira menjawab: “Sebenarnya sejak kalian tiba di ‘Aqabah, tidak ada bebatuan dan pepohonan pun melainkan mereka tunduk bersujud. Mereka tidak sujud melainkan kepada seorang nabi. Aku bisa mengetahuinya dari cincin nubuwwah yang berada di bagian bawah tulang rawan bahunya yang menyerupai buah apel. Kami juga mendapati tanda itu di dalam Kitab kami.”

Kemudian sang rahib meminta agar Abū Thālib kembali lagi bersama beliau tanpa melanjutkan perjalanan ke Syam, karena dia takut gangguan orang-orang Yahudi. Maka Abū Thālib mengirim beliau bersama beberapa pemuda agar kembali lagi ke Makkah. (223).

Perang Fijār/Fujjār

Pada usia 15 tahun, meletus Perang Fijār antara pihak Quraisy bersama Kinānah, berhadapan dengan pihak Qais Ailān. Komandan pasukan Quraisy bersama Kinānah dipegang oleh Ḥarb bin Umayyah, karena pertimbangan usia dan kedudukannya yang terpandang. Pada mulanya pihak Qais Ailān yang mendapat kemenangan. Namun, kemudian beralih ke pihak Quraisy bersama Kinānah.

Dinamakan Perang Fijār, karena terjadi pelanggaran terhadap kesucian Tanah Ḥaram dan bulan-bulan suci. Rasūlullāh s.a.w. ikut bergabung dalam peperangan ini dengan cara mengumpulkan anak panah bagi paman-paman beliau untuk dilemparkan kembali ke pihak musuh. (234) (245).

Catatan:

  1. 121). Yang berpendapat demikian ialah Ibn-ul-Jauzi di dalam Talqīhu Fuhūmi Ahlil Ātsār, hal. 7.
  2. 22). Mukhtasharu Sīrat-ir-Rasūl, Syaikh ‘Abdullāh an-Najdī, hal 16 dan as-Sīrat-un-Nabawiyyah, Ibnu Hisyām, I/180-183. Disebutkan di dalam kitab at-Tirmidzī dan lain-lainnya bahwa Abū Thālib juga mengutus Bilāl bersama beliau (Tuḥfat-ul-Ahwadzī). Maka Ibn-ul-Qayyūm al-Jauziyyah berkata: “Hal ini merupakan kesalahan yang amat mencolok, karena boleh jadi saat itu Bilāl belum lahir. Kalaupun sudah lahir, maka tidak bakalan dia bergabung bersama Abū Thālib ataupun Abū Bakar.” Lihat Zād-ul-Ma‘ād, I/17.
  3. 23). , Ibnu Hisyām, I/184-187; Qalbu Jazīrat-il-‘Arab, hal. 260; dan Muḥādharatu Tārīkh-il-Umam-il-Islāmiyyah, al-Khudharī, hal. I/63.
  4. 24). Komentar: Sanadnya dha‘īf. Dr. Akram al-‘Umarī dalam as-Sīrat-un-Nabawiyyat-ush-Shaḥīḥah, (I/111) mengatakan: “Tidak terbukti bahwa Rasūlullāh s.a.w. menghadirinya.” Pentaḥqīq, Sīratu Ibni Hisyām (I/240, Cet. Darush-Shahabah) menyatakan: “Sanadnya mu‘dhal.” Ibnu Katsīr menyebutkan kisah ini di dalam al-Bidāyatu wa-Nihāyah, II/28189, mengutip dari Ibnu Isḥāq dan Ibnu Hisyām dengan sanad lemah. Ibnu Sa‘ad juga meriwayatkannya, I/126-128 dengan sanad-sanadnya yang lemah semua dari riwayat al-Wāqidī yang matruk. (al-Malaḥ).
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.