Nabi ‘Īsā a.s. memberikan berita gembira kepada kaumnya di dalam Kitāb Injīl tentang fārqalīth yang artinya sama dengan Muḥammad atau Aḥmad. Hal ini dibenarkan oleh al-Qur’ān melalui firman-Nya Sūrat-ush-Shaff [61]: 6:
وَ إِذْ قَالَ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ إِنِّيْ رَسُوْلُ اللهِ إِلَيْكُمْ مُّصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَ مُبَشِّرًا بِرَسُوْلٍ يَأْتِيْ مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوْا هذَا سِحْرٌ مُّبِيْنٌ
“Dan (ingatlah) ketika ‘Īsā bin Maryam berkata: “Hai Bani Isrā’īl, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurāt, dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasūl yang akan datang sesudahku, yang namanya Aḥmad (Muḥammad)”. Maka tatkala Rasūl itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata”.”
Nabi ‘Īsā a.s. menceritakan tentang ciri-ciri fārqalīth ini dengan sifat-sifat yang hanya cocok bagi nabi kita. Selanjutnya, Nabi ‘Īsā mengatakan bahwa dia (Muḥammad) menegur dan meluruskan umat manusia atas kesalahan-kesalahan yang telah mereka lakukan, dan dia mengajarkan kepada mereka semua perkara yang hak karena ia tidak mengucapkan kata-kata menurut dirinya sendiri, tetapi hanya menyampaikan apa yang didengarnya dari wahyu Allah. Sifat inilah yang disebut dalam a-Qur’ān-ul-Karīm Sūrat-un-Najm [53]: 3-4:
وَ مَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوْحَى
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Qur’ān) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”
Disebutkan pula dalam Kitāb Injīl Barnābās tentang nama Rasūlullāh s.a.w. secara jelas, tetapi sangat disayangkan kitab Injīl Barnābās ini, yang baru saja ditemukan kemudian, tidak lama kemudian disembunyikan oleh tangan-tangan jahil.
Pembahasan ini akan memudahkan kita untuk memahami pergerakan besar yang dilakukan oleh para pendeta dan rāhib menjelang diutusnya Rasūlullāh s.a.w. Dahulu, orang-orang Yahūdī meminta bantuan kepada Bangsa ‘Arab Madīnah dengan (kedatangan) Rasūl yang ditungu-tunggu. ‘Āshim bin ‘Amr bin Qatādah menceritakan dari beberapa tokoh dari kaumnya, mereka berkata: “Sesungguhnya yang mendorong kami masuk Islām – dengan Rahmat Allah – adalah apa yang dahulu kami dengar dari rāhib-rāhib Yahūdī. Dahulu, kami adalah ahli syirik dan penyembah berhala, sedangkan mereka Ahli Kitāb. Mereka memiliki pengetahuan yang tidak kami miliki. Antara kami dan mereka selalu terjadi keributan. Apabila kami berhasil menimpakan kepada mereka sesuatu yang tidak mereka sukai, mereka mengatakan kepada kami: “Sudah dekat masa diutusnya Nabi, saat itu kami akan memerangi kalian bersamanya sebagaimana memerangi kaum ‘Ād dan Iram.” Kami sering mendengar hal itu dari mereka.
Ketika Allah mengutus Rasūl-nya, Muḥammad s.a.w. maka kami menyambutnya saat Beliau menyeru kami beribadah kepada Allah, dan kami telah mengetahui apa yang mereka (Yahūdī) ancamkan kepada kami dengannya (ya‘ni diutusnya Rasūl). Lalu kami segera mendahului mereka untuk menyambutnya. Lalu kami beriman dan mereka kafir.”
Orang-orang Yahūdī berani mengatakan kepada orang-orang musyrik ‘Arab, “Kami akan memerangi kalian sebagaimana memerangi kaum ‘Ād dan Iram bersamanya (nabi yang ditunggu-tunggu itu) karena diantara sifat Nabi s.a.w. yang tertera di dalam kitab suci mereka bahwa nabi ini kelak akan memberantas kemusyrikan dengan kekuatan. Namun, mereka tidak menyangka bahwa kedengkian dan baghyu akan menguasai hati mereka sehingga mereka membuang agama yang lurus, yang menyebabkan mereka patut mendapatkan ‘adzāb di dunia dan di akhirat.
Umayyah bin Abī-sh-Shalt, seorang Nashrānī ‘Arab, sering mengatakan: “Sesungguhnya aku telah menemukan dalam kitab Injīl sifat seorang nabi yang akan diutus di negeri kami.”
Salmān al-Fārisī r.a. menceritakan pula bahwa ia pernah membersamai seorang pendeta Nashrānī selama beberapa waktu, dan pendeta itu sering berkata kepadanya: “Hai Salmān, sesungguhnya Allah kelak akan mengutus seorang rasūl bernama Aḥmad. Ia dilahirkan di daerah pegunungan Tihāmah. Tandanya ialah ia mau memakan hadiah, tetapi tidak mau memakan zakat.” Cerita yang dikemukakan pendeta tersebut merupakan penyebab masuk Islāmnya Salmān di kemudian hari.
Tatkala Rasūlullāh s.a.w. mengirimkan surat kepada raja-raja di seluruh penjuru dunia, tiada seorang raja pun yang menghina suratnya kecuali Kisrā, Raja Persia, yang tidak mempunyai pengetahuan dari kitab suci. Semua raja pemeluk agama Nashrānī seperti Raja Najāsyī dari Ḥabasyah, Muqauqis, Raja Mesir, dan Kaisar Herakhlius dari Romawi, memuliakan tamu utusan Nabi s.a.w. yang datang kepada mereka menyampaikan surat Nabi s.a.w. Di antara mereka ada yang mau beriman kepada Rasūlullāh s.a.w. seperti Raja Najāsyī dari Ḥabasyah, dan ada juga yang menolak, tetapi dengan penolakan yang lembut dan hampir saja mau masuk Islām seandainya tidak karena kedudukannya sebagai seorang raja besar, seperti Kaisar Heraklius. Di antara mereka ada pula yang memberi hadiah seperti Muqauqis, Raja Mesir. Pada saat itu Rasūlullāh belum memiliki kekuatan yang dapat mengantarkan raja-raja itu masuk Islām. Perlakuan yang baik itu tiada lain karena mereka mengetahui bahwa al-Masīḥ a.s. telah memberikan berita gembira tentang kedatangan seorang rasūl sesudah dia. Dan ternyata sifat-sifat Rasūlullāh s.a.w. sesuai dengan apa yang disebutkan di dalam kitab mereka. Maka mereka mau menyambut seruan itu dengan hal yang lebih baik.
Berita yang didengar melalui bisikan-bisikan para juru ramal sebelum masa Rasūlullāh s.a.w. cukup banyak yang menyatakan kedatangannya, tetapi kiranya cukup bukti apa yang telah kami tuturkan tadi karena data-datanya cukup autentik. Sekalipun demikian pekerjaan-pekerjaan yang telah dilimpahkan Allah s.w.t. kepadanya dan semua perkataan yang telah disampaikan kepada kita merupakan bukti yang kuat tentang kenabiannya dan pengukuhan bagi seruannya.
Penjelasan secara terperinci tentang Nabi ini akan disebutkan nanti. Karena itu, hendaknya hal tersebut diperhatikan dengan baik, in syā’ Allāh kita akan mendapat petunjuk. Semoga Allah memberikan hidāyah kepada kita ke jalan yang lurus.