Bab Adab – Terjemah Tauhid Sabilul Abid KH. Sholeh Darat (1/3)

TERJEMAH TAUHID

سَبِيْلُ الْعَبِيْدِ عَلَى جَوْهَرَةِ التَّوْحِيْدِ
Oleh: Kiyai Haji Sholeh Darat
Mahaguru Para Ulama Besar Nusantara
(1820-1903 M.)

Penerjemah: Miftahul Ulum, Agustin Mufrohah
Penerbit: Sahifa Publishing

Rangkaian Pos: 004 Persoalan Aqidah yang Bersumber dari Dalil Naqli (Sam'iyyah) - Terjemah Tauhid Sabilul Abid

Bab Adab

Ketahuilah bahwa Dzāt Yang tak pernah berpisah darimu dan Yang Maha Mengetahui aktivitas lahir bathinmu adalah Tuhanmu yang telah menciptakanmu, ya‘ni Allah s.w.t. Diwajibkan dan sangat dianjurkan bagi kalian untuk meluangkan waktu baik siang maupun malam untuk menyendiri dan bermunajat kepada-Nya. Karenanya, pelajarilah adab atau tata krama menghadap Allah s.w.t.

 

Adab Kepada Allah

Adab kepada Allah di antaranya:

  1. Menundukkan kepala.
  2. Menutup kedua mata.
  3. Mengistiqāmahkan diam, tidak berbicara kecuali ada keperluan.
  4. Anggota tubuhnya diam dan tenang.
  5. Bergegas melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
  6. Tidak banyak i‘tirādh kepada Allah. Maksudnya, jangan mengejek makhlūq ciptaan Allah dan memprotes kekuasaan-Nya.
  7. Mendahulukan dan memilih kebenaran serta meninggalkan kebāthilan.
  8. Memutus semua harapan kepada makhlūq.
  9. Jangan pernah mengharap kebaikan makhlūq.
  10. Tawādhu‘, rendah hati, dan takut kepada Allah s.w.t.
  11. Menenangkan hati dari urusan usaha, menerima taqdīr Allah karena sudah yakin atas pemberian-Nya.
  12. Bertawakkal pada anugerah Allah s.w.t. karena sudah percaya dan yakin bahwa pilihan Allah untuknya pasti baik.

Pegang teguhlah semua adab ini di setiap waktumu.

 

Adab Orang Ber‘ilmu

Jika engkau adalah seorang ‘ālim (orang yang memiliki ‘ilmu), ketahuilah bahwa adab seorang ‘ālim ada tujuh belas, yaitu:

  1. Menepis keburukan manusia kepada dirinya.
  2. Selalu menjaga sifat wibawa.
  3. Ketika sedang bepergian, hendaknya tenang dan matanya tidak jelalatan.
  4. Tidak berbicara kecuali ada keperluan.
  5. Menundukkan kepala.
  6. Tidak takabbur, kecuali kepada orang zhālim.
  7. Memilih tempat yang hina dan rendah ketika duduk.
  8. Tidak bersenda-gurau kecuali ada hak.
  9. Memiliki rasa kasih-sayang kepada orang yang belajar ‘ilmu.
  10. Perlahan dan hati-hati ketika menjelaskan ‘ilmu pada orang yang bodoh. Maksudnya, telaten menerangkan sampai orang tersebut paham, jangan merasa congkak atas kebodohan orang tersebut.
  11. Ketika berbincang dengan orang yang bodoh, hendaknya menggunakan bahasa yang halus dan santun. Jangan menggunakan suara yang lantang dan membentak-bentak. Jangan memarahinya dengan mengatakan “Entahlah, saya tidak tahu!”
  12. Mendengarkan pertanyaan orang yang bertanya dengan seksama dan memberikan jawaban yang memahamkan.
  13. Menampung ḥujjah atau sanggahan orang yang bertanya, jangan langsung menolaknya.
  14. Mau mengakui dan mengikuti kebenaran walaupun dari orang yang hina.
  15. Mencegah orang yang akan mempelajari ‘ilmu yang tidak bermanfaat dan orang yang belajar dengan tujuan selain Allah. Maksudnya, jangan menerima santri yang tujuan belajarnya adalah mencari kekayaan (seperti sawah atau lainnya) atau menjadi pelayan pemimpin yang zhālim.
  16. Melarang santri mempelajari ‘ilmu yang berhukum fardhu kifāyah sebelum mempelajari ‘ilmu yang berhukum fardhu ‘ain. ‘Ilmu yang berhukum fardhu ‘ain adalah ‘ilmu untuk memperbaiki perilaku zhāhir dan bāthinnya dengan taqwā kepada Allah.
  17. Orang ‘ālim harus bertaqwā, agar perbuatan dan ucapannya dapat ditiru orang awam. Jangan menyuruh orang awam bertaqwā padahal dirinya sendiri belum melakukannya. Jangan seperti sumbu atau lilin, mampu menyinari yang lain tapi dirinya sendiri terbakar dan hancur.

Ketujuh belas hal di atas adalah adab yang harus dimiliki oleh seorang ‘ālim.

 

Adab Pencari ‘Ilmu

Adab Pencari ‘Ilmu pada Guru.

Jika engkau pencari ‘ilmu, adab seorang pencari ‘ilmu terhadap gurunya atau terhadap orang yang ‘ālim ada banyak sekali, di antaranya adalah:

  1. Mengucapkan salām saat berjumpa.
  2. Tidak banyak bicara di hadapan orang yang ‘ālim.
  3. Jangan berbicara kecuali sudah dipersilakan.
  4. Jangan mengadukan sebuah permasalahan kecuali sudah mendapatkan idzin.
  5. Jangan mengatakan: “Mengapa ucapan anda yang ini berbeda dengan kyai fulan?” kepada guru.
  6. Jangan berselisih pendapat dengan gurumu, apalagi sampai merasa bahwa dirimu lebih pandai dan lebih benar daripada gurumu.
  7. Jangan bermusyāwarah dengan teman di hadapan guru saat gurumu sedang mengajar.
  8. Jangan menoleh ke kanan-kiri saat di hadapan guru, duduklah dengan menundukkan kepala dan tenang dengan adab yang benar.
  9. Jangan banyak berbicara saat guru merasa lelah atau menemui kesulitan. Diamlah!.
  10. Ketika gurumu berdiri, ikutlah berdiri.
  11. Jangan menguntit di belakang guru sambil menyampaikan pertanyaan.
  12. Jangan bertanya sesuatu kepada guru saat berada di jalan, bertanyalah ketika sudah sampai di rumah.
  13. Jangan pernah berprasangka buruk kepada gurumu saat beliau melakukan perbuatan yang secara zhāhir terlihat buruk. Sebab, beliau lebih mengetahui apa yang dilakukan. Ingatlah kisah Nabi Mūsā a.s. saat berguru kepada Nabi Khidhir a.s.

Semua yang disebutkan di atas adalah adab seorang pelajar kepada guru. Adapun adab seorang pelajar kepada dirinya sendiri ada 10.

Adab Pencari ‘Ilmu pada diri sendiri. (2481):

  1. Membersihkan hatinya dari sifat-sifat tercela dan menghindari perilaku tercela.
  2. Mengurangi ketertarikan dan keterikatan pada dunia.
  3. Tidak menyombongkan ‘ilmu yang dimiliki. Jangan memerintah guru atau membangkang perintah beliau, turutilah apa yang dikehendaki beliau.
  4. Jangan ikut serta mendengarkan perbedaan pendapat para ‘ulamā’ saat engkau masih pelajar pemula.
  5. Renungkan tujuan utama dari ‘ilmu yang yang engkau pelajari. Jika engkau memiliki kecerdasan berpikir dan pemahaman yang baik, maka pelajarilah secara mendalam, sehingga engkau benar-benar ahli dalam ‘ilmu tersebut. Namun jika tidak mampu, cukup mempelajari yang fardhu ‘ain saja.
  6. Jangan mempelajari beberapa ‘ilmu sekaligus, pelajarilah secara urut dan bertahap.
  7. Jangan mempelajari kitab lain sebelum selesai mempelajari kitab yang sedang dikaji.
  8. Hendaknya mengetahui tujuan ‘ilmu yang dipelajari. Semisal mempelajari ‘Ilmu Ushūl-ud-Dīn (pokok-pokok agama) tujuannya adalah ma‘rifat Allah s.w.t., mempelajari ‘ilmu fiqih bertujuan agar bisa benar dalam melakukan ‘ibādah kepada Allah s.w.t. Adapun ‘ilmu yang tujuannya bukan ma‘rifat dan bukan taat kepada Allah, maka jangan engkau pelajari.
  9. Niat belajar untuk memperbaiki hati agar bisa mendekatkan diri kepada Allah s.w.t. Jangan pernah berniat untuk mencari pangkat, harta benda, atau untuk mencari nama besar agar mudah mendapatkan pangkat, harta, atau kedudukan.
  10. Mengetahui tujuan mempelajari suatu ‘ilmu. Seperti tujuan orang mu’min adalah agar bisa bahagia di akhirat kelak. Maka, jangan mempelajari ‘ilmu yang mengajak kepada cinta dunia dan pangkat, seperti mempelajari bab salām (akad pesan), bab da‘waan dan musābaqah (perlombaan). Apa gunanya mempelajarinya jika seumur hidupmu engkau tidak pernah menda‘wa juga tak pernah lomba menunggang kuda. Umurmu akan terbuang sia-sia hanya untuk mempelajari sesuatu yang tidak ada manfaatnya baik di dunia maupun di akhirat.

 

Hak dan Adab Seorang Anak (Terhadap Orang Tua).

Jika engkau masih memiliki ayah dan ibu, engkau harus berbakti kepada keduanya. Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

بِرُّ الْوَالِدَيْنِ أَفْضَلُ مِنَ الصَّلَوةِ وَ الصَّدَقَةِ وَ الصَّوْمِ وَ الْحَجِّ وَ الْعَمْرَةِ وَ الْجِهَادِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ تَعَالَى.

Berbakti kepada kedua orang tua lebih utama daripada shalat, shadaqah, puasa, haji, ‘umrah dan berjihad di jalan Allah s.w.t.

Allah s.w.t. telah berfirman kepada Nabi Mūsā a.s.: “Wahai Mūsā, barang siapa berbakti kepada kedua orang tuanya namun dia mendurhakai-Ku, maka Aku akan tetap mencatatnya sebagai orang yang taat. Sebaliknya, barang siapa yang taat kepada-Ku akan tetapi mendurhakai kedua orang tuanya, maka Aku akan tetap mencatatnya sebagai orang yang durhaka.”

Adapun adab seorang anak kepada orang tuanya adalah:

  1. Ketika kedua orang tuamu berkata, maka dengarkanlah.
  2. Ketika mereka berdiri, maka ikutlah berdiri untuk menghormati.
  3. Mematuhi perintah kedua orang tua selama tidak bertentangan dengan syarī‘at.
  4. Jangan berjalan di depan kedua orang tua.
  5. Berbicara dengan suara pelan saat berbincang dengan kedua orang tua, jangan keras-keras, karena tidak sopan.
  6. Saat dipanggil, hendaknya menjawab dengan jawaban: “Labbaik (Jawa: dalem)”.
  7. Berkata “permisi” saat meminta idzin untuk berbicara.
  8. Bersungguh-sungguh mencari keridhāan kedua orang tua.
  9. Bersikap tawādhu‘ (rendah hati) dengan cara menundukkan pandangan saat bersama kedua orang tua.
  10. Jangan pernah mengungkit-ungkit bakti yang telah engkau lakukan kepada orang tua.
  11. Jangan merasa bangga apalagi sombong karena telah memenuhi perintah kedua orang tua.
  12. Harus memandang (memperlakukan) kedua orang tua dengan penuh kasih-sayang. Ingatlah bahwa beliau adalah orang yang telah merawatmu sedari kecil.
  13. Jangan memandang orang tua dengan pandangan penuh kebencian.
  14. Jangan cemberut atau bermuka masam saat di hadapan orang tua.
  15. Duduk dan menundukkan kepala saat berbincang dengan kedua orang tua.
  16. Jangan bepergian kecuali atas idzin kedua orang tua.

Dalam sebuah hadits diriwayatkan, ada salah seorang sahabat yang bertanya kepada Rasūlullāh s.a.w.: “Bagaimana cara aku bisa berbakti kepada kedua orang tuaku? Sedangkan kedua orang tuaku sudah meninggal dunia.” Nabi s.a.w. bersabda: “Doakanlah beliau, mintakan ampun, penuhilah janji beliau, dan bersedekahlah yang pahalanya kau hadiahkan untuk beliau.Wallāhu a‘lam bish-shawāb.

Catatan:

  1. 248). Imām Abū Ḥāmid Muḥammad bin Muḥammad al-Ghazālī, Iḥyā’u ‘Ulūm-id-Dīn, Beirut, Dār-ul-Kutub-il-‘Ilmiyyah, 1999, juz I, hal. 51-56.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *