Syaikh Ibrāhīm al-Laqqānī berkata:
وً الْعَرْشُ وَ الْكُرْسِيُّ ثُمَّ الْقَلَمُ | وَ الْكَاتِبُوْنَ اللَّوْحُ كُلٌّ حِكَمُ. |
“‘Arasy, kursi kemudian pena dan Malaikat pencatat serta lauḥ maḥfūzh, semuanya mengandung ḥikmah.”
Wujudnya ‘arasy, kursi, qalam (pena) untuk mencatat, malaikat pencatat serta lauḥ maḥfūzh itu semuanya merupakan hikmah dari Allah s.w.t.
Syaikh Ibrāhīm al-Laqqānī berkata:
لَا لِاحْتِيَاجٍ وَ بِهَا الْإِيْمَانُ | يَجِبْ عَلَيْكَ أَيُّهَا الْإِنْسَانُ. |
“Bukan karena satu keperluan. Wajib engkau mengimani (keberadaan)nya wahai sekalian manusia.”
Terciptanya ‘arasy, kursi, dan lauḥ maḥfūzh itu tidak dikarenakan Allah membutuhkannya. Dan atas apa yang disebutkan tadi diharuskan kepada setiap mukallaf untuk mengimani keberadaannya.
‘Arasy adalah jisim agung dari cahaya yang tinggi derajatnya, berada di atas langit ke tujuh sebagaimana kubah yang menutupi seluruh alam. ‘Arasy memiliki 4 tiang penyangga yang dipikul oleh 4 malaikat, di hari kiamat kelak akan dipikul oleh 8 malaikat.
Kursi adalah jisim agung dari cahaya yang berada tepat di bawah ‘arasy dan di atas langit ke tujuh juga.
Qalam (pena) adalah jisim agung dari cahaya yang diciptakan Allah s.w.t. untuk menuliskan apa-apa yang sudah, sedang dan yang akan terjadi hingga kelak hari kiamat.
Kātibūn (malaikat-malaikat pencatat) itu dibagi menjadi 3 macam:
Adapun lafazh (اللَّوْحُ) itu ‘athaf kepada lafazh sebelumnya dengan membuang huruf ‘athafnya, bukan menjadi maf‘ūl bih (obyek) dari lafazh kātibūn jangan salah memahaminya.
Lauḥ adalah jisim dari cahaya yang menjadi tempat menulis bagi qalam. Penulisan qalam pada lauḥ ini dengan kekuasaan Allah bukan malaikat, menulis apa yang telah dan akan terjadi, sesuai idzin Allah.
Seorang mu’min tidak dianjurkan membahas perihal bentuk dan sifat dari apa-apa yang sudah disebutkan tadi. Kita hanya wajib mengimani keberadaannya, adapun dzāt dan sifatnya, hanyalah Allah yang mengetahuinya. Allah menciptakan kelima hal tersebut, juga menciptakan makhlūq pasti mengandung ḥikmah yang hanya diketahui oleh Allah. Allah menciptakan ‘arasy bukan untuk menjaga Dzāt-Nya, menciptakan kursi bukan untuk dijadikan tempat duduk, menciptakan malaikat kātibūn dan lauḥ maḥfūzh bukan untuk pengingat hal-hal yang akan dilupakan, (Maha Suci Allah dari semua itu) sama sekali tidak demikian adanya, semua itu muḥāl bagi Allah. Semua penciptaan itu ada hikmahnya. Seorang mukallaf wajib mengimani bahwa kewajiban beriman itu ta‘abbudī.