2-3
Jika kita ingin mengetahui ruh, maka sebenarnya ruh itu merupakan rahasia Ilahi yang dapat memberikan kehidupan bagi jasad, yaitu kehendak Allah agar kita dapat hidup. Maka jika Allah mencabut kehendak-Nya, habislah sudah kehidupan duniawi. Tetapi kematian bukan merupakan perjalanan akhir dari kehidupan, melainkan hanya merupakan akhir dari satu tahap perjalanan dan merupakan permulaan tahap perjalanan yang baru yang mempunyai norma-norma tersendiri yang hanya diketahui oleh Allah.
Sudah kami jelaskan, bahwa manusia dapat berpindah dari satu keadaan ke keadaan yang lain dalam satu waktu. Ketika seseorang meletakkan kepalanya di atas bantal – umpamanya – dan membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, maka saat ia memasuki tidur berarti ia berpindah dari satu keadaan ke keadaan yang lain. Dan saat terbangun, maka saat itulah ia berpindah dari satu keadaan ke keadaan yang lain, yang kedua keadaan itu adalah berbeda, bahkan bertolak belakang.
Rasūlullāh s.a.w. telah menerangkan bahwa kehidupan dunia hanyalah merupakan masa yang pendek dari perjalanan kehidupan yang panjang. Dalam hal ini beliau mengibaratkan dengan musafir yang menggunakan sebagian waktunya dengan berteduh di bawah sebuah pohon kemudian beranjak melanjutkan perjalanannya lagi. Perumpamaan ini beliau maksudkan untuk memberikan gambaran kehidupan dunia yang sangat pendek kepada kita, yaitu jika dibandingkan dengan perjalanan hidup manusia yang sebenarnya, sebagaimana sabda beliau;
“Apa sebenarnya aku dan apa sebenarnya dunia ini? Aku di dunia hanyalah seperti seorang penunggang yang sedang berteduh di bawah sebuah pohon kemudian beranjak meninggalkannya.”
Manusia terkadang bingung memikirkan tentang ruh. Orang-orang Yahudi pernah bertanya kepada Rasulullah s.a.w. tentang ruh dan bagaimana ruh itu dapat menghidupkan jasad. Mereka beranggapan bahwa beliau akan memberikan jawaban dari dirinya sendiri yang menguatkan kebenaran risalahnya. Lalu turunlah wahyu dari Allah:
وَ يَسْأَلُوْنَكَ عَنِ الرُّوْحِ قُلِ الرُّوْحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّيْ وَ مَا أُوْتِيْتُمْ مِّنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيْلًا
Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. Al-Isrā’: 85).
Ini berarti bahwa ruh itu akan tetap menjadi rahasia Allah di antara rahasia-rahasia lainnya, dan tentunya tidak dapat diketahui oleh manusia mana pun – bahkan para nabi dan rasul – hingga hari kiamat.
Ruh – yang tidak dapat kita ketahui – telah dijadikan Allah sebagai salah satu bukti keimanan dan merupakan suatu kekuatan yang memalingkan pandangan kita kepada kekuasaan Allah s.w.t. Dengan adanya ruh berarti Dia telah mengajarkan kepada kita bagaimana kita menempuh jalan keimanan, sementara kita penuh dengan keyakinan terhadap keberadaan Allah Yang Maha Ada, yakin bahwa keberadaan kita dan semua makhluk adalah bukti adanya Allah Yang Maha Pencipta.
Walaupun ruh berada di dalam jasad manusia, namun manusia yang ditempatinya tidak mengetahuinya; tidak mengetahui bagaimana ruh dapat masuk ke dalam jasadnya; bagaimana keluarnya dari jasad; dan di mana letaknya ada jasad manusia. Apakah ruh terletak di dalam otak sehingga dapat memberikan isyarat-isyarat kepada jasad agar bisa bereaksi? Ataukah berada di dalam jantung sehingga jantung dapat terus berdenyut selama manusia hidup, di mana berhentinya jantung berarti matinya manusia, yang berarti keluarnya ruh dari jasadnya? Ataukah berada di tangan sehingga dapat digerkakkan? Atau di kaki sehingga dapat dipergunakan untuk berjalan? Atau di mata sehingga dapat melihat? Di telinga sehingga dapat mendengar? Di manakah ruh itu letaknya dalam jasad manusia?