Antara Ahli Makrifat dan Orang Tersesat – Tutur Penerang Hati – Ibn ‘Atha’illah

Terapi Ma‘rifat
 
Tutur Penerang Hati

Oleh: Ibnu ‘Athā’illāh as-Sakandarī
Judul Asli: Bahjat-un-Nufūs
 
 
Penerjemah: Fauzi Faishal Bahreisy
Penerbit: Zaman

12

Antara Ahli Makrifat dan Orang Tersesat

 

Orang yang lalai berbeda dengan ahli makrifat. Perbedaannya tampak pada cara berpikir dan keadaan mereka. Orang yang lalai, jika tidur berkata: “Besok aku akan melakukan ini dan itu.” Seolah ia yakin bahwa semua perkara ada di tangannya. Adapun ahli makrifat jika tidur akan bertanya: “Apa yang akan Allah perbuat padaku besok?” Sebab, ia berkeyakinan bahwa semua urusan ada di tangan Allah.

Satu pagi, orang yang lalai berpikir tentang dunia dan berusaha mencarinya. Ia menghitung-hitung apakah dunianya bertambah atau berkurang. Sedangkan orang yang zuhud dan ahli ibadah, memasuki waktu pagi, akan mengevaluasi bagaimana kondisinya bersama Allah. Ia begitu perhatian untuk menambah ‘amal-‘amal ketaatan. Sementara itu, ahli makrifat, di waktu pagi maupun sore, selalu mengevaluasi kondisi qalbunya bersama Allah. Wahai saudaraku, perhatikanlah dirimu agar bisa mengetahui termasuk kelompok mana engkau sebenarnya, dan jangan sampai engkau menipu diri sendiri.

Ketahuilah bahwa ketaatan, penyakit, kekayaan atau kemiskinan yang Allah berikan padamu, pada hakikatnya itu semua merupakan ujian dan cobaan. Allah berfirman: “Kami akan menguji kalian degan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kepada Kami-lah kalian dikembalikan.” (al-Anbiyā’ [21]: 35).

Ketahuilah, apabila secara lahiriah kondisi junub menghalangimu untuk memasuki masjid, melakukan shalat, dan membaca al-Qur’ān, demikian pula secara bāthiniah. Ia menghalangimu untuk masuk menghampiri-Nya, menghalangimu untuk merasakan nikmatnya dzikir, taat, serta menghalangimu untuk memahami syarī‘at dan firman-Nya. Itulah “junub kelalaian”. Allah melarang kita mengikuti dan mematuhi mereka. Allah berfirman: “Janganlah engkau mengikuti orang yang Kami lalaikan qalbunya dari peringatan Kami lalu ia mengikuti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (al-Kahfi [18]: 28).

Setiap kali seorang mu’min mengingat dosanya, pastilah bersedih, dan setiap kali mengingat ketaatannya, pasti ia bahagia. Menurut Luqmān al-Ḥakīm,

Satu pagi, orang yang lalai berpikir tentang dunia dan berusaha mencarinya. Ia menghitung-hitung apakah dunianya bertambah atau berkurang. Sedangkan orang yang zuhud dan ahli ibadah, memasuki waktu pagi, akan mengevaluasi bagaimana kondisinya bersama Allah. Ia begitu perhatian untuk menambah ‘amal-‘amal ketaatan. Sementara itu, ahli makrifat, di waktu pagi maupun sore, selalu mengevaluasi kondisi qalbunya bersama Allah.

seorang mu’min mempunyai dua qalbu. Dengan yang satu ia menambatkan harapan, sedangkan dengan yang lainnya ia merasa cemas. Di satu sisi, ia berharap ‘amalnya diterima dan di sisi lain ia merasa cemas kalau tidak diterima. Apabila rasa harap dan cemasnya ditimbang pastilah seimbang.

Allah berfirman: “(Apakah orang musyrik yang bakal beruntung) ataukah orang yang tekun beribadah di waktu malam dengan bersujūd dan berdiri di hadapan Allah karena cemas terhadap hari akhirat dan mengharap rahmat Tuhannya?” (az-Zumar [39]: 9).

Siapa yang ingin membulatkan perhatiannya kepada Allah dan ingin keluar dari musibah kelalaian, maka hendaknya mengerjakan semua perintah Allah ‘azza wa jalla, banyak berdzikir, dan senantiasa membaca kitāb-Nya.

Wahai manusia, bila engkau merasa berpaling dan lalai dari Allah serta mengikuti syahwat, maka itu berasal dari dirimu sendiri. Sementara bila engkau merasa kembali, cemas, dan zuhud terhadap dunia, maka itu karena karunia Allah.

Sama seperti halnya ketika melihat duri di sekitarmu. Duri itu merupakan tumbuhan asli negerimu. Tentu saja jika ada bunga mawar, kesturi, dan ambar, maka ia didatangkan dari hasil ciptaan Allah. Bukan tumbuhan asli negerimu. Kesturi berasal dari kijang Irak, sedangkan ambar berasal dari laut India.

Beberapa manusia, selama empat puluh tahun, tak pernah menghadiri shalat berjamaah di masjid karena mencium bau busuk qalbu mereka yang lalai.

Ada yang berpendapat bahwa kalau ada hewan buruan yang tertangkap, baik di darat maupun laut, sebabnya tidak lain karena hewan itu lalai bertasbīḥ kepada Allah. Begitu pula kalau ada pohon yang tertebang, sebabnya karena ia lupa berdzikir kepada Allah.

Seorang pencuri takkan bisa mencuri di sebuah rumah yang penghuninya terjaga. Ia hanya bisa mencuri di rumah yang penghuninya sedang lalai atau tidur.

Yang Tersesat di Sahara Kehidupan.

Wahai saudaraku yang mulia, ketahuilah bahwa orang yang tersesat bukanlah orang yang tidak tahu jalan baik di darat maupun di padang sahara. Namun yang sebetulnya tersesat adalah orang yang tidak mengetahui jalan petunjuk. Allah berfirman: “Ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah jalan tersebut! Janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Begitulah Dia memberi wasiat kepada kalian agar kalian bertaqwā.” (al-An‘ām [6]: 153).

Orang yang tersesat adalah yang meminta penghargaan dari manusia, tidak dari Allah. Siapa yang melakukan hal itu, sungguh telah tersesat dan salah jalan. Dan kepergian orang yang salah jalan hanya akan menambah jauh jaraknya dari Allah. Orang itulah yang sebetulnya tersesat, kecuali kalau ia segera kembali pada keimanan dan menempuh jalan yang lurus. Yaitu, jalan Nabi kita Muḥammad s.a.w. dan jalan para sahabat beliau yang suci.

Bila engkau mengucapkan kalimat lā ilāha illā Allāh (tiada tuhan selain Allah), engkau dituntut oleh Allah untuk memenuhi hak kalimat tersebut. Yaitu, menisbatkan segala sesuatu hanya kepada Allah. Engkau harus betul-betul yakin tanpa keraguan sedikitpun bahwa Dialah yang menciptakan kita sekaligus amal perbuatan kita. Tak ada sesuatu yang berjalan di atas kerajaan-Nya kecuali atas pengetahuan dan idzin-Nya. Pengaturan segala sesuatu yang berada di alam ini berasal dari-Nya dan menuju kepada-Nya.

Mengenai kelompok yang sesat dan menyesatkan, Allah berfirman: “Ada sebuah kelompok yang dicemaskan oleh diri mereka sendiri. Mereka berprasangka buruk terhadap Allah seperti sangkaan orang-orang jahiliah. Mereka berkata: “Apakah kami berhak ikut campur tangan dalam urusan kami?” Katakan bahwa sesungguhnya segala urusan ada di tangan Allah.” (Āli ‘Imrān [3]: 154).

Kalau ada yang menyangka bahwa manusia bisa melakukan sesuatu semaunya secara hakiki tak ubahnya seperti anjing yang dilempari batu. Anjing itu akan segera menghampiri batu tadi lalu ia gigit dan ia jilat. Anjing tersebut sama sekali tidak mengetahui bahwa sebenarnya bukan batu yang melakukan. Batu itu hanya alat yang dipakai oleh penggunanya. Demikianlah kondisi seseorang yang menyangka bahwa bencana yang datang berasal dari manusia. Kalau begitu ia sama seperti anjing.

Kalau ada yang menganggap kebaikan itu berasal dari para makhlūq, sehingga menghinakan diri dan mendekati mereka karena ingin memperoleh apa yang ada pada mereka, ia persis seperti binatang ketika melihat sais atau pelayan yang memeliharanya. Binatang tersebut akan menunduk dan merendahkan diri padanya. Ketika sang pemilik dan majikannya datang, binatang itu tak peduli bahkan bisa jadi benci dan menendangkan kakinya pada si majikan. Sebab, ia tak mengetahui kalau itu adalah sang majikan yang memberikan berbagai karunia dan kenikmatan padanya. Namun, karena tak punya akal, ia tak bisa membedakan antara pelayan dan majikan.

Wahai manusia, bila engkau menyangka rezeki yang sampai kepadamu berasal dari manusia berarti engkau sama seperti binatang tadi. Engkau telah tersesat dari jalan yang benar. Karena itu, luruskan letak akalmu. Melompatlah pada jalan yang benar agar engkau dapat menyaksikan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah Yang Maha Pemberi nikmat.

Jangan engkau menyangka ia berasal dari selain-Nya. Sebenarnya, Allah memberikan nikmat tersebut lewat jalan tangan para hamba-Nya. Bukan makhlūq yang sebetulnya memberi. Ia hanya ibarat pelayan yang mengantarkan padamu. Oleh sebab itu, bersyukurlah kepada Tuhan sebelum engkau bersyukur kepada manusia. Pujilah Allah yang telah memberikan berbagai nikmat padamu dan telah membuat qalbu para hamba-Nya merasa iba terhadapmu.

Wahai saudaraku, jangan sekali-kali engkau lalai terhadap keesaan Allah. Kedudukan tertinggi bagi para ahli dzikir adalah mengakui keesaan Allah. Dan itu baru bisa terwujud kalau seorang hamba mengingat-Nya. Tidaklah mereka tertolak dari rahmat Allah, melainkan karena mereka berdzikir dalam kondisi qalbu yang lalai dan berpaling. Maka, minta tolonglah kepada Allah supaya menghancurkan syahwat perut dan kemaluan. Juga agar supaya engkau bisa berjalan di atas jalan yang benar, yakni jalannya para nabi, rasūl, dan orang-orang shāliḥ. Allah berfirman: “Siapa menjadikan Allah, Rasūl-Nya, dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, maka sesungguhnya kelompok pengikut Allah itulah yang pasti menang.” (al-Mā’idah [5]: 56).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *