Hati Senang

Abud-Darda’ r.a. – Hilyat-ul-Auliya’ wa Thabaqat-ul-Ashfiya’ (3)

حلية الأولياء وطبقات الأصفياء
Ḥilyat-ul-Auliyā’i wa Thabaqāt-ul-Ashfiyā’
(Perhiasan para Wali dan Tingkatan-tingkatan Orang-orang yang Suci.)

Oleh: Al-Imam Abu Nu’aim al-Ashfahani r.h.

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، ثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ، ثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، وَ حَدَّثَنَا أَبُوْ عَمْرِو بْنُ حَمْدَانَ، ثَنَا الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ، ثَنَا بِشْرُ بْنُ الْحَكَمِ، ثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، ثَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ صَاحِبٍ، لَهُ، أَنَّ أَبَا الدَّرْدَاءِ، كَتَبَ إِلَى سَلْمَانَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُمَا: «وَ يَا أَخِي اغْتَنِمْ صِحَّتَكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ أَنْ يَنْزِلَ بِكَ مِنَ الْبَلَاءِ مَا لَا يَسْتَطِيْعُ الْعِبَادُ رَدَّهُ، وَ اغْتَنِمْ دَعْوَةَ الْمُبْتَلَى»
وَ يَا أَخِيْ لِيَكُنِ الْمَسْجِدُ بَيْتَكَ؛ فَإِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ: «إِنَّ الْمَسَاجِدَ بَيْتُ كُلِّ تَقِيٍّ»، وَ قَدْ ضَمِنَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ لِمَنْ كَانَتِ الْمَسَاجِدُ بُيُوْتَهُمْ بِالرَّوْحِ وَ الرَّاحَةِ وَ الْجَوَازِ عَلَى الصِّرَاطِ إِلَى رِضْوَانِ الرَّبِّ عَزَّ وَ جَلَّ ”
“وَ يَا أَخِي ارْحَمِ الْيَتِيْمَ، وَ أَدْنِهِ مِنْكَ وَ أَطْعِمْهُ مِنْ طَعَامِكَ، فَإِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ – وَ أَتَاهُ رَجُلٌ يَشْتَكِيْ قَسْوَةَ قَلْبِهِ – فَقَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: «أَتُحِبُّ أَنْ يَلِيْنَ قَلْبُكَ؟» فَقَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «أَدْنِ الْيَتِيْمَ مِنْكَ، وَ امْسَحْ رَأْسَهُ، وَ أَطْعِمْهُ مِنْ طَعَامِكَ؛ فَإِنَّ ذلِكَ يُلِيْنُ قَلْبَكَ، وَ تَقْدِرُ عَلَى حَاجَتِكَ»
وَ يَا أَخِيْ لَا تَجْمَعْ مَا لَا تَسْتَطِيْعُ شُكْرَهُ؛ فَإِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ: “يُجَاءُ بِصَاحِبِ الدُّنْيَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِيْ أَطَاعَ اللهَ تَعَالَى فِيْهَا وَ هُوَ بَيْنَ يَدَيْ مَالِهِ وَ مَالُهُ خَلْفُهُ، كُلَّمَا تَكَفَّأَ بِهِ الصِّرَاطُ قَالَ لَهُ مَالُهُ: امْضِ فَقَدْ أَدَّيْتَ الْحَقَّ الَّذِيْ عَلَيْكَ”، قَالَ: “وَ يُجَاءُ بِالَّذِيْ لَمْ يُطِعِ اللهَ فِيْهِ وَ مَالُهُ بَيْنَ كَتِفَيْهِ فَيُعْثِرُهُ مَالُهُ وَ يَقُوْلُ لَهُ: وَيْلَكَ هَلَّا عَمِلْتَ بِطَاعَةِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ فِيَّ، فَلَا يَزَالُ كَذلِكَ حَتَّى يَدْعُوْ بِالْوَيْلِ ”
وَ يَا أَخِيْ إِنِّيْ حُدِّثْتُ أَنَّكَ اشْتَرَيْتَ خَادِمًا؛ وَ إِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ [ص: 215] : «لَا يَزَالُ الْعَبْدُ مِنَ اللهِ وَ هُوَ مِنْهُ مَا لَمْ يُخْدَمْ، فَإِذَا خُدِمَ وَجَبَ عَلَيْهِ الْحِسَابُ»، وَ أَنَّ أُمَّ الدَّرْدَاءِ سَأَلَتْنِي خَادِمًا – وَأَنَا يَوْمَئِذٍ مُوسِرٌ – فَكَرِهْتُ ذَلِكَ لِمَا سَمِعْتُ مِنَ الْحِسَابِ ”
«وَ يَا أَخِيْ مَنْ لِيْ وَ لَكَ بِأَنْ نُوَافِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَ لَا نَخَافُ حِسَابًا»
«وَ يَا أَخِيْ لَا تَغْتَرَنَّ بِصَحَابَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ، فَإِنَّا قَدْ عِشْنَا بَعْدَهُ دَهْرًا طَوِيْلًا، وَاللهُ أَعْلَمُ بِالَّذِيْ أَصَبْنَاهُ بَعْدَهُ» رَوَاهُ ابْنُ جَابِرٍ وَ الْمُطَعَّمُ بْنُ الْمِقْدَامِ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ وَاسِعٍ، أَنَّ أَبَا الدَّرْدَاءِ كَتَبَ إِلَى سَلْمَانَ مِثْلَهُ

  1. Sulaimān bin Aḥmad menceritakan kepada kami, Isḥāq bin Ibrāhīm menceritakan kepada kami, ‘Abd-ur-Razzāq menceritakan kepada kami; dan Abū ‘Amr bin Ḥamdān menceritakan kepada kami, al-Ḥasan bin Sufyān menceritakan kepada kami, Bisyr bin Ḥakam menceritakan kepada kami, ‘Abd-ur-Razzāq menceritakan kepada kami, Ma‘mar menceritakan kepada kami, dari seorang sahabatnya, bahwa Abud-Dardā’ menulis surat kepada Salmān r.a. yang isinya: “Saudaraku, manfaatkan sehatmu dan waktu luangmu sebelum engkau ditimpa ujian yang tidak bisa ditolak oleh para hamba. Dan manfaatkanlah doanya orang yang terkena ujian. Saudaraku, hendaklah masjid menjadi rumahmu, karena aku mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya masjid-masjid itu merupakan rumah bagi setiap orang yang bertaqwa.” Allah menjamin bagi orang yang menjadikan masjid sebagai rumah mereka bahwa dia akan mendapatkan rahmat, ketenangan, dan bisa melewati Shirāth menuju ridha Rabb ‘azza wa jalla. Saudaraku, sayangilah anak yatim, dekatkanlah dia kepadamu, berilah makan dia seperti yang kau makan, karena aku mendengar Rasūlullāh s.a.w. didatangi seseorang yang mengeluhkan kerasnya hatinya, lalu Rasūlullāh s.a.w. bersabda kepadanya: “Apakah kamu ingin hatimu menjadi lembut?” Dia menjawab: “Ya.” Beliau bersabda: “Dekatkanlah anak yatim kepadamu, usaplah kepalanya, berilah dia makan seperti makanan yang kau makan, karena hal itu bisa melembutkan hatimu, dan engkau akan mampu memenuhi hajatmu.” Saudaraku, janganlah engkau kumpulkan sesuatu yang tidak sanggup engkau syukuri, karena aku mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Di Hari Kiamat nanti akan didatangkan pemilik dunia yang menaati Allah terkait dunianya itu; dia berada di depan hartanya, dan hartanya berada di belakangnya. Setiap kali Shirāth membuatnya oleng, maka hartanya berkata kepadanya: “Berjalanlah terus, karena engkau telah menunaikan hak yang wajib bagimu.” Beliau juga bersabda: “Dan didatangkan orang yang tidak menaati Allah dalam masalah harta; hartanya berada di atas kedua pundaknya sehingga hartanya itu membuatnya terjatuh dan berkata kepadanya: “Celakalah kau! Mengapa dahulu kau tidak taati Allah dalam masalahku?” Dia terus dalam keadaan seperti itu hingga dia meminta mati.” Saudaraku, aku dikasih kabar bahwa engkau membeli budak pelayan, padahal aku mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Seorang hamba senantiasa bersama Allah dan Allah bersamanya selama dia tidak dilayani. Dan apabila dia telah dilayani, maka wajiblah hisab baginya.”

Dan sesungguhnya Umm-ud-Dardā’ pernah meminta dibelikan budak pelayan – dan saat itu aku berkepalangan – tetapi aku tidak menyukai itu lantaran adanya hisab yang kudengar. Saudaraku, apa yang kita punya untuk mendatangi Hari Kiamat tanpa merasa takut hisab? Saudaraku, janganlah engkau teperdaya dengan status sebagai sahabat Rasūlullāh s.a.w., karena kita hidup sepeninggal beliau dalam jangka waktu yang lama, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kita perbuat sepeninggal beliau.” (201).

Atsar ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Jābir dan Mutha‘am bin Miqdām dari Muḥammad bin Wasī‘ bahwa Abud-Dardā’ menulis surat kepada Salmān dengan redaksi yang sama.

 

حَدَّثَنَا أَبُوْ بَكْرِ بْنُ مَالِكٍ، ثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، حَدَّثَنِيْ أَبِيْ، ثَنَا سَيَّارٌ، ثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، ثَنَا ثَابِتٌ الْبُنَانِيُّ، قَالَ: “خَطَبَ يَزِيْدُ بْنُ مُعَاوِيَةَ إِلَى أَبِي الدَّرْدَاءِ ابْنَتَهُ الدَّرْدَاءَ فَرَدَّهُ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ جُلَسَاءِ يَزِيْدَ: أَصْلَحَكَ اللهُ، تَأْذَنُ لِيْ أَنْ أَتَزَوَّجَهَا؟ قَالَ: «أَغْرِبْ وَيْلَكَ» قَالَ: فَائْذَنْ لِيْ أَصْلَحَكَ اللهُ، قَالَ: «نَعَمْ»، قَالَ: فَخَطَبَهَا فَأَنْكَحَهَا أَبُو الدَّرْدَاءِ الرَّجُلَ، قَالَ: فَسَارَ ذلِكَ فِي النَّاسِ: أَنَّ يَزِيْدَ خَطَبَ إِلَى أَبِي الدَّرْدَاءِ فَرَدَّهُ، وَ خَطَبَ إِلَيْهِ رَجُلٌ مِنْ ضُعَفَاءِ الْمُسْلِمِيْنَ فَأَنْكَحَهُ، قَالَ: فَقَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ: «إِنِّيْ نَظَرْتُ لِلدَّرْدَاءِ، مَا ظَنُّكُمْ بِالدَّرْدَاءِ إِذَا قَامَتْ عَلَى رَأْسِهَا الْخِصْيَانُ؟ وَ نَظَرْتُ فِيْ بُيُوْتٍ يُلْتَمَعُ فِيْهَا بَصَرُهَا، أَيْنَ دِيْنُهَا مِنْهَا يَوْمَئِذٍ؟»

  1. Abū Bakar bin Mālik menceritakan kepada kami, ‘Abdullāh bin Aḥmad bin Ḥanbal menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami, Sayyār menceritakan kepada kami, Ja‘far bin Sulaimān menceritakan kepada kami, Tsābit al-Bunānī menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazīd bin Mu‘āwiyah pernah meminang putri Abud-Dardā’ yang bernama ad-Dardā’, namun Abud-Dardā’ menolaknya. Lalu berkatalah seseorang dari teman majelis Yazīd: “Semoga Allah memperbaiki keadaanmu. Apakah kamu mengidzinkanku untuk menikahinya?” Abud-Dardā’ menjawab: “Enyahlah, celaka kau! “ Orang itu berkata lagi: “Idzinkahlah aku, semoga Allah memperbaiki keadaanmu.” Akhirnya Abud-Dardā’ berkata: “Baiklah.” Kemudian orang itu meminangnya, dan Abud-Dardā’ pun menikahkan putrinya dengan orang itu. Berita itu tersiar di tengah masyarakat, bahwa Yazīd meminang kepada Abud-Dardā’ lalu dia menolaknya, lalu ada seorang laki-laki yang miskin meminangnya, lalu Abud-Dardā’ menerimanya”. Lalu Abud-Dardā’ berkata: “Sesungguhnya aku mempertimbangkan ad-Dardā’. Menurut kalian, bagaimana nasib ad-Dardā’ seandainya dia bersuami orang yang melakukan kebiri? Aku juga memperhatikan rumah di mana dia memandang dengan mata yang jalang; di mana agamanya saat itu?”

حَدَّثَنَا أَبُوْ جَعْفَرٍ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ سُلَيْمَانَ، ثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمَخْزُوْمِيُّ، ثَنَا أَبُوْ عَوْفٍ عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنُ مَرْزُوْقٍ، ثَنَا دَاوُدُ بْنُ مِهْرَانَ، قَالَ: ” وَقَفْتُ عَلَى فُضَيْلِ بْنِ عِيَاضٍ، وَ أَنَا غُلَامٌ، فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ، وَ عَيْنَاهُ مَفْتُوْحَتَانِ، وَ أَنَا أَظُنُّ، أَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَيَّ، فَمَكَثَ طَوِيْلًا ثُمَّ أَطْرَقَ فَقَالَ: مُنْذُ كَمْ أَنْتَ هَهُنَا يَا بُنَيَّ؟ قُلْتُ: مُنْذُ طَوِيْلٍ، قَالَ: أَنْتَ فِيْ شَيْءٍ، وَ نَحْنُ فِيْ شَيْءٍ، ثُمَّ قَالَ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ مِهْرَانَ – وَ كَانَ لَا يَقُوْلُ: الْأَعْمَشَ – عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ: «حَذَرَ امْرُؤٌ أَنْ تُبْغِضَهُ قُلُوْبُ الْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُ»، ثُمَّ قَالَ: «أَتَدْرِيْ مَا هَذَا؟» قُلْتُ: لَا، قَالَ: «الْعَبْدُ يَخْلُوْ بِمَعَاصِي اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ فَيُلْقِي اللهُ بُغْضَهُ فِيْ قُلُوْبِ الْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُ»

  1. Abū Ja‘far Aḥmad bin Muḥammad bin Sulaimān menceritakan kepada kami, ‘Abdullāh bin Muḥammad al-Makhzūmī menceritakan kepada kami, Abū ‘Auf ‘Abd-ir-Raḥmān bin Marzūq menceritakan kepada kami, Dāūd bin Mihrān menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku berdiri di depan Fudhail bin ‘Iyādh – saat aku masih kecil, lalu aku mengucapkan salam kepadanya. Kedua matanya terbuka sehingga aku mengiranya memandangiku. Kemudian dia tersadar dan bertanya: “Sejak kapan kamu di sini, anakku?” Aku menjawab: “Sejak lama.” Dia berkata: “Kita tidak sepikiran.” Kemudian dia berkata: “Sulaimān bin Mihrān menceritakan kepada kami, – dia tidak mengatakan: al-A‘masy – dari Sālim bin Abī Ja‘d dari Abud-Dardā’ r.a., dia berkata: “Hendaknya seseorang itu waspada sekiranya dia dibenci oleh hati orang-orang mu’min tanpa dia sadari.” Kemudian dia berkata: “Tahukah kamu apa maksudnya?” Aku menjawab: “Tidak.” Dia berkata: “Yaitu seorang hamba yang berbuat maksiat kepada Allah dalam keadaan sembunyi-sembunyi, lalu Allah merasukkan kebencian kepadanya di dalam hati orang-orang mu’min tanpa dia sadari.”

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ عَبْدِ اللهِ، ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، ثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيْدٍ، ثَنَا الْفَرَجُ بْنُ فَضَالَةَ، عَنْ لُقْمَانَ بْنِ عَامِرٍ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ: «مُعَاتَبَةُ الْأَخِ خَيْرٌ لَكَ مِنْ فَقْدِهِ، وَ مَنْ لَكَ بِأَخِيكَ كُلِّهِ [ص: 216] ، أَعْطِ أَخَاكَ وَ لِنْ لَهُ، وَ لَا تُطِعْ فِيْهِ حَاسِدًا فَتَكُوْنَ مِثْلَهُ غَدًا، يَأْتِيْكَ الْمَوْتُ فَيَكْفِيْكَ فَقْدَهُ، كَيْفَ تَبْكِيْهِ بَعْدَ الْمَوْتِ وَ فِيْ حَيَاتِهِ مَا قَدْ كُنْتَ تَرَكْتَ وَصَلَهُ؟» رَوَاهُ مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ، عَنْ أَبِي الزَّاهِرِيَّةِ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، نَحْوَهُ

  1. Ibrāhīm bin ‘Abdillāh menceritakan kepada kami, Muḥammad bin Isḥāq menceritakan kepada kami, Qutaibah bin Sa‘īd menceritakan kepada kami, Faraj bin Fadhālah menceritakan kepada kami, dari Luqmān bin ‘Āmir, dari Abud-Dardā’ r.a., dia berkata: “Teguran keras dari seorang saudara itu lebih baik bagimu daripada kehilangannya. Siapa yang bisa menolongmu jika kamu kehilangan semua saudaramu! Berilah ia, dan bersikap lembutlah kepadanya! Janganlah kamu mengikuti orang yang dengki kepadanya sehingga kamu akan menjadi sepertinya kelak. Kematian akan datang kepadamu, maka cukuplah bagimu kehilangannya. Bagaimana mungkin engkau menangisinya sesudah dia mati, sedangkan di masa hidupnya engkau tidak mau menjalin silaturahim dengannya?

Atsar ini juga diriwayatkan oleh Mu‘āwiyah bin Shāliḥ dari Abū Zāhiriyyah dari Abud-Dardā’ dengan redaksi yang serupa.

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ جَعْفَرِ بْنِ حَمْدَانَ، ثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، ثَنَا دَاوُدُ بْنُ عُمَرَ، ثَنَا عَبْثَرٌ، ثَنَا بُرْدٌ، عَنْ حِزَامِ بْنِ حَكِيْمٍ، قَالَ: قَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ: «لَوْ تَعْلَمُوْنَ مَا أَنْتُمْ رَاءُوْنَ بَعْدَ الْمَوْتِ لَمَا أَكَلْتُمْ طَعَامًا عَلَى شَهْوَةٍ، وَ لَا شَرِبْتُمْ شَرَابًا عَلَى شَهْوَةٍ، وَ لَا دَخَلْتُمْ بَيْتًا تَسْتَظِلُّوْنَ فِيْهِ، وَ لَخَرَجْتُمْ إِلَى الصُّعُدَاتِ تَضْرِبُوْنَ صُدُوْرَكُمْ، وَ تَبْكُوْنَ عَلَى أَنْفُسِكُمْ، وَ لَوَدِدْتُمْ أَنَّكُمْ شَجَرَةٌ تُعْضَدُ ثُمَّ تُؤْكَلُ»

  1. Aḥmad bin Ja‘far bin Ḥamdān menceritakan kepada kami, ‘Abdullāh bin Aḥmad bin Ḥanbal menceritakan kepada kami, Dāūd bin ‘Umar menceritakan kepada kami, ‘Abtsar menceritakan kepada kami, Burd menceritakan kepada kami, dari Ḥizām bin Ḥakīm, dia berkata: Abud-Dardā’ berkata: “Seandainya kalian mengetahui apa yang akan kalian lihat sesudah mati, maka kalian pasti tidak bisa makan dengan selera, tidak bisa minum dengan selera, tidak masuk rumah untuk berteduh di dalamnya, dan kalian pasti keluar ke tempat-tempat yang tinggi sambil memukuli dada dan meratapi diri kalian; dan kalian pasti berharap menjadi tanaman yang dipanen lalu dimakan.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ حُبَيْشٍ، ثَنَا مُوْسَى بْنُ هَارُوْنَ الْحَافِظُ، ثَنَا أَبُو الرَّبِيْعِ، وَ دَاوُدُ بْنُ رُشَيْدٍ، قَالَا: ثَنَا بَقِيَّةُ، ثَنَا بُحَيْرِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ، حَدَّثَنِيْ يَزِيْدُ بْنُ مَرْثَدٍ الْهَمْدَانِيُّ أَبُوْ عُثْمَانَ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ، أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ: «ذِرْوَةُ الْإِيْمَانِ الصَّبْرُ لِلْحُكْمِ، وَ الرِّضَى بِالْقَدَرِ، وَ الْإِخْلَاصُ فِي التَّوَكُّلِ، وَ الْاِسْتِسْلَامُ لِلرَّبِّ عَزَّ وَ جَلَّ»

  1. Muḥammad bin ‘Alī bin Ḥubaisy menceritakan kepada kami, Mūsā bin Hārūn al-Ḥāfizh menceritakan kepada kami, Abur-Rabī‘ dan Dāūd bin Rusyaid menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Baqiyyah menceritakan kepada kami, Buḥair bin Sa‘d menceritakan kepada kami, dari Khālid bin Ma‘dān, menceritakan kepadaku, Yazīd bin Martsad al-Ḥamdānī Abū ‘Utsmān, dari Abud-Dardā’ r.a., bahwa dia berkata: “Puncak iman adalah sabar terhadap hukum Allah, ridha kepada takdir, ikhlas dalam tawakkal, dan berserah diri kepada Rabb ‘azza wa jalla.”

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ الْحَسَنِ، ثَنَا بِشْرُ بْنُ مُوْسَى، ثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ صَالِحٍ، ثَنَا عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمُحَارِبِيُّ، قَالَ: بَلَغَنِيْ أَنَّ أَبَا الدَّرْدَاءِ، كَتَبَ إِلَى أَخٍ لَهُ: “أَمَّا بَعْدُ، فَلَسْتَ فِيْ شَيْءٍ مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا إِلَّا وَ قَدْ كَانَ لَهُ أَهْلٌ قَبْلَكَ، وَ هُوَ صَائِرٌ لَهُ أَهْلٌ بَعْدَكَ، وَ لَيْسَ لَكَ مِنْهُ إِلَّا مَا قَدَّمْتَ لِنَفْسِكَ، فَآثَارُهَا عَلَى الْمُصْلِحِ مِنْ وَلَدِكَ، فَإِنَّكَ تُقْدِمُ عَلَى مَنْ لَا يَعْذُرُكَ، وَ تَجْمَعُ لِمَنْ لَا يَحْمَدُكَ، وَ إِنَّمَا تَجْمَعُ لِوَاحِدٍ مِنَ اثْنَيْنِ: إِمَّا عَامِلٌ فِيْهِ بِطَاعَةِ اللهِ فَيَسْعَدُ بِمَا شَقِيْتَ بِهِ، وَ إِمَّا عَامِلٌ فِيْهِ بِمَعْصِيَةِ اللهِ فَتَشْقَى بِمَا جَمَعْتَ لَهُ، وَلَيْسَ وَاللهِ وَاحِدٌ مِنْهُمَا بِأَهْلٍ أَنْ تُبْرِدَ لَهُ عَلَى ظَهْرَكَ، وَلَا تُؤْثِرَهُ عَلَى نَفْسِكَ، ارْجُ لِمَنْ مَضَى مِنْهُمْ رَحْمَةَ اللهِ، وَثِقْ لِمَنْ بَقِيَ مِنْهُمْ رِزْقَ اللهِ، وَ السَّلَامُ “

  1. Muḥammad bin Aḥmad bin al-Ḥasan menceritakan kepada kami, Bisyr bin Mūsā menceritakan kepada kami, ‘Abdullāh bin Shāliḥ menceritakan kepada kami, ‘Abd-ur-Raḥmān bin Muḥammad al-Muḥāribī menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku menerima kabar bahwa Abud-Darda’ menulis surat kepada seorang saudaranya, yang isinya:

Engkau tidak berada dalam suatu urusan dunia (kekuasaan) melainkan telah ada pemiliknya sebelummu, dan dia akan berpindah kepada pemiliknya yang lain sepeninggalmu. Engkau tidak memperoleh balasan atasnya kecuali apa yang telah engkau perbuat untuk dirimu sendiri. Karena itu, utamakanlah anakmu yang melakukan perbaikan untuk memperoleh urusan tersebut, karena engkau memberikan urusan itu kepada orang yang tidak membuatmu bisa ditolerir; dan engkau menghimpun kekuasaan untuk orang yang berbuat terpuji kepadamu. Engkau hanya menghimpun kekuasaan untuk salah satu dari dua macam orang, yaitu: orang yang di dalamnya berbuat taat kepada Allah sehingga dia bahagia dengan sesuatu yang karenanya engkau sengsara; atau orang yang di dalamnya berbuat maksiat kepada Allah sehingga engkau pun sengsara dengan apa yang telah engkau himpun untuknya. Demi Allah, tidak seorang pun di antara keduanya yang pantas engkau perjuangkan dengan susah payah. Harapkanlah rahmat Allah bagi orang yang telah berlalu di antara mereka, dan yakinlah akan rezeki Allah bagi orang yang masih hidup di antara mereka. Was-Salām.”

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ جَعْفَرِ بْنِ مَالِكٍ، ثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، حَدَّثَنِيْ أَبِيْ، ثَنَا الْوَلِيْدُ بْنُ مُسْلِمٍ، ثَنَا صَفْوَانُ بْنُ عَمْرٍو، حَدَّثَنِيْ عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنُ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ، عَنْ أَبِيْهِ، قَالَ: الْوَلِيْدُ: وَ حَدَّثَنَا ثَوْرٌ، عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ، عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ، قَالَ: لَمَّا فُتِحَتْ قُبْرُصُ فُرِّقَ بَيْنَ أَهْلِهَا فَبَكَى بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ [ص: 217] ، وَ رَأَيْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ جَالِسًا وَحْدَهُ يَبْكِيْ، فَقُلْتُ: يَا أَبَا الدَّرْدَاءِ، مَا يُبْكِيْكَ فِيْ يَوْمٍ أَعَزَّ اللهُ فِيْهِ الْإِسْلَامَ وَ أَهْلَهُ؟ قَالَ: «وَيْحَكَ يَا جُبَيْرُ مَا أَهْوَنَ الْخَلْقِ عَلَى اللهِ إِذَا هُمْ تَرَكُوْا أَمْرَهُ، بَيْنَا هِيَ أُمَّةٌ قَاهِرَةٌ ظَاهِرَةٌ لَهُمُ الْمُلْكُ تَرَكُوْا أَمْرَ اللهِ فَصَارُوْا إِلَى مَا تَرَى»

  1. Aḥmad bin Ja‘far bin Mālik menceritakan kepada kami, ‘Abdullāh bin Aḥmad bin Ḥanbal menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepadaku, Walīd bin Muslim menceritakan kepada kami, Shafwān bin ‘Amr menceritakan kepada kami, ‘Abd-ur-Raḥmān bin Jubair bin Nufair menceritakan kepada kami, dari ayahnya; Walīd berkata: dan Tsaur menceritakan kepada kami, dari Khālid bin Ma‘dān, dari Jubair bin Nufair, dia berkata: Ketika Siprus ditaklukkan, penduduknya tercerai-berai sehingga sebagian dari mereka menangis kepada sebagian yang lain. Aku melihat Abud-Dardā’ duduk sendirian sambil menangis. Aku bertanya: “Wahai Abud-Dardā’! Apa yang membuatmu menangis pada hari Allah memuliakan Islam dan pemeluknya?” Dia menjawab: “Celaka kamu, hai Jubair! Betapa tidak bernilainya manusia bagi Allah apabila mereka meninggalkan perintah-Nya. Itu adalah bangsa yang perkasa dan unggul serta memiliki kekuasaan, namun mereka meninggalkan perintah Allah sehingga mereka mengalami nasib seperti yang kalian lihat.”

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ جَعْفَرِ بْنِ حَمْدَانَ، ثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، حَدَّثَنِيْ أَبِيْ، ثَنَا الْوَلِيْدُ بْنُ جَابِرٍ، عَنْ إِسْمَاعِيْلَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ، عَنْ أُمِّ الدَّرْدَاءِ، أَنَّ أَبَا الدَّرْدَاءِ، لَمَّا احْتُضِرَ جَعَلَ يَقُوْلُ: “مَنْ يَعْمَلْ لِمِثْلِ يَوْمِي هذَا؟ مَنْ يَعْمَلْ لِمِثْلِ سَاعَتِيْ هذِهِ؟ مَنْ يَعْمَلْ لِمِثْلِ مَضْجَعِيْ هذَا؟ ثُمَّ يَقُوْلُ: {وَ نُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَ أَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوْا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ} [الأنعام: 110] “

  1. Aḥmad bin Ja‘far bin Ḥamdān menceritakan kepada kami, ‘Abdullāh bin Aḥmad bin Ḥanbal menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepadaku, Walīd bin Jābir menceritakan kepada kami, dari Ismā‘īl bin ‘Ubaidillāh, dari Umm-ud-Dardā’, bahwa saat Abud-Dardā’ mengalami tanda-tanda kematian, dia berkata: “Siapa yang mau beramal untuk seperti hariku ini? Siapa yang mau beramal untuk seperti saatku ini?” Siapa yang mau beramal untuk seperti saat aku tergeletak ini?” Kemudian dia membaca firman Allah: “Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (al-Qur’ān) pada permulaannya.” (Qs. al-An‘ām [6]: 110).

حَدَّثَنَا أَبُوْ بَكْرِ بْنُ مَالِكٍ، ثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، حَدَّثَنِيْ أَبِيْ، ثَنَا مَعْمَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ الرَّقِّيُّ، ثَنَا فُرَاتُ بْنُ سُلَيْمَانَ، أَنَّ أَبَا الدَّرْدَاءِ، كَانَ يَقُوْلُ: «وَيْلٌ لِكُلِّ جَمَّاعٍ، فَاغِرٌ فَاهُ كَأَنَّهُ مَجْنُوْنٌ، يَرَى مَا عِنْدَ النَّاسِ وَ لَا يَرَى مَا عِنْدَهُ، لَوْ يَسْتَطِيْعُ لَوَصَلَ اللَّيْلَ بِالنَّهَارِ، وَيْلُهُ مِنْ حِسَابٍ غَلِيْظٍ وَ عَذَابٍ شَدِيْدٍ»

  1. Abū Bakar bin Mālik menceritakan kepada kami, ‘Abdullāh bin Aḥmad bin Ḥanbal menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami, Ma‘mar bin Sulaimān ar-Raqqī menceritakan kepada kami, Furāt bin Sulaimān menceritakan kepada kami, bahwa Abud-Dardā’ berkata: “Celakalah bagi setiap pengumpul. Membuka mulutnya seperti orang gila, selalu melihat apa yang dimilikinya. Seandainya dia bisa, maka dia pasti menyambung malam dengan siang. Celakalah dia dengan hisab yang kasar dan siksa yang keras.

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنُ الْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمنِ، ثَنَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ إِسْحَاقَ الْحَرْبِيُّ، ثَنَا الْهَيْثَمُ بْنُ خَارِجَةَ، ثَنَا إِسْمَاعِيْلُ بْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ شُرَحْبِيْلَ، أَنَّ أَبَا الدَّرْدَاءِ، كَانَ إِذَا رَأَى جَنَازَةً قَالَ: اغْدُوْا فَإِنَّا رَائِحُوْنَ، أَوْ رُوْحُوْا فَإِنَّا غَادُوْنَ، مَوْعِظَةً بَلِيْغَةً، وَ غَفْلَةً سَرِيْعَةً، كَفَى بِالْمَوْتِ وَاعِظًا، يَذْهَبُ الْأَوَّلُ فَالْأَوَّلُ، وَ يَبْقَى الْآخِرُ لَا حِلْمَ لَهُ “

  1. ‘Abd-ur-Raḥmān bin ‘Abbās bin ‘Abd-ur-Raḥmān menceritakan kepada kami, Ibrāhīm bin Isḥāq al-Ḥarbī menceritakan kepada kami, al-Haitsam bin Khārijah menceritakan kepada kami, Ismā‘īl bin ‘Ayyāsy menceritakan kepada kami, dari Syuraḥbīl, bahwa apabila Abud-Dardā’ r.a. melihat jenazah, maka dia berkata: “Pergilah pagi-pagi, karena kami akan berangkat sore!” Atau: “Pergilah sore hari, karena kami akan pergi di pagi hari! Itu adalah nasihat yang sangat mengena dan kelalaian yang cepat. Cukuplah kematian sebagai penasihat. Yang pertama pergi, disusul yang berikutnya. Dan tersisalah yang terakhir tanpa memiliki kearifan.”

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنُ الْعَبَّاسِ، ثَنَا إِبْرَاهِيْمُ الْحَرْبِيُّ، ثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْجَعْدِ، أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ قُرَّةَ، قَالَ: قَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ: “ثَلَاثٌ أُحِبُّهُنَّ وَ يَكْرَهُهُنَّ النَّاسُ: الْفَقْرُ، وَ الْمَرَضُ، وَ الْمَوْتُ “

  1. ‘Abd-ur-Raḥmān bin ‘Abbās menceritakan kepada kami, Ibrāhīm al-Ḥarbī menceritakan kepada kami, ‘Alī bin Ja‘d, Syu‘bah mengabarkan kepada kami, dari Mu‘āwiyah bin Qurrah, dia berkata: Abud-Dardā’ berkata: “Ada tiga perkara yang kusukai tetapi tidak disukai banyak orang, yaitu kemiskinan, sakit dan kematian.”

Catatan:

  1. 20). HR. ‘Abd-ur-Razzāq (al-Mushannaf, 2198).
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.