BAB VII
I‘tikāf definisinya adalah berdiam diri di dalam Masjid disertai dengan niat.
1. Niat.
Maka wajib atas orang yang ingin beri‘tikāf untuk berniat dan jika tidak berniat maka tidak sah i‘tikāf-nya, dan tidak dapat pahala, karena i‘tikāf memerlukan niat. Contoh, Niat i‘tikāf biasa:
نَوَيْتُ الْاِعْتِكَافَ فِيْ هذَا الْمَسْجِدِ مَا دُمْتُ فِيْهِ للهِ تَعَالَى.
Yang artinya:
“Aku berniat i‘tikāf dalam Masjid ini selama aku berada di dalamnya karena Allah s.w.t.”
Contoh niat i‘tikāf nadzar:
نَذَرْتُ الْاِعْتِكَافَ فِيْ هذَا الْمَسْجِدِ……… فَرْضًا للهِ تَعَالَى، نَوَيْتُ الْاِعْتِكَافَ الْمَنْذُوْرَ.
Yang artinya:
“Saya bernadzar untuk i‘tikāf di dalam Masjid……. (menyebutkan berapa lama) karena Allah s.w.t., aku berniat melaksanakan i‘tikāf yang aku nadzarkan.”
2. Berdiam Di Dalam Masjid Lebih Dari Tuma’ninah Dalam Shalat.
Kadar tuma’ninah di sini adalah kadar tuma’ninah dalam shalat, yaitu kadar membaca: (سُبْحَانَ اللهِ), maka tidak sah jika mondar-mandir begitu saja tanpa berhenti sejenak atau dengan hanya menyeberang saja, baik berdiamnya dalam keadaan duduk atau berdiri, sah i‘tikāfnya.
3. Di Dalam Masjid.
I‘tikāf tidak sah jika dilakukan di halaman Masjid, baik Masjid itu dipakai untuk Shalat Jum‘at atau tidak. Dan i‘tikāf juga tidak sah jika dilakukan di Mushalla, di Madrasah atau di rumah, harus di masjid.
1. Islam.
Beragama Islam merupakan syarat sahnya i‘tikāf, maka tidak sah i‘tikāfnya orang Kafir, karena setiap ibadah yang membutuhkan niat tidak sah dari orang Kafir.
2. Berakal.
Maka tidak sah i‘tikāfnya orang gila.
3. Suci.
Suci dari haidh dan nifas, juga dari hadats besar karena haram bagi orang yang junub untuk masuk ke dalam Masjid. Dan jika tidak terpenuhi syarat di atas maka tidak sah i‘tikāfnya.
1. Gila dan Pingsan.
Pingsan dan gila membatalkan i‘tikāf dan tatābu‘ (berturut-turut) jika niat tatābu‘, baik disengaja pingsan dan gilanya atau tidak. Cuma bedanya, jika pingsannya tidak disengaja, maka hal itu membatalkan i‘tikāfnya. Akan tetapi tidak batal i‘tikāfnya dalam arti apabila ada orang yang pingsan dan tidak dikeluarkan dari masjid padahal dia niat tatābu‘ (berturut-turut selama seminggu misalnya) batal i‘tikāfnya akan tetapi sah tatābu‘nya, tetap dihitung selama dia tidak dibawa keluar masjid.
Adapun orang gila maka tidak sah i‘tikāf dan tatābu‘nya walaupun tidak dikeluarkan dari masjid. Lain halnya i‘tikāf yang telah lalu sebelum gila dan pingsan maka sah dan tetap mendapatkan pahala i‘tikāf.
2. Mabuk.
Jika dia sengaja mabuk maka batallah i‘tikāfnya. Juga tatābu‘nya jika dia niat tatābu‘ dan jika tidak disengaja atau karena dipaksa, atau tidak tahu hal itu akan memabukkan, maka hukumnya seperti orang pingsan.
3. Haidh dan Nifas.
Seorang wanita yang beri‘tikāf jika datang bulan (haidh/menstruasi) atau nifas, maka batallah i‘tikāfnya dan wajib segera keluar dari Masjid karena haram atau keduanya untuk tinggal di dalamnya, dan diberi pahala atas i‘tikāfnya sebelum datang bulan.
Apakah hal itu memutuskan tatābu‘ atau tidak, jika dia berniat tatābu‘? Jawabnya dapat diperinci sebagai berikut: “Jika dia berniat i‘tikāf pada masa yang pasti datang haidhnya dalam masa itu, seperti sebulan maka tidak terputus tatābu‘nya dan jika tidak pasti datang haidhnya pada masa itu, seperti 10 hari dan lain-lain, maka putus tatābu‘nya, karena dia sebetulnya bisa berniat di hari-hari lain yang sunyi dari haidh.
4. Hadats Besar.
Jika seseorang yang beri‘tikāf berhadats besar, maka batallah i‘tikāfnya tetapi tidak batal tatābu‘nya jika dia keluar untuk mandi dari hadats besar, apabila di Masjid tidak ada kamar mandi.
5. Keluar Dari Masjid.
Seseorang yang sedang beri‘tikāf jika keluar Masjid tanpa ada keperluan yang mendesak, maka batallah i‘tikāfnya. Dan juga batal tatābu‘nya jika berniat tatābu‘. Adapun jika keluarnya karena ada keperluan seperti karena sakit atau untuk makan dan minum atau untuk buang hajat, maka tidak batal i‘tikāfnya dan tatābu‘nya, dan jika dia kembali ke Masjid tidak perlu berniat lagi, tetapi dengan syarat segera kembali ke masjid setelah selesai.
Apakah boleh orang yang kafir memasuki masjid? Jawabnya dapat diperinci sebagai berikut: “Jika masjid itu adalah Masjid Ḥaram di Makkah dan Masjid Ḥaram di Madīnah, maka kita harus melarangnya. Bahkan jika meninggal di dalam Ḥaram Makkah atau Madīnah harus dikeluarkan bangkainya, walaupun setelah dikubur. Akan tetapi jika selain Ḥaram Makkah dan Madīnah, maka boleh jika masuknya dengan idzin seorang muslim.”
Dan jika orang kafir minta idzin untuk memasuki masjid, apakah kita akan idzinkan atau tidak? Jawabnya: “Jika diharapkan dengan hal itu dia akan masuk Islam, maka kita idzinkan, kalau tidak maka kita larang.”