Kecewa Terhadap Sesuatu Adalah Kemerdekaan Dari Perbudakannya – Syarah al-Hikam – asy-Syarqawi

Al-Ḥikam
Kitab Tasawuf Sepanjang Masa
Judul Asli: Syarḥ-ul-Ḥikami Ibni ‘Athā’illāh-il-Iskandarī

Pensyarah: Syaikh ‘Abdullāh asy-Syarqawī
Penerjemah: Iman Firdaus, Lc.
Diterbitkan oleh: Turos Pustaka

Kecewa Terhadap Sesuatu Adalah Kemerdekaan Dari Perbudakannya.

 

64. أَنْتَ حُرٌّ مِمَّا أَنْتَ عَنْهُ آيِسٌ وَ عَبْدٌ لِمَا أَنْتَ لَهُ طَامِعٌ.

Kau merdeka dari segala yang tidak kauinginkan dan kau budak dari segala yang kauinginkan.

– Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī –

 

Ini adalah dalil lain yang menunjukkan betapa buruknya ketamakan dan terpujinya keengganan terhadap para makhluk dan sikap qanā‘ah terhadap rezeki yang sudah dibagi.

Ketamakan pada sesuatu sama saja dengan penghambaan terhadap sesuatu itu. Sementara itu, keengganan terhadap sesuatu adalah bentuk kebebasan dari sesuatu itu. Keengganan itu membuktikan ketidaktertarikan dan ketidakbutuhan hati terhadap sesuatu itu. Orang yang tamak akan menjadi budak, sedangkan orang yang enggan (terhadap sesuatu) akan menjadi orang yang merdeka.

Oleh sebab itu, dikatakan: “Seorang budak akan merdeka selama ia puas. Seorang yang merdeka akan menjadi budak selama ia tamak.”

Sifat qanā‘ah adalah sikap tenang saat hilangnya sesuatu yang biasa ada. Ini adalah awal langkah zuhud.

 

65. مَنْ لَمْ يُقْبِلْ عَلَى اللهِ بِمُلَاطَفَاتِ الْإِنْسَانِ قُيِّدَ إِلَيْهِ بِسَلَاسِلَ الْاِمْتِحَانِ.

Siapa yang tidak mendekat kepada Allah, padahal sudah dihadiahi berbagai kenikmatan, akan diseret (agar mendekat) kepada-Nya dengan rantai cobaan.

– Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī –

 

Orang yang tidak mendekat kepada Allah meski telah diberi berbagai kenikmatan akan dipaksa mendekat kepada Allah melalui berbagai macam musibah. Artinya, kedekatan seorang hamba kepada Allah terjadi melalui dua proses.

Pertama, dengan diturunkannya nikmat kepadanya sehingga dia bersyukur kepada Allah atas nikmat tersebut dan bersiap melayani-Nya.

Kedua, dengan diturunkannya musibah yang menimpa tubuh atau hartanya sehingga dia akan berlindung kepada Allah dan meminta-Nya agar mengangkat musibah itu. Mungkin, itu akan menjadi sebab dia meninggalkan keduniaan dan hanya mau bergantung kepada Allah.

Allah menghendaki para hamba-Nya kembali kepada-Nya, baik secara sukarela maupun terpaksa.

 

66. مَنْ لَمْ يَشْكُرِ النِّعَمَ فَقَدْ تَعَرَّضَ لِزَوَالِهَا وَ مَنْ شَكَرَهَا فَقَدْ قَيَّدَهَا بِعِقَالِهَا.

Siapa yang tidak mensyukuri nikmat, akan kehilangan nikmat itu. Siapa yang mensyukurinya, berarti ia telah mengikat nikmat itu dengan tali yang kuat.

– Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī –

 

Syukur nikmat akan membuat nikmat itu abadi dan semakin bertambah. Allah s.w.t. berfirman: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Ibrāhīm [14]: 7).

Sementara itu, kufur nikmat akan menyebabkan nikmat itu hilang. Allah s.w.t. berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (ar-Ra‘d [13]: 11).

Artinya, jika mereka mengubah ketaatan mereka, yaitu dengan tidak mensyukuri nikmat yang diberikan-Nya, Allah tidak akan memberi mereka kebaikan dan kemurahan-Nya.

Syukur nikmat bisa diwujudkan dengan hati, yaitu kau sadar bahwa semua nikmat berasal dari Allah. Allah s.w.t. berfirman: “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu maka dari Allah-lah (datangnya).” (an-Naḥl [16]: 53).

Bisa pula diwujudkan dengan lisan, yaitu dengan membicarakan nikmat tersebut. Allah s.w.t. berfirman: “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan (bicarakan).” (adh-Dhuḥā [93]: 11).

Bisa juga dilakukan dengan anggota tubuh, misalnya dengan menggunakannya di jalan ketaatan kepada Allah dan menjauhkannya dari hal yang tidak diridhai-Nya.

 

67. خَفْ مِنْ وُجُوْدِ إِحْسَانِهِ إِلَيْكَ وَ دَوَامِ إِسَاءَتِكَ مَعَهُ أَنْ يَكُوْنَ ذلِكَ اسْتِدْرَاجًا لَكَ. سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُوْنَ.

Berhati-hatilah bila kebaikan Allah selalu kau dapatkan bersamaan dengan maksiat yang terus kau lakukan! Berhati-hatilah! Bisa jadi, itu adalah awal kehancuranmu yang berangsur-angsur. Allah s.w.t. berfirman: “Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dengan cara yang tidak mereka ketahui. (al-A‘rāf [7]: 182).

– Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī –

 

Kita sering melihat banyak manusia yang tidak bersyukur atas nikmat Allah, namun nikmat itu tidak hilang dari mereka. Bisa jadi, hal itu merupakan proses penarikan nikmat yang dilakukan secara berangsur-angsur oleh Allah. Karena prosesnya yang berangsur-angsur itu, mereka pun tidak menyadarinya. Namun, berikutnya Allah akan merampas seluruh nikmat itu dari mereka secara tiba-tiba.

Ada yang mengatakan, maksud ayat itu ialah Allah akan terus memberi mereka nikmat dan membuat mereka lupa bersyukur. Jika mereka sudah bergelimang kenikmatan dan terhalang dari Pemberi nikmat, seluruh kenikmatan itu akan direnggut dari mereka secara tiba-tiba.

Ada yang berpendapat bahwa setiap kali mereka membuat kesalahan baru maka Allah akan menambah nikmat untuk mereka dan membuat mereka lupa memohon ampunan atas kesalahan itu.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *