6-2 Kematian, Kepunahan atau Bencana Alam – Desain Ilahi

DESAIN ILAHI
Dalil Keterciptaan Alam

Diterjemahkan dari Chance or Creation: God’s Design in the Universe
Karangan: Abū ‘Utsmān al-Jāhiz

Penerjemah: Satrio Wahono
Penerbit: PT SERAMBI ILMU SEMESTA

(Diketik oleh: IBU DWI WIDY)

Rangkaian Pos: 006 Argumen Filosofis - Desain Ilahi

KEMATIAN, KEPUNAHAN ATAU BENCANA ALAM

Orang kafir juga menolak konsep adanya perencanaan dalam kematian dan kepunahan.; mereka menganut pandangan bahwa manusia di dunia seharusnya terbebas dari segala kesulitan. Marilah kita ikuti alur pemikiran ini hingga pada kesimpulan logisnya dan kemana arahnya. Bayangkan, jika semua orang di dunia ini tidak wafat-wafat, bukankah dunia menjadi terlalu sempit? Tidak akan ada cukup rumah, lahan dan pekerjaan bagi mereka. Dan jika mereka tidak meninggal secara bertahap, bukankah akan menjadi persaingan memperebutkan semua itu, yang ujungnya adalah perang dan pertumpahan darah? Dan bagaimana perasaan orang-orang yang terlahir ke dunia ini, tetapi tidak bisa mati? Selain itu, jika manusia merasa tidak bisa mati, maka tidak akan ada seorang pun yang merasa puas dengan apa yang diperolehnya, dan juga tidak seorang pun yang merasakan nikmatnya memberi sesuatu kepada, dan menerima dari orang lain. Kemudian, mereka pun akan bosan dengan hidup dan segala sesuatu dalam kehidupan ini, sebgaimana seorang berusia panjang yang berharap dijemput kematian supaya bisa terbebas dari pengapnya dunia ini.

Jika dikatakan bahwa hilangnya bencana dan derita akan membuat manusia tidak mengharapkan kematian, kami sudah menggambarkan bahwa kondisi ini hanya akan mengakibatkan kesombongan dan kekejaman, suatu kondisi yang paling baik bagi agama dan dunia mereka. Jika mereka berhujah lebih jauh bahwa manusia tidak perlu berkembang biak supaya persediaan rumah dan pekerjaan mencukupi, kami akan menjawab bahwa jika Tuhan menjadikan manusia ini hanya satu generasi yang tidak berprokreasi, banyak orang yang tidak akan bisa merasakan nikmat dan rahmat Tuhan di dunia dan akhirat. Jika mereka kemudian berkata, Tuhan bisa menciptakan orang sebanyak-banyaknya dalam satu generasi itu, kita kembali menjumpai permasalahan kelengkapan gedung dan pekerjaan. Lagi pula, manusia yang tidak bisa berprokreasi tidak akan mampu merasakan nikmatnya persaudaraan dan pernikahan, atau nikmatnya membesarkan anak-anak. Hal ini membuktikan bahwa segala upaya membayangkan sesuatu di luar rencana Sang Pencipta itu sangat salah, baik secara konsepsi maupun formulasi.

Ada yang mungkin membantah adanya perencanaan Tuhan berdasarkan alasan seperti ini: “Bagaimana bisa dikatakan ada perencanaan jika kita melihat ada yang kuat dan yang lemah di dunia ini: yang kuat menindas pihak lain dan menebarkan kebencian, sedangkan yang lemah ditindas dan kondisinya sangat mengenaskan? Kita lihat orang saleh malah miskin dan menderita, sedangkan orang jahat hidup sehat dan berkelebihan. Kita juga melihat ada manusia berperilaku buruk tanpa terkena hukuman. Jika dunia ini memang direncanakan, pasti yang baik akan makmur, dan yang jahat hidup tertindas, yang kuat tidak akan menindas yang lemah dan orang-orang berperilaku buruk akan segera di hukum.” Untuk menjawab ini, kami berkata, “Jika demikian halnya, tidak akan ada tujuan hidup sebagai sarana manusia untuk memuliakan diri. Tidak akan ada pula manusia berusaha beramal saleh, mencari dan mempercayai ganjaran Tuhan. Manusia akan turun derajatnya seperti binatang, yang maunya diatur berdasarkan ganjaran dan hukumannya saja. Tidak ada yang akan berperilaku berdasarkan harapan dan hukuman tertentu: mereka akan kehilangan status kemanusiaan mereka dan mendapatkan status rendah binatang, yang hanya mengetahui apa yang mereka lihat dan bertindak berdasarkan reaksi spontan. Selain itu, orang baik berbuat kebaikan hanya demi kepentingan kehidupan yang makmur di dunia, dan menahan diri dari ketidakadilan dan perilaku buruk hanya karena mereka tahu adanya hukuman. Jadi, tindakan manusia hanya berorientasi masa kini, tanpa adanya kepercayaan kepada ganjaran Tuhan yang memberikan kebahagiaan abadi di akhirat.

Selain itu, kaya dan miskin, sehat dan sakit tidak selalu terjadi sesuai dengan dugaan kita, kendatipun ada orang baik dikaruniai kekayaan berlimpah atas rencana Tuhan. Bagaimanapun juga, orang tidak percaya bahwa hanya orang jahat yang berjaya dan orang baik yang menderita, sehingga mereka sampai memilih kejahatan ketimbang kebaikan. Kemudian, kita sering mendapati orang jahat cepat dihukum ketika mereka telah melampaui batas dan sudah sangat membahagiakan diri mereka sendiri dan orang lain. Saksikan sahja tenggelamnya Firaun, tersesatnya Bani Israil di padang belantara, dan pembunuhan Beishezzar. Fakta bahwa ada orang jahat tidak mendapat hukuman dan orang baik ditahan ganjarannya hingga akhirat karena faktor-faktor yang tidak diketahui manusia bukanlah bukti ketiadaan perencanaan. Fakta bahwa raja-raja dunia bertindak serupa adalah bukti mereka berbuat dengan rencana; tindakan mereka menunda suatu hal dan mempercepat hal lain adalah bagian dari perencanaan yang cermat dan rapih.”

Kami bertanya lebih jauh, “Jika perbandingan dan bukti yang ada menunjukkan bahwa segala sesuatu memiliki Pencipta yang bijaksana dan berkuasa, apa yang bisa mencegah-Nya untuk merencanakan penciptaan?” sebagai perbandingan, tidak tepat menyatakan bahwa seorang tukang bisa mengabaikan pekerjaannya, kecuali karena salah satu dari ketiga alasan ini: ketidakcukupan, kebodohan atau kelicikan. Allah Swt, tentu terluput dari semua itu, karena seseorang yang tidak cakap tidak akan bisa menciptakan benda-benda yang begitu indah dan luas, orang bodoh tidak bisa merancang sesuatu secara sempurna, dan orang yang licik tidak mau bersusah payah menciptakan dunia. Karena itu, logis mengatakan bahwa penciptaan yang kita alami ini adalah rencana Sang Pencipta, meskipun kita tidak bisa menangkap sifat pasti perencanaan semacam itu dan bagaimana prosesnya. Kebanyakan rencana raja tidak dipahami oleh rakyat biasa. Rakyat biasa juga tidak tahu mengapa ada rencana semacam itu, karena mereka tidak mengetahui pikiran dan rahasia raja mereka itu. Jika mereka diberitahu alasan rencana itu, pastilah mereka membenarkannya dan menganggap rencana itu sesuai dengan pengalaman dan harapan mereka.

SEMUA BENDA MENUNJUKKAN KEBIJAKSANAAN SANG PENCIPTA

Jika Anda meragukan kekuatan suatu obat atau makanan dan kemudian menjadi jelas bagi Anda (dalam hitungan kedua atau ketiga) bahwa makanan atau obat itu kuat atau lemah, tidakkah Anda akan menerima bukti itu dan menepis keraguan dan pikiran Anda? Mengapa, sesudah begitu banyak bukti, Anda masih tidak bisa menerima bahwa dinia ini diciptakan dan direncanakan? Jika kita tidak yakin akan kesempurnaan separo benda-benda di dunia, tidaklah tepat menganggap seluruh dunia ini hanyalah kebetulan, karena kesesuaian dan kesempurnaan separo yang lain pasti akan mencegah kita berkesimpulan demikian. Jika segala sesuatu ditelaah secara cermat, betapa segala sesuatu begitu sempurna sehingga kita tidak bisa membayangkan sesuatu yang bisa lebih sempurna darinya?

Tahukah Anda sebutan untuk alam semesta dalam bahasa Yunani? Ia disebut kosmos yang berarti “hiasan”. Dikabarkan, Pythagoraslah yang memberikan nama ini, yang kemudian digunakan banyak filsuf lain dan orang awam. Apakah seorang filsuf bijak akan memberikan nama seperti itu jika alam itu tidak seimbang dan tidak tertata. Mereka tidak puas menyebutnya, “keseimbangan dan keteraturan”, dan lebih memilih “hiasan” untuk menunjukkan selain kesempurnaannya, betapa indah dan memukaunya alam semesta itu. Mengagumkan, betapa sebagian orang – yang menolak mempercayai bahwa satu pengobatan bisa salah meskipun mereka melihat dokter sering melakukan kesalahan – meyakini dunia itu tercipta secara kebetulan padahal mereka tidak melihat sesuatupun yang kebetulan di dalamnya!

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *