Amal Yang Paling Diterima – Syarah al-Hikam – asy-Syarqawi

Al-Ḥikam
Kitab Tasawuf Sepanjang Masa
Judul Asli: Syarḥ-ul-Ḥikami Ibni ‘Athā’illāh-il-Iskandarī

Pensyarah: Syaikh ‘Abdullāh asy-Syarqawī
Penerjemah: Iman Firdaus, Lc.
Diterbitkan oleh: Turos Pustaka

Amal Yang Paling Diterima

53. لَا عَمَلَ أَرْجَى لِلْقَبُوْلِ مِنْ عَمَلٍ يَغِيْبُ عَنْكَ شُهُوْدُهُ وَ يُحْتَقَرُ عِنْدَكَ وُجُوْدُهُ

Tiada amal yang lebih berpeluang diterima daripada amal yang tidak kau sadari dan tidak berarti di matamu.

– Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī –

 

“Amal yang tidak kau sadari” adalah amalmu yang kau yakini dibimbing dan dilakukan oleh Allah. Tanpa Allah, niscaya amal itu tidak akan kau lakukan.

“Amal yang tidak berarti di matamu” ialah amal yang tidak kau jadikan sandaran untuk meraih sebuah keinginan, seperti keinginan untuk bisa sampai kepada Allah dan dekat dengan-Nya atau keinginan mendapatkan derajat dan kedudukan tinggi. Bahkan, kau masih memandang amal itu kurang sempurna dan tidak terbebas dari cacat yang membuatnya sulit diterima Allah.

 

54. إِنَّمَا أَوْرَدَ عَلَيْكَ الْوَارِدَ لِتَكُوْنَ بِهِ عَلَيْهِ وَارِدًا

Datangnya ilham dari Allah kepadamu tak lain agar kau mendatangi-Nya.

– Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī –

 

Yang dimaksud dengan “ilham” adalah ilmu dan cahaya pengetahuan yang datang dari Allah, cahaya yang membuat hati lapang dan bersinar terang. Dengannya, hati bisa melihat kebenaran sebagai kebenaran dan melihat kebatilan sebagai kebatilan. Ilham ini juga merupakan penampakan Ilahi yang masuk ke dalam hati meski seorang hamba tidak merasakannya karena keburukan sifat-sifat kemanusiaannya. Terkadang, ilham disebut juga dengan hal (keadaan batin). Semuanya datang kepadamu agar kau bisa menuju ke hadirat Ilahi. Namun, untuk sampai ke hadirat Allah, hati harus bersih dan suci dari segala kekotoran.

 

55. أَوْرَدَ عَلَيْكَ الْوَارِدَ لِيَتَسَلَّمَكَ مِنْ يَدِ الْأَغْيَارِ وَ لِيُحَرِّرَكَ مِنْ رِقِّ الْآثَارِ

Allah memberimu ilham untuk menyelamatkanmu dari cengkeraman materi dan membebaskanmu dari perbudakan hawa nafsu.

– Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī –

 

Materi dan hawa nafsu akan merampas kebebasanmu bila kau begitu mencintai dan bergantung padanya. Oleh karena itu, Allah memberimu ilham yang dapat menyelamatkanmu dari cengkeraman materi dan membebaskanmu dari perbudakan hawa nafsu. Dengan begitu, tak akan ada lagi kesempatan bagi makhluk untuk menguasaimu sehingga kau hanya pasrah kepada Allah dan layak untuk hadir ke hadapan-Nya.

 

56. أَوْرَدَ عَلَيْكَ الْوَارِدُ لِيُخْرِجَكَ مِنْ سِجْنِ وُجُوْدِكَ إِلَى فَضَاءِ شُهُوْدِكَ

Allah memberimu ilham untuk mengeluarkanmu dari penjara wujudmu dan membawamu ke angkasa penyaksianmu.

– Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī –

 

Makna “penjara wujud” ialah kunkungan sifat-sifatmu yang menghambatmu menyaksikan Tuhanmu, ibarat penjara yang membatasi gerak para narapidana.

Maksud “angkasa penyaksian” adalah kesempatanmu menyaksikan Tuhanmu. Ia diumpamakan dengan ruang angkasa yang tiada batas dan tanpa ada yang menghalangi pandangan mata.

Seseorang berkata: “Penjaramu adalah dirimu sendiri. Jika kau keluar dari sana, kau akan mengalami kebahagiaan yang abadi.”

Hikmah ini menegaskan bahwa pemilik ilham itu hanya satu. Demikian pula buahnya, yaitu datang ke hadirat-Nya. Hikmah ini juga bisa diartikan bahwa Allah selalu melimpahkan untukmu ilham agar kau sampai kepada-Nya. Dengan ilham yang datang kepadamu, kau pun sibuk melakukan bermacam ketaatan dan mujāhadah. Namun di saat sifat-sifat burukmu masih bercokol di hatimu, yang menyebabkan kau tidak ikhlas dalam beribadah, Dia akan mengirimkan ilham lain yang akan menyelamatkanmu dari hal itu dan membuatmu ikhlas.

Ketika kau ikhlas, mungkin kau akan mengandalkan keikhlasanmu itu sebagai jaminan diterimanya amalmu dan sampainya dirimu di hadapan Tuhan dengan keikhalasanmu itu. Tentu, tindakan ini adalah salah. Oleh karena itu, ilham berikutnya akan datang. Dengan ilham itu, kau tidak lagi melihat dirimu sendiri dan hanya melihat Tuhanmu dengan mata batinmu.

 

57. اَلْأَنْوَارُ مَطَايَا الْقُلُوْبِ وَ الْأَسْرَارِ

Cahaya adalah kendaraan hati dan rahasia jiwa (asrār).

– Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī –

 

Yang dimaksud dengan “cahaya” di sini adalah cahaya Ilahi yang masuk ke dalam hati murīd. Biasanya, cahaya ini didapat dengan zikir dan riyādhah. “Kendaaraan hati” dapat membawa hati menuju Allah hingga sampai ke hadirat-Nya dan mendekati-Nya. Adapun “rahasia jiwa” menurut kaum sufi ialah kedalaman hati, bukan mata hati.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *