هو
PASAL EMPAT
TAUḤĪD AŻ-ŻᾹT
PENUTUP
(Bagian 2)
Nabi kita Muḥammad s.a.w. adalah Bapak segala sesuatu di alam semesta dan Bapak segala kehidupan. Kedua gelar “Bapak” ini diperoleh karena ia adalah asal kejadian sekalian alam ini. Nur Muḥammad berjalan dan mengalir pada sekalian alam laksana mengalirnya air pada tumbuhan. Tumbuhan dapat hidup lantaran air telah mengalir di dalamnya. Maka demikian juga alam dapat hidup dan “ada” di alam ini lantaran mengalirnya Nūr Muḥammad di dalamnya. Karena itu, pahamilah karena masalah ini sesungguhnya sangat penting (Fa afhim fa innahu muhimm). Demikianlah sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh Syaikh Masyāyikhinā Quṭb az-Zamān Mawlānā Syaikh Muḥammad Ibn ‘Abd al-Karīm as-Sammān r.a. di dalam salawatnya yang bernama al-Minḥah al-Muḥammadiyyah. Ia mengatakan:
أَلِفٌ الذَّاتُ السَّارِيْ سَرَّهَا فِيْ كُلِّ ذَرَّةٍ جَاءَ حَيَاةَ الْعَالَمِ الَّذِيْ مِنْهُ سَدْؤُهُ وَ مَفَرُّهُ.
“Alif zat Muḥammad-lah yang telah menunjukkan mengalirnya rahasia Zat-Nya pada tiap-tiap partikel di alam ini dan ḥā’-nya menunjukkan hidupnya alam yang daripadanya menjadi permulaan dan akhir (kembali)-nya.”
Alif dan ḥā’ yang dimaksudkan di sini adalah perumpamaan dari huruf-huruf yang tertera pada nama Nabi, “Aḥmad” – yang merupakan nama lain dari “Muḥammad”.
Yang keempat dari segala martabat tanazzul Zat adalah Martabat Alam al-Arwāḥ. Martabat ini bebas dan bersih dari segala hal pengukuran (seperti suci daripada struktur susunan). Keadaannya terhampar luas. Itulah hakikat segala ruh yang bersemayam (ẓāhir) di dalam setiap zat dan selainnya.
Yang kelima adalah Martabat Alam al-Miṡāl, adalah segala hal yang diciptakan oleh Allah s.w.t. dalam bentuk yang sangat halus sehingga tidak bisa dibagi-bagi (tidak memiliki pembagian).
Yang keenam adalah Martabat Alam al-Ajsād, yakni segala sesuatu yang diciptakan Allah dalam bentuk yang kasar dan menerima pembagian. Keadaan dalam martabat ini merupakan kebalikan dari keadaan Martabat Alam al-Miṡāl.
Yang ketujuh adalah martabat yang menggabungkan semua martabat di atas, yang merupakan martabat-martabat tajallī, yaitu Martabat Insān.
Ketujuh martabat yang telah diterangkan ini disebut sebagai “Martabat Tujuh”. Yang pertama dari “Martabat Tujuh” ini tidak tampak, sementara enam lainnya merupakan martabat yang lahir (tampak). Jika seseorang mampu mencapai makrifat dalam ketujuh martabat ini serta menjadi tampak (lahir) baginya keenam martabat yang lahir tersebut, didukung dengan makrifat yang luas, maka orang tersebut dapat disebut sebagai “al-Insān al-Kāmil” atau “Manusia Sempurna”. Orang semacam ini tidak lain merupakan orang yang mampu memadukan sifat Jalāl (Keagungan) dan Jamāl (Keindahan). Itulah yang telah diraih oleh Nabi kita Muḥammad s.a.w. yang, pada gilirannya, mengakibatkannya menjadi penutup para nabi.
Demikianlah yang dapat saya terangkan mengenai Martabat Tujuh ini. Saya ingin menegaskan bahwa semua perbuatan, termasuk yang terwujud di dalam ketujuh martabat ini, adalah perbuatan Allah. Tiada sekali-kali bagi hamba untuk memiliki Perbuatan. Demikian juga, hamba sama sekali tidak memiliki Asma. Hamba sama sekali tidak memiliki Sifat. Sebab, sesungguhnya baik Perbuatan, Asma, maupun Sifat, merupakan Perbuatan, Asma, dan Sifat Allah semata. Perbuatan, asma, dan sifat yang terdapat pada makhluk tidak lain merupakan penampakan Wujud Ilahi. Nabi Muḥammad s.a.w. diciptakan dari Nur Zat-Nya, dan seluruh makhluk diciptakan dari Nūr Muḥammad. Jadi, sekalian makhluk, yang mencakup manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan seluruh alam semesta dan seisinya, pada dasarnya berasal dari Allah s.w.t. melalui Nūr Muḥammad. Nūr Muḥammad-lah asal penciptaan dan kehidupan alam semesta.
Dengan demikian, maka sepatutnyalah bagi orang yang menginginkan untuk memperoleh Cahaya-cahaya Ilahi (al-Anwār al-Ilāhiyyah) dan segala khazanah Rabbāniyyah, agar senantiasa berzikir mengesakan (mentauhidkan) Allah serta membacakan salawat atas Nabi Muḥammad s.a.w. Semua ini dilakukan semata-mata agar Allah membukakan baginya semua perbendaharaan makrifat pada masa kehidupan dunia fanā’ yang sangat singkat ini. Berikut, akan dijelaskan bagaimana cara untuk mentauhidkan Allah s.w.t. dan bersalawat kepada Nabi Muḥammad s.a.w.