4-4 Saffanah Binti Hatim ath-Tha’i (Saudari ‘Adi bin Hatim) – Perempuan-perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah SAW

Perempuan-perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah s.a.w.
(Judul Asli: Nisā’u Ḥaul-ar-Rasūl s.a.w.; al-Qudwat-ul-Ḥasanati wal-Uswat-uth-Thayyibah li Nisā’-il-Usrat-il-Muslimah).
Oleh: Muhammad Ibrahim Salim.

Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, Zahrul Fata
Penerbit: GEMA INSANI PRESS

Rangkaian Pos: 004 Wanita Muslimah Teladan Sebagai Saudari | Perempuan-perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah SAW

4. SAFFĀNAH BINTI ḤĀTIM ATH-THĀ’Ī (SAUDARI ‘ADĪ BIN ḤĀTIM)

Dialah satu di antara beberapa wanita yang santun dan fasih dalam bertutur kata dan sopan dalam beretika. Hal itu tidak mengherankan karena dia dibesarkan oleh seorang bapak yang terkenal dengan kemuliaannya, yaitu Ḥātim ath-Thā’ī. Pepatah bilang: “Barang siapa yang menyerupai ayahnya (dalam perangainya yang baik), dia tidak tersesat.”

Suatu hari, bapaknya berkata padanya: “Wahai putriku, sesungguhnya dua orang mulia, apabila sama-sama memegang harta, maka harta tersebut akan cepat habis. Karena itu, biarkan harta itu saya pegang atau kamu yang memegangnya.” Lalu Saffānah menjawab: “Bagaimana kalau harta itu kita bagi secara adil dan kita tidak melampaui batas (dalam membelanjakannya).” Ayahnya segera membagi harta tersebut dan terbukti (bahwa harta tersebut tidak cepat habis).

Kefasihan Saffānah tampak ketika dia menjadi tawanan Rasūlullāh s.a.w. (sebelum masuk Islam). Dalam al-Maghāzī, Ibnu Isḥāq berkata bahwa ketika tentara Rasūlullāh s.a.w. menawan Saffānah binti ath-Thā’ī bersama beberapa tawanan Thā’ī yang lain, dia (Saffānah) – yang sangat diplomatis – menghadap Rasūlullāh s.a.w. meminta dibebaskan untuk mencari saudaranya (‘Adī bin Ḥātim) yang berhasil meloloskan diri dari tawanan. Saffānah berkata: “Wahai Rasūlullāh, telah meninggal dunia seorang bapak (Ḥātim ath-Thā’ī) dan telah kabur seorang utusan.” Rasūlullāh s.a.w. bertanya: “Siapakah utusan tersebut?” Saffānah menjawab,: “‘Adī bin Ḥātim.” Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Bukankah dia yang kabur dari Allah dan Rasūl-Nya?

Setelah dialog tersebut terulangi tiga kali, tiba-tiba salah seorang dari balik Rasūlullāh s.a.w. berkata: “Wahai (putri) kaumku, katakan kepadanya (Rasūlullāh s.a.w.) apa yang kamu mau!.” Saffānah berkata: “Wahai Rasūlullāh, telah meninggal seorang bapak (yaitu bapakku Ḥātim, penj) dan telah kabur seorang utusan (yaitu saudaraku ‘Adī, penj). Berikanlah kepadaku apa yang Allah berikan kepadamu.” Rasūlullāh s.a.w. menjawab: “Sesungguhnya saya telah membebaskanmu (untuk menyusul saudaramu), tapi saya belum menemukan orang yang bisa dipercaya untuk mengantarkanmu kembali ke negerimu. Nanti akan tiba saatnya.

Dalam lanjutan riwayatnya, Saffānah berkata: “Di sela-sela itu (sebagai tawanan), Rasūlullāh s.a.w. menjaga dan merawat saya dengan memberi saya pakaian dan makanan sampai tiba waktunya saya dibebaskan guna menemui saudara saya. Setelah bertemu dengan saudara saya, dia (‘Adī bin Ḥātim) bertanya kepada saya: “Bagaimana kesanmu terhadap laki-laki itu (Rasūlullāh s.a.w.)?” Saffānah menjawab: “Saya berharap kamu bisa menemuinya (Rasūlullāh s.a.w.).”

Peran Saffānah di Balik Keislaman Saudaranya

Ketika dibebaskan oleh Rasūlullāh s.a.w., Saffānah langsung pergi menemui saudaranya, ‘Adī, yang berada di Dūmat-ul-Jandal. Setelah bertemu dengan saudaranya, Saffānah berkata: “Wahai saudaraku, datangilah laki-laki tersebut (Rasūlullāh s.a.w.) sebelum dia datang menangkapmu. Sesungguhnya, saya melihat perkataan yang jujur dan santun akan mengalahkan kaum yang menang. Dan, saya telah menyaksikan begitu mulia sifat-sifat Rasūlullāh s.a.w.. Saya lihat dia (Rasūlullāh s.a.w.) adalah seorang yang sangat mencintai fakir-miskin, membebaskan tawanan, menyayangi yang lebih kecil, dan menghormati yang lebih besar. Saya tidak pernah menjumpai orang seramah dan semulia dia. Seandainya dia seorang nabi, mudah-mudahan kamu mendapat keutamaannya dan seandainya dia seorang malaikat, dia masih berada pada kemuliaannya.”

Mendengar perkataan saudarinya, ‘Adī terenyuh seraya berkata: “Demi Allah, benarkah apa yang kamu katakan.” Seketika itu juga, berangkatlah ‘Adī menemui Rasūlullāh s.a.w. untuk mengikrarkan keislamannya. Demikian pula Saffānah (juga masuk Islam) yang oleh Ibnu Hisyām dalam Sīrah-nya dinamai Ḥāzimah.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *