4-4-4 Tahapan Godaan – Berbagai Kesengsaraan & Musibah | Minhaj-ul-Abidin

Dari Buku:

Minhajul ‘Abidin
Oleh: Imam al-Ghazali

Penerjemah: Moh. Syamsi Hasan
Penerbit: Penerbit Amalia Surabaya

Rangkaian Pos: 004 Tahapan Godaan - Minhaj-ul-Abidin

Mungkin anda berkata: “Anda berpanjang-lebar menerangkan masalah rezeki ini, menyimpang dari pokok pembahasan kitab ini (Minhāj-ul-‘Ābidīn).”

Ketahuilah, demi Allah! Apa yang anda anggap panjang itu sebenarnya hanya sedikit, jika melihat apa yang diperlukan mengenai arti ini, sebab hal ini merupakan perkara yang penting dalam hubungannya dengan ibadah, bahkan menjadi pokok persoalan hidup di dunia dan penghambaan kepada Allah.

Orang yang mempunyai kehendak kuat dalam masalah ibadah ini, hendaklah berpegang teguh kepada apa yang telah diterangkan di muka dan menjaga dengan semestinya. Jika tidak, tentu akan tersingkir dari apa yang dimaksud. Perkara yang menunjukkan kepada anda, bahwa ulama akhirat yang ma‘rifat kepada Allah itu selalu awas dan waspada. Mereka senantiasa mendasarkan semua urusannya kepada tawakkal kepada Allah, tekun beribadah kepada-Nya dan dapat mematahkan segala rintangan. Berapa banyak kitab yang mereka tulis, berapa saja petuah-petuah yang mereka wasiatkan. Allah telah melimpahkan kepada mereka kekuatan, pertolongan dan pengikut sehingga mereka dapat melakukan misi mulianya secara murni, yang tidak dapat dikerjakan oleh sekelompok orang-orang zuhud dari golongan Karāmiyyah. Karena, mereka membangun madzhab mereka atas dasar yang tidak lurus.

Kita akan selamat selama masih tetap konsisten pada jalan para imam kita. Tempat ibadah kita dan tempat pengajaran kita, tak henti-hentinya menelurkan orang-orang yang menjadi pemuka agama, seperti al-Ustādz Abū Isḥāq, Abū Ḥāmid, Abū Thayyib, Ibnu Faurak, Syaikh al-Imām, guruku dan lain sebagainya. Juga mengeluarkan orang-orang yang benar-benar tekun dalam beribadah, seperti Abū Isḥāq asy-Syirāzī, Abū Sa‘īd as-Shūfī, Nashr al-Muqaddasī dan lain-lain yang melebihi umat dalam ilmu dan zuhudnya, hingga sampai pada kita-kita ini, sebagai orang-orang yang lemah hati dan berlumuran kotoran dalam ikatan-ikatan yang lebih banyak bahayanya daripada manfaatnya. Akhirnya, urusan agama menjadi semakin mengalami kemunduran, cita-cita luhur menjadi terasa stagnan dan mandek (to stop; clog up; become stale), berkah agama menjadi beterbangan, rasa kelezatan dan manisnya ibadah menjadi hilang, sehingga jarang kita dapati orang-orang yang bening dan bersih ibadahnya, atau bisa memperoleh ilmu dan hakikat yang signifikan.

Adalah merupakan realitas yang sebenarnya, bahwa kilauan sinar yang muncul dari kita tidak lebih dari hanya sekedar refleksi dari para pendahulu kita yang terus konsisten dalam jalan yang benar, seperti Ḥārtis al-Muḥāsibī, Muḥammad bin Idrīs asy-Syāfi‘ī, al-Muzanī, Ḥarmalah dan para imam agama yang lainnya.

Para ulama ini, sebagaimana dikatakan oleh seorang penyair:

وَ مَا صَحِبُوا الْأَيَّامَ إِلَّا تَعَفُّفًا

وَ مَا وَجَدُوْا مِنْ حُبِّ سَيِّدِهِمْ بَدَا

فَاضِلُ صِدِّيْقُوْنَ أَهْلُ وِلَايَةٍ

إِلَى سَيِّدِ السَّادَاتِ قَدْ جَعَلُوْا الْقَصَدَ

تَحَلَّلَ عِقْدُ الصَّبْرِ مِنْ كُلِّ صَابِرٍ

وَ مَا خَلَتِ الْأَيَّامُ مِنْ عِقْدِهِمْ عُقْدًا.

Para ulama salaf dan imam kita sepanjang hidupnya selalu memelihara diri.

Mereka tidak bisa melepaskan kecintaannya terhadap Allah

Merekalah orang-orang mulia. Bersungguh-sungguh berijtihad dan beribadah, ahli mendapat petunjuk Allah.

Tujuan mereka hanya Allah, orang-orang yang bersabar dan tidak akan pernah kehilangan kesabarannya.

Tali kesabaran mereka tidak pernah pudar terlintas oleh perjalanan waktu.

Pada masa-masa awal dahulu, kita menjadi raja, tetapi sekarang menjadi orang pasaran. Dahulu kita adalah penunggang kuda, tetapi sekarang menjadi pejalan kaki.

Semoga kita tidak terputus dari jalan menuju keridha’an Allah. Semoga Allah memberikan pertolongan atas musibah-musibah kita. Hanya kepada Allah kita meminta, agar tidak mencabut sisa ilmu ini. Allah Dzat Yang Maha Pemurah. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.

Adapun mengenai tafwīdh (menyerahkan segala urusan kepada Allah), terdapat dua pokok yang harus anda renungkan, yaitu:

Pertama: Anda harus tahu bahwa ikhtiyār itu tidak patut, kecuali oleh orang-orang yang benar-benar tahu segala sesuatunya, secara lahir batin, keadaannya yang sekarang dan akibatnya dikemudian hari. Kalau tidak, maka orang yang ikhtiyār itu, tentu tidak dijamin akan keamanannya dari pilihan yang menyebabkan kerusakan, meninggalkan pilihan yang mengandung kebaikan dan maslahat.

Coba renungkan, seandainya anda berkata kepada orang Badui, orang pedalaman atau penggembala kambing: “Amatilah secara cermat dirham ini, dan pilihkan untukku, mana yang baik dan mana yang buruk.” Tentu orang itu tidak akan mampu memberikan petunjuk mana yang baik dan mana yang tidak. Kalau seandainya anda juga menyuruh orang pasar yang bukan ahli tukar menukar uang, untuk membedakan dirham tersebut, terkadang juga mengalami kesulitan.

Dengan demikian, berarti anda merasa tidak aman, kecuali jika anda sodorkan kepada ahli tukar menukar uang yang mengetahui benar tentang emas dan perak, serta sifat-sifat khusus yang ada pada emas dan perak itu.

Pengetahuan semacam ini, yaitu pengetahuan yang meliputi segala sesuatu secara menyeluruh dari segala segi, tidak pantas selain untuk Allah Tuhan alam semesta. Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya.

Allah s.w.t. berfirman:

وَ رَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَ يَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ

Artinya:

Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan apa yang Dia pilih. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka.” (al-Qashash: 68).

Dan firman-Nya:

وَ رَبُّكَ يَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُوْرُهُمْ وَ مَا يُعْلِنُوْنَ

Artinya:

Dan Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) shadr (hati tahap pertama) mereka dan apa yang mereka nyatakan.” (al-Qashash: 69).

Diceritakan, konon ada seorang saleh mendapatkan ilham dari Allah. Ilham itu datang melalui suara: “Hai Fulan, mintalah, tentu anda diberi.” Orang itu adalah orang yang diberi petunjuk oleh Allah. Maka, ia pun menjawab: “Dzat Yang Maha mengetahui segala sesuatu secara menyeluruh dari segala segi berfirman kepada orang yang tidak mengetahui dari segala segi: “Mintalah, tentu anda diberi.” Apa yang baik untuk diriku aku minta, tetapi Engkaulah yang memilihkan untukku, ya Allah.”

Kedua: Apa yang anda katakan, seandainya ada seseorang berkata kepada anda: “Aku akan mengurus segala urusan anda dan mengatur segala apa yang menjadi kebutuhan demi kemaslahatan anda. Tegasnya, serahkanlah semua urusan anda kepadaku, sementara anda hendaklah menyibukkan diri terfokus pada apa yang bermanfaat bagi diri anda.” Sedangkan orang yang berkata semacam ini, menurut pandangan anda adalah seorang yang paling alim di zaman anda, paling kokoh pendapatnya, paling kuat, paling berbelas kasih dan berhati-hati, paling jujur dan menepati janji. Apakah anda tidak lantas memanfaatkan kesempatan ini? Apakah hal ini tidak anda anggap sebagai nikmat yang paling besar? Tentu anda merasa menerima bantuan yang besar dari orang tersebut dan tentu anda sangat berterima kasih kepadanya.

Kemudian, apabila orang itu memilihkan suatu perkara buat anda sementara anda tidak mengetahui akan kebaikan perkara itu, tentu anda tidak akan merasa bosan terhadap pilihannya, melainkan percaya penuh dan merasa tenang terhadap pengaturannya. Anda yakin bahwa orang itu pasti memilihkan apa yang terbaik untuk anda dan ia tentu tidak melakukan pengawasan apa pun selain yang membaguskan diri anda, bagaimana pun bentuknya, sesudah anda menyerahkan segala urusan kepadanya dan ia benar-benar memberikan jaminan yang membaguskan anda.

Jika demikian, mengapa anda tidak menyerahkan segala urusan anda kepada Allah yang menguasai alam semesta? Padahal, Allah adalah Dzat yang mengatur semua urusan, mulai dari langit hingga bumi. Allah lebih mengetahui daripada orang yang tahu. Allah lebih kuasa daripada orang yang berkuasa. Allah lebih belas kasih kepada anda daripada siapa pun yang berbelas kasih. Allah lebih kaya daripada setiap orang yang kaya. Agar Dia memilihkan untuk anda, dengan kelembutan ilmu-Nya dan kebaikan pengaturan-Nya, memilihkan apa yang tidak tergapai oleh pengetahuan anda dan tidak dapat ditemukan oleh pemahaman anda. Sementara itu, anda fokus menyibukkan diri terhadap apa yang bermanfaat bagi diri anda di hari kemudian. Apabila Allah memilihkan suatu perkara untuk anda yang belum anda ketahui sisi-sisi rahasianya, dengan pilihan itu anda ridhā’ dan bisa tenang menghadap kepada-Nya, bagaimanapun keadaan anda. Sebab, pilihan Allah pasti baik dan bagus. Renungkanlah benar-benar secara cerdas, in syā’ Allāh anda memperoleh petunjuk.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *