4-3 Fathimah bint-il-Walid ibn-ul-Mughirah (Saudari Khalid bin Walid) – Perempuan-perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah SAW

Perempuan-perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah s.a.w.
(Judul Asli: Nisā’u Ḥaul-ar-Rasūl s.a.w.; al-Qudwat-ul-Ḥasanati wal-Uswat-uth-Thayyibah li Nisā’-il-Usrat-il-Muslimah).
Oleh: Muhammad Ibrahim Salim.

Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, Zahrul Fata
Penerbit: GEMA INSANI PRESS

Rangkaian Pos: 004 Wanita Muslimah Teladan Sebagai Saudari | Perempuan-perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah SAW

3. FĀTHIMAH BINT-IL-WĀLID IBN-UL-MUGHĪRAH (SAUDARI KHĀLID BIN WALĪD)

Dia masuk Islam pada hari penaklukan kota Makkah (Yaum-ul-Fatḥ) dan dia termasuk salah seorang wanita yang ikut berbaiat di hadapan Rasūlullāh s.a.w.. Dialah istri al-Ḥārits bin Hisyām. Berkenaan tentang itu, Ibnu ‘Asākir berkata bahwa Fāthimah bint-ul-Walīd ibn-ul-Mughīrah adalah saudari Khālid. Dia (Fāthimah) termasuk salah seorang sahabat, sering menemani suaminya al-Ḥārits ke Syām (Suriah). Tidak jarang Khālid meminta pendapat saudarinya tentang beberapa strategi, terutama ketika Khālid ditunjuk sebagai panglima perang dalam penaklukan Persia dan Romawi.

Ketika ‘Umar ibn-ul-Khaththāb mencopot Khālid dari jabatannya sebagai panglima, Khālid mendatangi saudarinya guna meminta pendapatnya. Setelah mendengar perkataan adiknya, Khālid mencium kening adiknya seraya berkata: “Benar apa yang kamu katakan, sesungguhnya ‘Umar lebih tahu akan urusan yang dihadapinya (daripada saya) dan dia (‘Umar) tidak akan membohongi dirinya sendiri.”

Fāthimah bint-il-Walīd meriwayatkan dari Rasūlullāh s.a.w. hadits sarung wanita (izār) yang dikeluarkan oleh al-‘Aqīlī. Dalam perjalanannya menuju Syām, Fāthimah memakai pakaian panjang yang sudah lusuh. Kemudian dia berganti dengan memakai kain sarung panjang (izār). Saat itu dia ditanya: “Mengapa anda memakai kain (izār) itu?” Dia menjawab: “Saya pernah mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda agar (kita) memakai kain sarung (jarik, bahasa Jawa).

Itulah Fāthimah, sosok saudari teladan yang paham akan arti sebuah persaudaraan, saling menasihati dan bertukar pikiran antara satu dan yang lain. Khālid tahu persis akan kebijakan dan kearifan saudarinya. Oleh karena itu, tidak jarang Khālid “Saifullāh” “Pedang Allah” mendatangi saudarinya – terutama pada saat-saat sulit dalam hidupnya – guna mendengar dan meminta nasihat dari saudarinya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *