3-3 Durrah Binti Abi Lahab Bin ‘Abd-ul-Muththalib (Putri Paman Nabi Saw) – Perempuan-perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah SAW

Perempuan-perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah s.a.w.
(Judul Asli: Nisā’u Ḥaul-ar-Rasūl s.a.w.; al-Qudwat-ul-Ḥasanati wal-Uswat-uth-Thayyibah li Nisā’-il-Usrat-il-Muslimah).
Oleh: Muhammad Ibrahim Salim.

Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, Zahrul Fata
Penerbit: GEMA INSANI PRESS

Rangkaian Pos: 003 Wanita Muslimah Teladan Sebagai Putri | Perempuan-perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah SAW

3. DURRAH BINTI ABĪ LAHAB BIN ‘ABD-UL-MUTHTHALIB (PUTRI PAMAN NABI S.A.W).

Tidak banyak diketahui tentang dirinya sebelum masuk Islam. Yang jelas, setelah masuk Islam dan berhijrah, Durrah termasuk dari sahabat wanita Rasūl yang begitu mulia akhlaknya.

Berbicara tentang Durrah binti Abī Lahab, Imām adz-Dzahabī mengatakan bahwa ada satu hadits yang berkenaan dengannya dalam Musnad dari riwayat anak pamannya, al-Ḥārits bin Naufal (101), yaitu, hadits yang juga dituturkan oleh Ibnu Ḥajar dalam Ishābah-nya bahwa Durrah binti Abī Lahab ketika tiba di Madīnah tatkala hijrah, turun di kampung Rafī‘ bin al-Ma‘lā berkata kepadanya para wanita dari Bari Zuraiq,

“Kamu adalah anak Abū Lahab yang Allah berkata kepadanya “Celakalah kedua tangan Abū Lahab dan celaka.” Maka buat apa lagi hijrah kamu?” Mendengar hal itu, Durrah mendatangi Rasūlullāh s.a.w. dan menceritakan apa yang dialaminya. Lalu Rasūlullāh s.a.w. berkata (kepadanya): “Duduklah!” Tidak lama kemudian beliau shalat zhuhur dan duduk di atas mimbar selama satu jam seraya berkata: “Wahai manusia sekalian, mengapa saya dicela dalam keluarga saya? Demi Allah, sesungguhnya syafaatku (pengampunan) akan didapat oleh kerabatku sampai orang yang keras, lemah bahkan besar akan mendapatkannya mereka pada hari kiamat.

Ad-Dāruquthnī meriwayatkan dalam kitabnya, bab Ukhūwah dan Ibnu Uday dalam al-Kāmil dan Ibnu Mundih dari Durrah binti Abī Lahab bahwasanya Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

Seorang yang hidup itu tidak menanggung derita lantaran kejelekan yang diperbuat orang yang sudah mati.

Berkaca dari riwayat di atas, hendaknya kita selalu menghormati orang yang telah mendahului kita meskipun orang tersebut sangat memusuhi kita.

Catatan:

  1. 10). Lihat ath-Thabaqāt (7: 34), al-Istī‘āb (4: 290), al-Ishābah (7: 634), Asad-ul- Ghābah (5: 449).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *