3-2 Sifat Mutlak – Insan Kamil – Syaikh Abd. Karim al-Jaili

INSAN KAMIL
Ikhtiar Memahami Kesejatian Manusia Dengan Sang Khaliq Hingga Akhir Zaman

Karya: Syaikh Abd. Karim Ibnu Ibrahim al-Jaili

Penerjemah: Misbah El Majid. Lc.
Diterbitkan oleh: Pustaka Hikmah Perdana.

Rangkaian Pos: 003 Sifat Mutlak - Insan Kamil - Syaikh Abd. Karim al-Jaili

Ketahuilah, bahwasanya dzāt-dzāt ketinggian hanya bisa diketahui dengan Tharīqah (jalan) Kasyf (pengetahuan intuitif) dan Kasyf al-Ilāhiyyah (intuisi ketuhanan), kau hanya ada pada-Nya dan Dia hanya ada pada dirimu tanpa Ḥulūl (panteisme), tanpa Ittiḥād (bersatu secara dzāt) bahwa hamba adalah hamba dan Rabb adalah Rabb (Tuhan adalah Tuhan). Seorang hamba tidak akan pernah menjadi Tuhan dan Tuhan tidak akan pernah menjadi hamba, anda akan bisa mengetahui kesejatian Qudrah (kudrat) tersebut melalui jalan Kasyf (pengetahuan intuitif) dan Dzauq (intuisi) serta intuisi ketuhanan yang melintas batas pengetahuan inderawi dan nalar logika. Dan semua itu tidak akan terjadi melainkan pasca as-Sahaq (lenyap dan lebur) secara dzāt. Adapun tanda-tanda Kasyf itu adalah fanā’ (sirna) nya diri seorang hamba dengan penampakan Rabb-nya kemudian fanā’ kedua kalinya dengan hadirnya sirr (rahasia) Rubūbiyyah (ketuhanan), kemudian fanā’ ketiga kalinya dari keterkaitan sifat-sifatNya dengan hakekat inti (Dzāt)-Nya. Jika seseorang telah berhasil menggapai tingkat spiritual (maqām) ini, maka inti sifat kemanusiaan dirinya lenyap (sirna), ia dapat melihat inti (dzāt)-Nya. Pada tahap ini ke-Dia-an Dia termanifestasikan dalam ke-aku-an anda yang terlanskapkan dalam ilmu, kudrat, pendengaran, penglihatan, keagungan, keperkasaan, kediqdayaan, dan manifestasi-manifestasi ketuhanan lainnya. Penampakan subtansi ke-Dia-an Dia bergantung dari daya persepsi anda dalam mensirnakan inti (dzāt) diri anda dalam membangun kebersamaan dan kedekatan (Qurb) bersama-Nya, dan itu ada pada kekuatan hasrat anda, cita-cita anda, serta kadar pengetahuan anda. Terkait dengan ini anda bisa saja berkata: “Inti (dzāt)-Nya tidak bisa dilihat dengan i‘tibār ia merupakan inti segala sifat, tataran permaknaan ini berdasarkan firman Al-Ḥaqq: “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata.” Q.S. al-An’ām 6:103, karena penglihatan merupakan sifat, barang siapa yang tidak bisa melihat sifat, ia tidak akan pernah bisa melihat dzāt. Jika anda berkata: Inti (dzāt)-Nya bisa dilihat, maka hal itu dengan i‘tibār seperti apa yang telah kami paparkan diatas, masalah ini banyak disepelekan banyak orang, bahkan sering dinafikan para Sālik (peniti jalan Allah) terlebih ahli ketuhanan tidak ada satupun dari mereka yang menyoal dan memberi perhatian khusus tentang masalah ini sebelum saya (al-Jaily). Maka jernihkan pikiran dan hati anda, tafakkuri dengan penuh seksama, sisihkan waktu secara khusus untuk merenungkan masalah ini, agar anda bisa memukasyafahi tajallī-Nya secara hakiki, serta dapat merasakan Dzauq (intuisi) kenikmatan sifat diri dengan sifat-sifat al-Ḥaqq, jika makrifah anda itu terus berkembang, anda akan mengetahui: Kaifiyyah (prosesi) pensifatan dengan sifat-sifatNya, yang dengan itu anda akan memakrifahi sifat-sifatNya secara hakiki. Pada tingkat makrifah hakiki inilah sesuatu yang tak berujung dapat diketahui akhirannya. Pahami betul masalah ini, sebab masalah ini tidak pernah bisa difahami selain insan-insan yang telah dipersiapkan al-Ḥaqq mampu mewadahi kesempurnaan. Mereka itulah al-Muqarrabūn (insan-insan yang terdekat) dengan Sang Maha Perkasa dan Maha Mulia, dan hanya sedikit sekali insan-insan terkasih dan dikasihi-Nya bisa Wushūl (sampai) ke tingkat spiritual tersebut.

Ketahuilah, bahwasanya isim-Nya ar-Raḥmān dalam artian bahasa, menunjukkan kekuatan sifat-Nya pada sesuatu yang disifati, dan penampakan-Nya pada sesuatu tersebut. Karenanya liputan rahmat-Nya mencakup segala sesuatu, hingga para penghuni neraka-pun tidak luput dari cakupan rahmat-Nya. Ketahuilah nama-Nya (ar-Raḥmān) ini, terkandung di bawahnya segenap nama-nama ketuhanan yang berdimensikan Diri-Nya, termasuk tujuh sifat Diri-Nya yang utama yaitu: al-Ḥayāh (hidup), al-‘Ilm (tahu atau berpengetahuan), al-Qudrah (berkuasa), al-Irādah (berkemauan), al-Sam‘u (mendengar), al-Bashar (melihat), al-Kalām (berbicara). Huruf Alif yang ada pada tujuh sifat itu sejatinya bermakna al-Ḥayāh (Maha Hidup). Tidakkah anda lihat rahasia hidup al-Ḥaqq dalam setiap Maujūdāt (segala wujud), semua yang wujud tegak hidup dengan hidup-Nya, demikian pula dengan huruf Alif, ia menghidupkan segala huruf, tidak ada satu hurufpun yang terlepas dari huruf Alif, di mana ada huruf disitu ada huruf Alif, baik berupa lafazh maupun tulisan. Huruf Bā’ ‘ibārat Alif yang terhamparkan, huruf Jīm ibarat Alif yang dilengkungkan dua ujungnya, demikian pula dengan huruf-huruf yang lain. Terkait dengan etos ke-raḥmān-an ini, maka esensi huruf Alif ‘ibārat penampakan kehidupan Raḥmāniyyah (ketuhanan) yang terlanskapkan dalam segala wujud. Huruf Lām, ‘ibārat penampakan al-‘ilm (ilmu pengetahuan)-Nya, ilmu yang dimaksud pada pengibaratan ini adalah kesejatian ilmu-Nya, sedangkan tempat untuk memakrifahi ilmu tersebut adalah segala wujud ciptaan-Nya. Huruf Rā’ ‘ibārat penampakan Qudrah (Kuasa)-Nya yang termanifestasikan dalam semesta alam dan isinya alam, dari al-‘Adam (ketiadaan) menjadi Maujūd (ada), yang dengan itu bisa dilihat sesuatu yang tidak tampak, dan bisa ditemukan sesuatu yang tidak ada. Huruf Hā’ ‘ibārat penampakan al-Irādah (kehendak)-Nya, adapun tempatnya Ghaib-ul-Ghaib (super misteri), kehendak ketuhanan yang sangat misteri dalam diri al-Ḥaqq tidak akan bisa diketahui, dan tidak akan pernah bisa dilihat. Segala apa yang Dia kehendaki Allah, maka kehendaki-Nya adalah sebuah keniscayaan, dengan demikian al-Irādah merupakan keghaiban murni. Huruf Mīm, ‘ibārat penampakan as-Sam‘u (mendengar)-Nya seperti halnya anda tidak bisa mendengar suatu percakapan dari seseorang, jika orang itu tidak menggerakkan lisannya untuk berbicara? Demikian pula anda tidak akan bisa menyimak pesan-pesan ketuhanan, jika anda tidak mampu bermukasyafah, dan menggapai intuisi ketuhanan, karena manifestasi Sam‘u-Nya tertampakkan baik melalui al-Qaul (perkataan), al-Lafzh (rentahan huruf), atau Ḥāl (kondisi spiritual). Lingkaran pada permukaan huruf Mīm mengisyaratkan, tempat mendengar kalām-Nya, dengan demikian huruf Mīm ‘ibārat tempat mendengar kalam-Nya, dengan demikian huruf Mīm ‘ibārat tempat mendengar Kalām (ujaran-ujaran) segala yang wujud baik yang tersurat maupun yang tersirat, baik yang terucapkan maupun yang tidak terucapkan. Adapun huruf Alif yang ada di antara huruf Mīm dan Nūn, ‘ibārat penampakan al-Bashar (melihat)-Nya, ia juga merupakan isyārat bahwasanya al-Ḥaqq tidak melihat, melainkan dengan inti (dzāt)-Nya. Huruf Alif itu dihilangkan dalam tulisan, namun terungkapkan isyārat, bahwasanya al-Ḥaqq, tidak bisa dilihat oleh makhluk-Nya melainkan dengan Diri-Nya, dan orang seorang tidak akan pernah bisa melihat kesejatian Diri-Nya dengan sesuatu selain Diri-Nya. Adapun penetapannya dalam lafazh, isyārat pembedaan (titik pilah) al-Ḥaqq di antara inti (dzāt)-Nya dengan makhluk-Nya, terlebih pensucian dan peninggian al-Ḥaqq dari sifat-sifat kemakhlukan makhluk-Nya, karena mereka (para makhluk-Nya) diliputi sifat kerendahan, kehinaan dan kekurangan, sedang al-Ḥaqq Maha Suci dan Maha Sempurna. Huruf Nūn, ibarat penampakan Kalām (berbicara)-Nya, pararel dengan firman-Nya: “Nūn, demi Qalam dan apa yang mereka tulis.” Q.S. al-Qalam 68:1, Nūn dalam ayat tersebut, merupakan Kināyah (metafora) daripada Lauḥ-ul-Maḥfūzh, yang sejatinya adalah Kitābullāh (kitab Allah) halmana kandungan isinya seperti yang diwartakan al-Ḥaqq: “Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam al-Kitāb.” Q/S/ al-An‘ām 6:38, maka jelas sekali bahwa hakekat kitab-Nya adalah Kalām-Nya.

Ketahuilah, bahwasanya huruf Nūn ibarat lukisan citra segala makhluk-Nya dengan segala iḥwāl (keadaan)-nya dan sifat-sifat-nya yang terlanskapkan dalam kesatuan dari yang banyak, lukisan tersebut ‘ibārat kalimat Allah yang bermaknakan (Kun)-Jadilah, maka jadilah, sejalan dengan al-Qalam (pena) dalam al-Lauḥ, yang merupakan wajah penampakan kalimat presensi (al-Ḥadrah). Semua yang keluar dari lafazh (Kun) ia berada dalam lingkup Lauḥ-ul-Maḥfūzh, atas dasar inilah kami memaklumatkan bahwasanya huruf Nūn merupakan penampakan Kalāmullāh. Ketahuilah, bahwasanya nuqthah (titik) yang berada diatas huruf Nūn merupakan isyārat inti (dzāt)-Nya, yang tertampakkan pada segenap citra makhluk-Nya. Awal manifestasi ketuhanan pada segenap makhluk-Nya adalah inti (dzāt)-Nya, kemudian tampaklah makhluk tersebut, karena Nūn inti (dzāt)-Nya lebih tinggi dan lebih tampak dibandingkan Nūn makhluk-Nya, Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Shadaqah adalah sesuatu yang kali pertama berada si telapak tangan ar-Raḥmān (Maha Pemurah), kemudian berada di telapak tangan insan peminta.” Hal senada juga ditegaskan Sufi agung Shādiq al-Akbar r.a.: “Aku tidak melihat sesuatupun, melainkan aku melihat Allah sebelumnya.” Jika anda mengetahui bahwa nuqthah (titik) dalam huruf Nūn merupakan isyārat inti (dzāt)-Nya, maka ketahuilah bahwa lingkaran huruf Nūn merupakan isyārat segenap makhluk-Nya. Kami telah paparkan masalah ini dengan detil pada karya kami al-Kahfi war-Raqīm, fī Syarḥi Bismillāh-ir-Raḥmān-ir-Raḥīm, jika anda ingin mengkaji lebih dalam lagi silakan menela’ah kitab tersebut, jika kita perpanjang membahas rahasia-rahasia huruf isim ini, berikut pengejawantahan huruf-hurufnya, niscaya akan terhamparkan misteri-misteri yang berserak di jagad ini, berikut akan tertampakkan keajaiban-keajaiban yang mengkoyak pemahaman anda. Kami sengaja menyudahi paparan ini hingga disini, agar tidak membuat anda bersikap manja dalam menyibak misteri ketuhanan. Allah adalah Dzāt Maha Penolong, kepada-Nya semua harapan dimuarakan.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *