3-2-2 Tahapan Rintangan – Makhluk (2/5) | Minhaj-ul-Abidin

Dari Buku:

Minhajul ‘Abidin
Oleh: Imam al-Ghazali

Penerjemah: Moh. Syamsi Hasan
Penerbit: Penerbit Amalia Surabaya

Rangkaian Pos: 003 Tahapan Rintangan - Minhaj-ul-Abidin

‘Umar bin Khaththāb berpendapat, bahwa ‘uzlah adalah membebaskan diri dari pergaulan buruk. Penyataan senada sebagaimana yang terungkap dalam syair berikut ini:

Inilah zaman yang sejak dulu kita takuti

sebagaimana diterangkan dalam pernyataan Ka‘ab dan Ibnu Mas‘ūd

sebuah zaman, kebenaran ditolak seluruhnya

sementara kezhaliman dan kejahatan dilahap tanpa ada yang di tolak

zaman kebutaan, ketulian, kekaburan,

iblis naik turun bikin keonaran dan kekacauan

bila zaman itu terus berlangsung dan tidak ada perubahan

kematian mayit tidak lagi ditangisi

dan tidak pula ada kegembiraan atas kelahiran bayi.

Aku mengetahui Sufyān bin ‘Uyainah berkata kepada Sufyān ats-Tsaurī: “Berilah aku wasiat “ Maka Sufyān ats-Tsaurī berpesan: “Persedikitlah mengenal manusia.”

Lalu aku berkata – semoga Allah merahmati anda semua – bukankah Nabi Muḥammad s.a.w. pernah bersabda: “Perbanyaklah mengenal manusia. Karena setiap mukmin itu mempunyai hak syafa‘at.” Jawab ats-Tsaurī: “Ya, tetapi anda tidak mendapatkan perkara yang anda benci, melainkan dari orang yang anda kenal.” Ya, memang benar, jawabku.

Selanjutnya, setelah Sufyān ats-Tsaurī wafat tidak lama kemudian, aku melihatnya dalam mimpi. Dalam bermimpi itu, aku minta wasiat lagi padanya. Lalu ia berpesan: “Persedikitlah mengenal manusia semampu anda, sebab bersikap tulus ikhlas terhadap mereka sangatlah berat.”

Senada dengan ungkapan tersebut, perhatikan bait-bait syair berikut:

وَ مَا زِلْتُ مُذْلاَحَ الْمَشِيْبُ بمَفْرِقِيْ

أُفَتِّشُ عَنْ هذَا الْوَرَى وَ أُكَشِّفُ

فَمَا أَنْ عَرَفْتُ النَّاسَ إِلاَّ ذَمَمْتُهُمْ

جَزَى اللهُ خَيْرًا كُلَّ مَنْ لَسْتُ أَعْرِفُ

وَ مَا لِيْ ذَنْبٌ أَسْتَحِقُّ بِهِ الْجَفَى

سِوَى أَنَّنِيْ أَحْبَبْتُ مَنْ لَيْسَ يُنْصِفُ

Hingga uban bermunculan di kepalaku

aku selalu meneliti dan mengamati keadaan manusia

ternyata, tidak ada manusia yang kukenal

melainkan mereka patut dicela

semoga Allah membalas dengan kebaikan

terhadap orang yang tidak kukenal

aku tidak mempunyai dosa yang patut dibenci,

kecuali bahwa aku menyukai orang yang tidak mau insyaf.

Sufyān bin ‘Uyainah menyatakan bahwa ada yang berkata: Sesungguhnya, pada pintu rumah Sufyān Ats-Tsaurī terdapat tulisan: “Semoga Allah membalas kebaikan kepada orang yang tidak mengenalku. Dan semoga Allah tidak membalas teman-temanku. Sebab, tiada sesuatu pun yang menyakitkan aku, melainkan datangnya dari mereka.”

Dalam hal ini, terdapat syair:

جَزَى اللهُ عَنَّا مَنْ لَيْسَ بَيْنَنَا

وَ لاَ بَيْنَهُ وُدٌّ وَ لاَ نَتَعَارَفُ

فَمَا مَسَّنَا هَمٌّ وَ لاَ نَالَنَا أَذَى

مِنَ النَّاسِ إِلاَّ مَنْ نَوَدُّ وَ نَعْرِفُ

Semoga Allah membalas kebaikan kepada orang

antara aku dan dia tidak ada kasih sayang dan tidak pula kukenal

sebab, kesusahan dan gangguan yang menimpa diriku

timbul dari orang yang kukasihi dan kukenal.”

Fudhail berkata: “Pada zaman ini, peliharalah lisan anda, menyepilah di tempat anda, obatilah hati anda, ambil apa yang anda ketahui baik dan tinggalkan apa yang mungkar.

Sufyān ats-Tsaurī berkata: “Zaman ini, mengharuskan diam dan menahan diri di rumah, ridha dengan makanan seadanya hingga datang ajalnya.

Diceritakan dari Dāū ath-Thā’ī, ia berkata: “Puasalah (tahanlah diri) anda di dunia dan berbukalah nanti di akhirat. Larilah dari manusia, sebagaimana anda lari dari harimau.

Diceritakan dari ‘Ubaidah, sesungguhnya aku belum pernah melihat seorang ahli hikmah melainkan pada akhir katanya ia berkata kepadaku: “Jika anda senang tidak dikenal manusia (popularitas), maka anda akan mendapatkan kedudukan yang baik di sisi Allah.”

Dan masih banyak lagi khabar-khabar mengenai masalah ini yang tidak memungkinkan dikemukakan seluruhnya di dalam kitab yang ringkas ini. Aku telah menyusun sebuah kitab khusus yang aku beri judul: Akhlāq-ul-Abrār wan-Najātu min-al-Asyrār. Pelajarilah kitab ini, tentu anda akan mendapatkan keterangan yang memuaskan. Orang yang berakal sehat cukup diberi isyarat, Allah jualah yang memberi taufiq dan hidayah berkat anugerah keutamaan-Nya.

Kedua: Hal kedua yang mengharuskan anda mengasingkan diri menjauh dari makhluk ialah, karena kebanyakan manusia dapat merusak ibadah yang telah kamu laksanakan, jika anda tidak mendapat perlindungan dari Allah s.w.t. Sebab mengemukanya ajakan yang menjurus kepada perbuatan riyā’ dan merias penampilan lahiriyyah karena yang selain Allah.

Tepatlah apa yang dikatakan Syaikh Yaḥyā bin Mu‘ādz: “Pandangan manusia adalah hamparan riyā’. Orang-orang zuhud takut dirinya terperangkap makna ini (riyā’), sehingga mereka meninggalkan pertemuan dengan orang lain dan saling berziarah.

Disebutkan bahwa Ḥarim bin Ḥayyān berkata kepada Uwais al-Qarnī: “Hai Uwais, sambunglah hubungi kita dengan ziarah dan pertemuan.” Uwais menjawab: “Aku telah menyambung hubungan dengan anda melalui perkara yang lebih bermanfaat bagi anda daripada ziarah dan pertemuan, yaitu dengan doa dalam keadaan tersembunyi tanpa harus melalui pertemuan secara fisik. Karena ziarah dan pertemuan bisa melahirkan hiasan dan riyā’.

Sulaimān al-Khawwāsh pernah ditanya ketika Ibrāhīm bin Adham datang ke kotanya: “Apakah anda tidak menemui Ibrāhīm?” Sulaimān menjawab: “Sungguh, aku lebih suka bertemu dengan setan jahat daripada bertemu dengan Ibrāhīm” Mereka merasa tidak senang mendengar ucapan Sulaimān itu. Lalu Sulaimān berkata: “Aku khawatir, jika bertemu Ibrāhīm, aku berpura-pura baik dengan dia. Tetapi, jika bertemu dengan setan, aku tidak akan ambil peduli terhadapnya.”

Syaikh al-Imām, guruku pernah bertemu dengan sebagian orang-orang ‘ārif, keduanya saling bertukar pikiran dalam waktu yang cukup lama, lalu di akhir perbincangan mereka berdua berdoa. Setelah itu, guruku berkata kepada orang ‘ārif tersebut: “Aku tidak menyangka akan mendapatkan keberuntungan yang lebih besar dari pertemuan ini.”

Orang ‘ārif menyahut: “Tetapi, bagi saya tidak ada pertemuan yang lebih mengkhawatirkan dari pertemuan ini. Sebab, anda tentu memilih ucapan dan pengetahuan yang baik untuk anda sampaikan kepadaku. Demikian pula halnya aku terhadap anda, sehingga di saat itu terjadilah riyā’.

Kemudian guruku menangis lama sekali hingga pingsan. Setelah sadar kembali, ia mengucapkan beberapa bait syair:

يَا وَيْلَتَا مِنْ مَوْقِفِ مَا بِهِ

أَخْوَفُ مِنْ أَنْ يَعْدِلَ الْحَاكِمُ

أُبَارِزُ اللهَ بِعِصْيَانِهِ

وَ لَيْسَ لِيْ مِنْ دُوْنِهِ رَاحِمٌ

يَقُوْلُ فِي اللَّيْلِ إِذَا مَا دَجَى

آهَا لِذَنْبٍ سَتَرَ الْعَالِمُ

Alangkah menakutkan keadaan,

ketika Dzat Yang Maha Bijaksana menjalankan keadilan-Nya

aku biasa memusuhi Allah dengan mendurhakai-Nya

padahal tidak ada yang mengasihiku tanpa seizin Allah

ya Tuhanku, semoga Engkau berkenan memberi ampun

kepada orang yang berdosa, yang melampaui batas namun sekarang telah menyesal

ketika malam tiba, ratapan tangis tak tertahankan karena tumpukan dosa

yang ditutupi oleh Dzat Yang Maha Mengetahui.

Demikianlah, keadaan pertemuan orang-orang zuhud dan orang yang secara intensif menekuni pelatihan ruhani (riyādhah). Lalu bagaimana halnya dengan keadaan orang yang cinta dunia dan pemalas, apalagi keadaan orang yang ahli berbuat kejahatan dan bertindak bodoh.

Ketahuilah, bahwa kini zaman telah berubah menjadi zaman yang penuh dengan kerusakan besar, dan manusia berada dalam bahaya besar. Mereka menyibukkan anda, hingga membuat anda lupa beribadah kepada Allah, bahkan hampir saja anda tidak mendapatkan hasil sesuatu pun dari ibadah yang anda lakukan.

Kemudian mereka merusak apa yang sudah anda hasilkan, sehingga hampir saja tidak ada ibadah anda yang selamat. Oleh sebab itu, anda harus ‘uzlah dan mengasingkan diri dari manusia serta senantiasa memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan zaman ini dan para penghuninya. Allah s.w.t. Tuhan Yang Maha Memelihara dengan anugerah dan rahmat-Nya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *