Akidah Para Sahabat Nabi tentang Allah Berada di Atas – Aqidah Imam al-Muzani

Aqidah Imam al-Muzani
(Murid Imam asy-Syafi‘i r.h.)
(Judul Asli: Syarhussunnah lil Muzani)

 
Penulis: Abu Utsman Kharisman
 
Penerbit: Cahaya Sunnah
 

*Penjelasan oleh Wahabi

Rangkaian Pos: Allah Tinggi Di Atas 'Arsy - Sekaligus Dekat Dengan Hamba-Nya - Aqidah Imam al-Muzani

Akidah Para Sahabat Nabi tentang Allah Berada di Atas

1). Abū Bakar ash-Shiddīq r.a.

Ketika Rasūlullāh s.a.w. meninggal, Abū Bakr ash-Shiddīq r.a. menyatakan:

أَيُّهَا النَّاسُ، إِنْ كَانَ مُحَمَّدٌ إِلهَكُمَ الَّذِيْ تَعْبُدُوْنَ، فَإِنَّ إلهَكُمْ مُحَمَّدًا قَدْ مَاتَ، وَ إِنْ كَانَ إِلهَكُمَ الَّذِيْ فِي السَّمَاءِ، فَإِنَّ إِلهَكُمْ لَمْ يَمُتْ، ثُمَّ تَلَا: (وَ مَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُوْلٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ، أَفَإِنْ مَاتَ، أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ) حَتَّى خَتَمَ الْآيَةَ.

Wahai sekalian manusia! Jika Muḥammad adalah sesembahan kalian yang kalian sembah, sesungguhnya sesembahan kalian telah mati. Jika sesembahan kalian adalah Yang Berada di atas langit, maka sesungguhnya sesembahan kalian tidak akan mati.

Kemudian Abū Bakr membaca firman Allah:

Dan tidaklah Muḥammad kecuali seorang Rasūl, telah berlalu sebelumnya para Rasūl. Apakah jika ia meninggal atau terbunuh kalian akan berbalik ke belakang (murtad)…..” (QS. Āli ‘Imrān: 144). Sampai Abū Bakr menyelesaikan bacaan ayat tersebut.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abī Syaibah di dalam Mushannaf-nya pada Bab Mā Jā’a fī wafāt-in-Nabi s.a.w. nomor hadits 37021, al-Imām-ul-Bazzār dalam Musnad-nya juz 1 halaman 183).

Riwayat perkataan Abū Bakr ash-Shiddīq tersebut adalah shahih. Abū Bakr bin Abī Syaibah meriwayatkan dari Muḥammad bin Fudhail dari ayahnya dari Nāfi‘ dari Ibnu ‘Umar. Semua perawi tersebut (termasuk Abū Bakr bin Abī Syaibah yang merupakan guru al-Imām-ul-Bukhārī) adalah rijāl (perawi) al-Imām-ul-Bukhārī.

2). ‘Abdullāh bin Mas‘ūd.

Sahabat Nabi Ibnu Mas‘ūd menyatakan:

مَا بَيْنَ السَّمَاءِ الدُّنْيَا وَ الَّتِيْ تَلِيْهَا مَسِيْرَةُ خَمْسِ مِائَةِ عَامٍ، وَ بَيْنَ كُلِّ سَمَائَيْنِ مَسِيْرَةُ خَمْسِ مِائَةِ عَامٍ، وَ بَيْنَ السَّمَاءِ السَّابِعَةِ وَ بَيْنَ الْكُرْسِيِّ خَمْسُ مِائَةِ عَامٍ، وَ بَيْنَ الْكُرْسِيِّ إِلَى الْمَاءِ خَمْسُ مِائَةِ عَامٍ، وَ الْعَرْشُ عَلَى الْمَاءِ، وَ اللهُ سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى فَوْقَ الْعَرْشِ، وَ هُوَ يَعْلَمُ مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ.

Antara langit dunia dengan (langit) berikutnya sejauh perjalanan 500 tahun, dan antara 2 langit sejauh perjalanan 500 tahun, antara langit ke-7 dengan al-Kursiy 500 tahun, antara al-Kursiy dengan Air 500 tahun, dan ‘Arsy di atas Air, dan Allah s.w.t. di atas ‘Arsy dalam keadaan Dia Maha Mengetahui apa yang terjadi pada kalian.
(Diriwayatkan oleh al-Imām-ud-Dārimī dalam kitab ar-Raddu ‘alal-Jahmiyyah bab Mā Bain-as-Samā’-id-Dunyā wallatī talīhā juz 1 halaman 38 riwayat nomor 34).

Riwayat perkataan Ibnu Mas‘ūd ini shaḥīḥ. Al-Imām-ud-Dārimī meriwayatkan dari jalur Mūsā bin Ismā‘īl dari Ḥammād bin Salamah dari ‘Āshim dari Zirr (bin Ḥubaisy) dari Ibnu Mas‘ūd. Semua perawinya adalah rijal al-Imām-ul-Bukhārī.

3). Zainab binti Jaḥsy.

عَنْ أَنَسٍ (ر) أَنَّ زَيْنَبَ بِنْتُ جَحْشٍ كَانَتْ تَفْخَرُ عَلَى أَزْوَاجِ النَّبِيِّ (ص) تَقُوْلُ: (زَوَّجَكُنَّ أَهَالِيْكُنَّ وَ زَوَّجَنِي اللهُ تَعَالَى مِنْ فَوْقِ سَبْعِ سَمَاوَاتٍ) وَ فِيْ لَفْظٍ: كَانَتْ تَقُوْلُ: (إِنَّ اللهَ أَنْكَحَنِيْ فِي السَّمَاءِ.)

Dari Anas – semoga Allah meridhainya – bahwa Zainab binti Jaḥsy berbangga terhadap istir-istri Nabi yang lain, ia berkata: “Kalian dinikahkan oleh keluarga kalian sedangkan aku dinikahkan oleh Allah dari atas tujuh langit”. Dalam lafazh lain beliau berkata: “Sesungguhnya Allah telah menikahkan aku di atas langit.
(HR al-Imām-ul-Bukhārī).

4). ‘Abdullāh bin ‘Abbās (Ibnu ‘Abbās)

Sahabat Nabi yang merupakan penterjemah al-Qur’ān ini, ketika menafsirkan firman Allah tentang ucapan Iblīs yang akan mengepung manusia dari berbagai penjuru. Iblīs menyatakan sebagaimana diabadikan oleh Allah dalam al-Qur’ān:

ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِّنْ بَيْنِ أَيْدِيْهِمْ وَ مِنْ خَلْفِهِمْ وَ عَنْ أَيْمَانِهِمْ وَ عَنْ شَمَآئِلِهِمْ.

Kemudian sungguh-sungguh aku akan mendatangi mereka dari arah depan mereka, dan dari belakang mereka, dan dari kanan dan kiri mereka.”
(QS. al-A‘rāf [7]: 17).

‘Abdullāh bin ‘Abbās menyatakan:

لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يَقُوْلَ: مِنْ فَوْقِهِمْ، عَلِمَ أَنَّ اللهَ مِنْ فَوْقِهِمْ.

Iblīs tidak bisa mengatakan: (mendatangi mereka) dari atas mereka, karena dia tahu bahwa Allah berada di atas mereka.
(Diriwayatkan oleh al-Imām al-Lālikā’ī dalam Syarḥ Ushūl-is-Sunnah halaman 661 dengan sanad yang ḥasan).

5). ‘Abdullāh bin ‘Umar

عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَم قَالَ: مَرَّ ابْنُ عُمَرٍ بِرَاعٍ فَقَالَ: هَلْ مِنْ جَزَرَةٍ؟ فَقَالَ: لَيْسَ هَاهُنَا رَبُّهَا، قَالَ ابْنُ عُمَرٍ: تَقُوْلُ لَهُ: أَكَلَهَا الذِّئْبُ. قَالَ: فَرَفَعَ رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ وَ قَالَ: فَأَيْنَ اللهُ؟ فَقَالَ ابْنُ عُمَرٍ: أَنَا وَ اللهُ أَحَقُّ أَنْ أَقُوْلَ: أيْنَ اللهُ؟ وَ اشْتَرَى الرَّاعِي وَ الْغَنَمَ، فَأَعْتَقَهُ، وَ أَعْطَاهُ الْغَنَمَ.

Dari Zaid bin Aslam beliau berkata: “Ibnu ‘Umar melewati seorang penggembala (kambing), kemudian beliau bertanya: apakah ada kambing yang bisa disembelih? Penggembala itu menyatakan: Pemiliknya tidak ada di sini. Ibnu ‘Umar menyatakan: Katakan saja bahwa kambing tersebut telah dimangsa serigala. Kemudian penggembala kambing tersebut menengadahkan pandangannya ke langit dan berkata: Kalau demikian, di mana Allah? Maka Ibnu ‘Umar berkata: Aku, Demi Allah, lebih berhak untuk berkata: Di mana Allah? Sehingga kemudian Ibnu ‘Umar membeli penggembala dan kambingnya, memerdekakan penggembala tersebut dan memberikan padanya satu kambing itu.

(Diriwayatkan oleh al-Imām adz-Dzahabī dalam kitab al-‘Uluw halaman 860 dan asy-Syaikh al-Albānī menyatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (baik).)

Allah berada pada puncak ketinggian, namun Dia dekat dengan hamba-Nya. Kedekatan tersebut karena ‘Ilmu Allah berada di mana-mana meliputi segala sesuatu. Pendengaran-Nya meliputi segala sesuatu. Penglihatan-Nya meliputi segala sesuatu. Kekuasaan-Nya meliputi segala sesuatu. Rahmat-Nya meliputi segala sesuatu.

Rasakan kedekatan dengan Allah ini dalam setiap saat. Dia akan senantiasa mengetahui gerak-gerik kita. Bertaqwalah kepada-Nya di manapun kita berada. Karena sedekitpun dan semili-pun kita tak akan bisa beranjak dari wilayah kekuasaan dan ‘Ilmu-Nya.

يَسْتَخْفُوْنَ مِنَ النَّاسِ وَ لَا يَسْتَخْفُوْنَ مِنَ اللهِ وَ هُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُوْنَ مَا لَا يَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ وَ كَانَ اللهُ بِمَا يَعْمَلُوْنَ مُحِيْطًا

Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah bersama mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (‘ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.
(QS. an-Nisā’ [4]: 108).

Bagi orang beriman, berbahagialah. Karena Allah akan bersama orang yang bertaqwa: mengokohkan keimanan dalam hatinya, memberi taufīq untuk ber‘amal shalih, dan berbagai bentuk pertolongan dari-Nya.

إِنَّ اللهَ مَعَ الَّذِيْنَ اتَّقَوْا وَّ الَّذِيْنَ هُمْ مُّحْسِنُوْنَ.

Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dan berbuat kebaikan.”
(QS. an-Naḥl [16]: 128).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *