2-9 Rasulullah & Anak Yatim – 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah

115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasūlullāh Saw

Oleh: FUAD ABDURAHMAN
(Penulis buku bestseller The Great of Two Umars)

Penerbit: Penerbit Noura Books
(PT Mizan Publika)

Untuk kedua orangtuaku:
Ma’mun Fudholi ibn K.H. Ahmad Fudholi
Siti Sobariyah

Untuk dua guruku:
Al-‘Allamah Al-Ustadz Qurtubi (Alm.)
Drs. K.H. Pepe Syafi‘i Mukhtar (Alm.)

Diketik Oleh: Zahra’

Rasūlullāh dan Anak Yatim

 

Suatu pagi, usai shalat ‘Id-ul-Fithri, seperti biasanya, Rasūlullāh Saw. mengunjungi rumah demi rumah untuk mendoakan kaum Muslim. Mereka semua tampak senang dan bahagia terutama anak-anak. Mereka bermain sambil berlari-lari mengenakan pakaian bagus. Tiba-tiba, Rasūlullāh Saw. melihat di ujung jalan seorang gadis kecil dukuk bersedih. Ia terlihat memakai pakaian tambal-tambal dan sepatu usang.

Rasūlullāh Saw. bergegas menghampirinya. Gadis kecil ini menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya, lalu menangis tersedu-sedu. Rasūlullāh meletakkan tangannya dengan penuh kasih pada kepala gadis kecil itu seraya bertanya dengan suara yang lembut: “Anakku, mengapa kamu mengangis? Ini adalah hari raya bukan?”

Gadis kecil itu terkejut. Tanpa berani mengankat kepala dan melihat siapa yang bertanya, ia menjawab terbata-bata: “Di hari raya ini semua anak merayakannya penuh gembira bersama orangtuanya. Semua anak bermain senang. Namun, aku teringat ayahku yang telah tiada. Karena itulah aku menangis. Hari raya terakhir, ia masih ada bersamaku. Ia membelikanku gaun berwarna hijau dan sepatu baru. Saat itu, aku sungguh berbahagia. Lalu, suatu hari ayahku pergi berperang bersama Rasūlullāh hingga ia terbunuh. Kini, ayahku tiada. Aku manjadi anak yatim. Jika aku tidak menangis untuknya, lalu untuk siapa lagi?”

Mendengar penuturan gadis itu, seketika hatinya diliputi duka yang mendalam. Dengan penuh kasih sayang, beliau membelai kepalanya seraya berkata: “Anakku, hapuslah air matamu … apakah kau ingin aku menjadi ayahmu? Apakah kau suka jika Fāthimah menjadi kakak perempuanmu dan ‘Ā’isyah menjadi Ibumu? Bagaimana, Anakku?”

Mendengar kata-kata itu, si gadis terhenyak dan berhenti menangis. Ia memandang takjub orang yang ada di hadapannya. Mā syā’ Allah! Benar, ia adalah Rasūlullāh Saw., orang yang baru saja menjadi tempat curahan duka dan kesedihannya.

Tentu saja ia sangat senang mendengar penawaran Rasūlullāh, tetapi entah mengapa, ia tidak bisa berkata sepatah kata pun. Ia hanya bisa menganggukkan kepala perlahan sebagai tanda setuju.

Kemudian, ia berjalan bergandengan tangan dengan Rasūlullāh Saw. diliputi kebahagiaan yang sulit dilukiskan, karena ia diperbolehkan menggenggam tangan Rasūlullāh Saw. yang lembut bagai sutra.

Tiba di rumah, Fāthimah membersihkan wajah dan kedua tangan gadis kecil itu lalu menyisir rambutnya. Ia dipakaikan gaun yang indah, diberi makanan, juga uang saku untuk hari raya. Kemudian ia diantar keluar, agar dapat bermain dengan anak-anak lain.

Tentu saja anak-anak lain merasa iri pada gadis kecil dengan gaun yang indah dan wajah yang berseri-seri itu. Enggan heran mereka bertanya: “Hai, Gadis Kecil, apa yang terjadi padamu? Mengapa kau terlihat sangat senang?”

Sambil menunjukkan gaun baru dan uang sakunya, gadis kecil itu menjawab: “Akhirnya aku punya seorang ayah! Di dunia ini, tidak ada yang bisa menandinginya. Siapa yang tidak bahagia memiliki ayah seperti Rasūlullāh? Aku juga punya seorang kakak perempuan, namanya Fāthimah. Ia menyisir rambutku dan memakaikan gaun yang indah ini. Aku merasa sangat bahagia dan ingin rasanya aku memeluk seluruh dunia berserta isinya.”[]

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *