2-4 Nabi SAW Bersama Fathimah & A’isyah RA – 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah

115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasūlullāh Saw

Oleh: FUAD ABDURAHMAN
(Penulis buku bestseller The Great of Two Umars)

Penerbit: Penerbit Noura Books
(PT Mizan Publika)

Untuk kedua orangtuaku:
Ma’mun Fudholi ibn K.H. Ahmad Fudholi
Siti Sobariyah

Untuk dua guruku:
Al-‘Allamah Al-Ustadz Qurtubi (Alm.)
Drs. K.H. Pepe Syafi‘i Mukhtar (Alm.)

Diketik Oleh: Zahra’

Nabi Saw. Bersama

Fāthimah r.a. dan ‘Ā’isyah r.a.

 

Suatu ketika Rasūlullāh Saw. beribadah selama beberapa hari tanpa makan sedikit pun hingga beliau merasa lapar dan kepayahan. Beliau Saw. mendatangi rumah istri-istrinya, tetapi tidak mendapatkan sesuatu pun untuk dimakan. Akhirnya, beliau mendatangi putrinya, Fāthimah, dan berkata: “Putriku, apakah kau punya sesuatu yang bisa kumakan? Aku merasa lapar.” Fāthimah menjawab: “Demi Allah, engkau, dan ibuku, aku tidak punya apa-apa.”

Ketika Baginda Nabi keluar dari rumah Fāthimah r.a., seorang tetangganya datang membawa dua potong roti dan sekerat daging. Fāthimah mengambilnya dan meletakkannya pada sebuah mangkuk. Ia berkata: “Demi Allah, aku akan mendahulukan Rasūlullāh untuk menyantap makanan ini daripada diriku dan keluargaku meski mereka juga membutuhkannya.”

Kemudian, Fāthimah mengutus Al-Ḥasan atau Al-Ḥusain untuk mengundang Rasūlullāh Saw. Saat beliau datang, Fāthimah berkata, “Demi ayah dan ibuku, Allah telah memberiku sesuatu, dan aku telah menyiapkannya untukmu.”

Nabi saw. bersabda: “Bawalah ke sini, wahai Putriku.”

Fāthimah bergegas mengambil mangkuk besar dan membukanya. Ternyata, Mangkuk itu telah dipenuhi roti dan daging. Saat melihatnya, Fāthimah terkejut dan sadar bahwa itu merupakan berkah dari Allah Swt. Fāthimah memuji Allah dan memanjatkan Shalawat kepada Nabi-Nya.

Kemudian, ia menghidangkan makanan itu di hadapan ayahnya. Saat melihatnya, beliau juga memuji Allah Swt. Lalu bertanya: “Putriku, dari manakah engkau mendapatkan semua ini?”

Fāthimah r.a. menjawab: “Ayah, semua ini berasal dari Allah Swt. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa perhitungan.”

Mendengar jawaban putrinya, Rasūlullāh Saw. kembali memanjatkan pujian kepada Allah Swt. Dan berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikanmu, wahai Putriku, menyerupai pemimpin wanita Bani Isrā’īl. Ketika Allah Swt. Menganugerahkan sesuatu kepadanya, lalu ditanya tentang makanan itu, ia menjawab: ‘Semua ini berasal dari Allah Swt. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa perhitungan.’”

Rasūlullāh Saw. memanggil ‘Alī r.a., kemudian beliau dan keluarga Fātimah makan bersama hingga kenyang Fātimah r.a. menuturkan: “Setelah kami makan, mangkuk itu masih penuh dengan makanan seperti sedia kala.” Karena masih banyak tersisa, Fāthimah membagikan makanan itu kepada tetangga-tetangganya. Allah menjadikan makanan di mangkuk itu penuh berkah dan kebaikan.

Keutamaan dan kemuliaan Rasūlullāh juga diceritakan oleh istri beliau, ‘Ā’isyah r.a. Diriwayatkan bahwa ‘Abdullāh ibn ‘Umar dan dua orang kawannya menemui ‘Ā’isyah r.a. dan memintanya bercerita tentang Rasūlullāh Saw. Beberapa saat ‘Ā’isyah termenung, kemudian menarik napas panjang beberapa kali. Air mata tampak tergenang di pelupuk matanya. Lalu ia berkata lirih: “Ah, semua perilakunya teramat memesona.”

“Ceritakan kepada kami yang paling memesona di antara semua yang pernah Ibu saksikan,” pinta ‘Abdullāh.

Maka, ‘Ā’isyah menuturkan sepenggal kisahnya bersama Rasūlullāh Saw.: “Suatu malam ketika beliau tidur bersamaku dan kulitnya bersentuhan dengan kulitku, beliau berkata: ‘Wahai ‘Ā’isyah, apakah kamu rela jika di malam milikmu (giliranmu) ini aku beribadah?’

‘Aku sungguh senang berada di sisimu, tetapi aku juga senang melihatmu beribadah kepada Tuhanmu.’

Kemudian beliau bangun, mengambil wadah air, dan berwudhū’. Aku mendengar beliau menangis dalam shalat. Suaranya terisak-isak. Setelah itu beliau duduk membaca ayat-ayat al-Qur’ān, juga sambil menangis hingga air mata membasahi janggutnya. Ketika beliau berbaring, air mata mengalir lewat pipinya membasahi bumi di bawahnya.

Di waktu fajar, Bilāl datang dan masih melihat Rasūlullāh menangis. Bilāl heran campur kaget melihat keadaan beliau. Saat itu aku bertanya: ‘Wahai Rasūlullāh mengapa engkau menangis padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang lalu dan yang kemudian?’

Rasūlullāh menjawab: ‘Apakah kau tak rela, aku menjadi hamba yang bersyukur? Aku menangis karena malam tadi turun wahyu kepadaku: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) Orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau berbaring, dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, peliharalah kami dari siksa neraka” (Qs Āli ‘Imrān [3]: 190-191)

Kemudian Rasūlullāh Saw. berpaling kepada Bilāl dan berkata: ‘Hai Bilāl, rugilah orang yang membaca ayat ini tetapi tidak menghayati kandungannya.’”[]

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *