Dalam kalimat di atas, Al-Imām al-Muzanī r.h. juga menyatakan bahwa Allah adalah ash-Shamad. Ash-Shamad adalah salah satu Nama Allah yang mengandung lebih dari satu makna. Namun, secara ringkas, dapat dinyatakan bahwa ash-Shamad adalah Yang Maha Sempurna dalam seluruh Sifat-Nya, dan seluruh makhluk sangat membutuhkan-Nya (Tafsir surat al-Ikhlāsh dalam transkrip ceramah Syaikh Ibnu ‘Utsaimin).
Al-Imām al-Muzanī r.h. menyatakan:
لَيْسَ لَهُ صَاحِبَةً وَ لَا وَلَدَ
Tidak ada bagi-Nya istri maupun anak
Hal ini sesuai dengan al-Qur’ān:
وَ أَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رِبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَ لَا وَلَدًا.
Dan sesungguhnya Maha Tinggi kemuliaan Tuhan kami. Dia tidak beristri tidak pula beranak. (Al-Jinn [72]: 3)
Al-Imām al-Muzanī r.h. menyatakan:
جَلَّ عَنِ الْمَثِيْبِ فَلَا شَبِيْهَ لَهُ وَ لَا عَدِيْلَ
Maha Mulia (jauh) dari yang semisal. Tidak ada yang serupa bagi-Nya maupun sebanding.
Allah s.w.t. berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٍ وَ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ.
Tidak ada yang semisal dengan-Nya suatu apapun, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (asy-Syu‘arā’ [42]: 11)
Al-Imām al-Muzanī r.h. menyatakan:
السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Maha Mendengar, Maha Melihat
Allah Maha Mendengar. Pendengaran-Nya meliputi segala bentuk suara selirih apapun. Suatu hari datang seorang wanita yang bertemu dengan Rasūlullāh s.a.w. dan berbincang-bincang tentang keadaan dirinya dan suaminya.
Perbincangan wanita tersebut didengar oleh ‘Ā’isyah yang berada di ujung kamar. Namun sebagian perbincangan tidak jelas terdengar. Ternyata, tidak berapa lama kemudian Allah s.w.t. menurunkan firman-Nya dalam surat al-Mujādilah dari ayat pertama yang menunjukkan Allah mendengar dengan jelas ucapan wanita itu dan kemudian menetapkan hukum atas kasus tersebut.
Maka ‘Ā’isyah r.a. menyatakan:
الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ وَسِعَ سَمْعُهُ الْأَصْوَاتَ لَقَدْ جَاءَتِ الْمُجَادِلَةُ إِلَى النَّبِيِّ (ص) تُكَلِّمُهُ وَ أَنَا فِيْ نَاحِيَةِ الْبَيْتِ مَا أَسْمَعُ مَا تَقُوْلُ فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ: {قَدْ سَمِعَ اللهُ قَوْلَ الَّتِيْ تُجَادِلُكَ فِيْ زَوْجِهَا} إِلَى آخِرِ الْآيَةِ.
Segala puji bagi Allah yang Pendengaran-Nya meliputi suara-suara. Telah datang al-Mujādilah (wanita yang mendebat) kepada Nabi s.a.w. Ia berbicara kepada beliau sedangkan saya ada di sisi rumah. Tidak bisa aku dengar apa yang dia ucapkan. Allah kemudian turunkan ayat: “Allah telah mendengar ucapan wanita yang mendebatmu tentang suaminya…. (al-Mujādilah ayat 1)…. hingga akhir ayat. (H.R. Al-Imām Aḥmad no. 23064, shaḥīḥ sesuai dengan syarat al-Imām Muslim).
Allah Maha Mendengar suara kita meski kita hanya bergumam atau berbisik, atau berbicara sendiri. Jika seluruh manusia berkumpul di suatu tempat secara bersamaan menghaturkan permohonan kepada Allah dengan berbagai bahasa, dialek, dan keinginan, semuanya akan didengar oleh Allah tanpa bercampur aduk satu sama lain. Semuanya terdengar dengan jelas dan mudah bagi Allah.
يَا عِبَادِيْ لَوْ أَنْ أَوَّلَكُمْ وَ آخِرَكُمْ وَ إِنْسَكُمْ وَ جِنَّكُمْ قَامُوْا فِيْ صَعِيْدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُوْنِيْ فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذلِكَ مِمَّا عِنْدِيْ إِلَّا كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبْحْرَ.
Wahai hamba-Ku, kalau seandainya kalian seluruhnya jin dan manusia, dari awal hingga akhir berdiri di suatu tanah, kalian semuanya meminta kepada-Ku, kemudian Aku beri setiap orang permintaannya, tidaklah hal itu mengurangi milik-Ku, kecuali sebagaimana berkurangnya air laut karena dicelupkan jarum padanya. (HR. Al-Imām Muslim no. 4674)
Allah Maha Melihat segala sesuatu. Allah bisa melihat jalannya seekor semut hitam kecil yang merayap di bebatuan yang hitam pekat (dengan tingkat kehitaman yang sama antara warna semut dengan batunya) di malam yang gelap gulita. Allah Maha Melihat aliran darah dalam tubuh kita, bahkan sel-sel/partikel terkecil pada tubuh makhluk terkecil. (fā’idah dari ceramah Syaikh ‘Abd-ur-Razzāq bin ‘Abd-il-Muḥsin al-Badr ketika menjelaskan Syarḥ-us-Sunnah lil Muzanī).