قَالَ أَبُوْ ذَرٍّ أَيْضًا: قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ فَمَا كَانَتْ صُحُفُ مُوْسَى؟
Sayyidinā Abū Dzarr berkata pula: “Aku berkata: “Wahai Rasūlullāh, apa yang terdapat di shuḥuf [lembaran-lembaran] Nabi Mūsā itu?”
قَالَ: كَانَتْ كُلُّهَا عِبَرًا
Nabi s.a.w. bersabda: “Adalah seluruhnya berisi nasehat-nasehat,
بِكَسْرِ الْعَيْنِ وَ فَتْحِ الْبَاءِ جَمْعُ عِبْرَةٍ بِسُكُوْنِهَا مِثْلُ سِدَرٍ، وَ سِدْرَةٍ أَيْ مَوَاعِظُ.
[lafazh ‘ibaran] dengan kasrah ‘ain dan fatḥah bā’, yaitu jama‘ lafazh ‘ibrah dengan sukūn huruf bā’-nya, sama seperti lafazh sidarun dan sidratun, [‘ibaran) yakni nasehat-nasehat.
وَ مِنْهَا: عَجْبِتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بِالْمَوْتِ كَيْفَ يَفْرَحُ،
Dan di antara isi shuḥuf Nabi Mūsā adalah: Aku heran kepada orang yang yakin dengan kematian, bagaimana ia bisa bergembira?
عَجِبْتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بِالنَّارِ كَيْفَ يَضْحَكُ،
Aku heran kepada orang yang yakin dengan adanya neraka, bagaimana ia bisa tertawa?
عَجِبْتُ لِمَنْ يَرَى الدُّنْيَا وَ تَقَلُّبَهَا بِأَهْلِهَا كَيْفَ يَطْمَئِنُّ إِلَيْهَا،
Aku heran kepada orang yang melihat dunia padahal dunia membuat ketidakstabilan terhadap penghuninya, bagaimana ia bisa merasa tenang kepada dunia?
عَجِبْتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بِالْقَدَرِ ثُمَّ يَتْعَبُ
Aku heran kepada orang yang yakin dengan takdir Allah, kemudian ia masih saja bersusah payah?”
وَ فِيْ نُسْخَةٍ: كَيْفَ يَغْضَبُ،
Dan di dalam naskhah lain [disebutkan]: “Bagaimana ia marah [sulit menerima kenyataan]?”
عَجِبْتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بِالْحِسَابِ ثُمَّ لَا يَعْمَلُ.
Aku heran kepada orang yang yakin dengan hisab [perhitungan amal], kemudian ia tidak melakukan ‘amal [kebajikan]?”
وَ فِي التَّوْرَاةِ: يَا ابْنَ آدَمَ لَا تَخَفْ مِنْ سُلْطَانٍ مَا دَامَ سُلْطَانِيْ بَاقِيًا وَ سُلْطَانِيْ بَاقٍ لَا يَنْفَدُ أَبَدًا
Dan terdapat di dalam kitab Taurat: “Hai anak Ādam [manusia], jangan engkau takut terhadap penguasa, selama kekuasaan-Ku masih ada, dan kekuasaan-Ku itu tetap ada, tidak pernah habis, selamanya.”
بِفَتْحِ الْفَاءِ وَ بِالدَّالِ الْمُهْمَلَةِ أَيْ لَا يَفْنَى وَ لَا يَنْقَطِعُ:
[yanfadu] dengan fatḥah fā’ dan dengan dāl yang tidak bertitik, yakni tidak akan punah dan tidak akan pernah terhenti.
يَا ابْنَ آدَمَ خَلَقْتُكَ لِعِبَادَتِيْ فَلَا تَلْعَبْ؛
Hai anak Ādam, Aku menciptakanmu untuk beribadah kepada-Ku, maka jangan engkau bersenda gurau.
يَا ابْنَ آدَمَ لَا تُخَافَنَّ فَوَاتَ الرِّزْقِ مَا دَامَتْ خَزَائِنِيْ مَمْلُوْءَةً وَ خَزَائِنِيْ لَا تَنْفَدُ أَبَدًا.
Hai anak Ādam, jangan engkau terlalu khawatir terpaut [tidak mendapatkan] rezeki, selagi gudang-gudang penyimpanan harta-Ku masih penuh terisi, dan gudang-gudang penyimpanan harta-Ku tidak akan pernah habis, selamanya.
يَا ابْنَ آدَمَ خَلَقْتُ السَّموَاتِ وَ الْأَرْضَ وَ لَمْ أَعَيَّ بِخَلْقِهِنَّ أَيُعَيِّيْنِيْ رَغِيْفٌ وَاحِدٌ أُسَوِّقُهُ إِلَيْكَ فِيْ كُلِّ حِيْنٍ.
Hai anak Ādam, Aku ciptakan langit dan bumi, dan Aku tidak kesulitan dalam menciptakannya, apakah mungkin menyulitkan diri-Ku, sebuah roti, yang Aku kirimkan roti itu kepada dirimu di setiap saat.
وَ قَوْلُهُ أَعَيَّ مُضَارِعُ عَيَّ بِكَسْرِ عَيْنِ الْفِعْلِ مِنْ بَابِ تَعِبَ أَيْ وَ لَمْ أَعْجُزْ
Dan firman-Nya dalam kitab Taurat itu: a‘ayya adalah fi‘il mudhāri‘ dari lafazh ‘ayya dengan dibaca kasrah ‘ain fi‘il-nya, tergolong se-wazan dengan ta‘iba, yakni dan aku tidak lemah.
وَ يُعَيِّىْ بِضَمِّ حَرْفِ الْمُضَارَعَةِ مِنْ أَعْيَا الرُّبَاعِيِّ:
Dan lafazh yu‘ayyi, dengan dibaca dhammah huruf mudhāra‘ah-nya dari fi‘il mādhī a‘yā, yang ber-wazan rubā‘ī
يَا ابْنَ آدَمَ كَمَا لَا أُطَالِبُكَ بِعَمَلٍ غَدٍ فَلَا تُطَالِبْنِيْ بِرِزْقِ غَدٍ.
Hai anak Ādam, sebagaimana Aku tidak menuntut kepadamu dengan amal [ibadah] esok hari, maka janganlah engkau menuntut-Ku akan rezeki esok hari.
يَا ابْنَ آدَمَ لِيْ عَلَيْكَ فَرِيْضَةٌ وَ لَكَ عَلَيَّ رِزْقٌ،
Hai anak Ādam, berhak bagi-Ku membebani suatu kewajiban, dan bagimu, sepatutnya atas diri-Ku [memberimu] suatu rezeki.
فَإِنْ خَالَفْتَنِيْ فِيْ فَرِيْضَتِيْ لَمْ أُخَالِفْكَ فِيْ رِزْقِكَ عَلَى مَا كَانَ (مِنْكَ)
Lalu jika engkau mengingkari-Ku dalam hal kewajiban pada-Ku, maka Aku tidak akan mengingkarimu dalam hal memberi rezeki kepadamu, sesuai atas apa yang sudah ditentukan adanya.
يَا ابْنَ آدَمَ إِنْ رَضِيْتَ بِمَا قَسَمْتُهُ لَكَ أَرَحْتُ بَدَنَكَ وَ قَلْبَكَ
Hai anak Ādam, jika engkau ridha dengan apa yang telah Aku bagikan untukmu, maka Aku membuat nyaman tubuhmu dan hatimu.
وَ إِنْ لَمْ تَرْضَ بِمَا قَسَمْتُهُ لَكَ سَلَّطْتُ عَلَيْكَ الدُّنْيَا حَتَّى تَرْكُضَ فِيْهَا كَرَكْضِ الْوَحْشِ فِي الْبَرِيَّةِ أَيِ الصَّحْرَاءِ،
Dan jika engkau tidak ridha dengan apa yang telah Aku bagikan untukmu, niscaya Aku kuasakan keduniawian atas dirimu, hingga engkau akan berpacu dalam hal keduniawian, seperti berpacunya hewan liar di daratan, yakni tanah lapang [sahara].
وَ عِزَّتِيْ وَ جَلَالِيْ لَا يَنَالُكَ مِنْهَا إِلَّا مَا قَسَمْتُهُ لَكَ وَ أَنْتَ عِنْدِيْ مَذْمُوْمٌ.
Demi kemuliaan-Ku dan keagungan-Ku, engkau tidak akan memperoleh dari dunia itu, kecuali apa yang telah Aku tentukan bagiannya untukmu, sedangkan engkau di sisi-Ku menjadi orang tercela [lantaran tak bersyukur]”