2-3-1 Berita Ghaib (Dalam al-Qur’an & Hadits) Yang Tidak Terjadi – Memilih Takdir Allah

HU.

Diterjemahkan dari buku aslinya:

AL-BADĀ’U FĪ DHAU’-IL-KITĀBI WAS-SUNNAH.
(Memilih Takdir Allah menurut al-Qur’ān dan Sunnah).

Oleh: Syaikh Ja‘far Subhani

Penerjemah: Bahruddin Fannani dan Agus Effendi
Penerbit: PUSTAKA HIDAYAH

Rangkaian Pos: 002 Pembuktian al-Bada' - Memilih Takdir Allah

BAGIAN KEDUA:

PEMBUKTIAN AL-BADĀ’.

BAB III.

BERITA GHAIB (DALAM AL-QUR’ĀN DAN HADITS) YANG TIDAK TERJADI.

Pada bab sebelum ini, telah kami jelaskan berbagai hakikat konsep al-Badā’dengan makna seperti yang telah diterangkan. Al-Badā’ yang dimaksud oleh para Imām adalah juga dengan makna seperti yang kami jelaskan pada bab terdahulu.

Hal lain yang berhubungan dengan al-Badā’adalah tentang penafsiran atas beberapa masalah gaib yang telah diberitakan oleh para Nabi dan para Imām akan terjadi, tetapi pada kenyataannya tidak terjadi, meskipun sebelumnya telah ada tanda-tanda yang menuju kepada benarnya ucapan mereka. Kendati pemberitaan semacam ini tidaklah banyak, akan tetapi pemberitaan ini termaktub di dalam al-Qur’ān dan Hadits, baik menurut Ahl-us-Sunnah maupun menurut Syī‘ah. Ringkasnya, bagaimana kita menjelaskan kenyataan bahwa seorang Nabi dan Wāshī (penerima wasiat) memberitakan sesuatu yang kemudian ternyata tidak terjadi. Ahl-us-Sunnah dan Syī‘ah sepakat bahwa kemusykilan itu harus dipecahkan. Benar, bahwa Syī‘ah Imāmiyyah telah memecahkan dan menjelaskannya dengan sempurna, dengan cara seperti yang telah kami uraikan. Namun kemudian, Ahl-us-Sunnah tidak sependapat dengan cara pemecahan seperti itu, sehingga mereka harus memecahkan dan menjelaskan permasalah tersebut dengan cara lain.

Penjelasan ini bertujuan unutk menjernihkan arti al-Badā’, dengan makna seperti yang telah dijelaskan, yang diyakini oleh Syī‘ah Imāmiyyah, yang pada hakikatnya tidak diperselisihkan, juga tidak ditolak oleh semua orang yang beriman kepada al-Qur’ān dan as-Sunnah. Kemudian, kita akan mencoba menjelaskan pemberitaan hal-hal ghaib yang diberitakan oleh para Nabi yang ternyata tidak terjadi, sehingga orang yang beriman kepada al-Qur’ān dan as-Sunnah terpaksa memecahkan dan menafsirkan sejalan dengan kemaksuman Nabi s.a.w., dan keterpeliharaan beliau dari dusta dan kesalahan.

Orang-orang Syī‘ah Imāmiyyah, dengan mengikuti para Imām mereka, berupaya memecahkan pemberitaan-pemberitaan tersebut dengan istilah al-Badā’. Dan kalaulah saudara-saudara kami dari kalangan Ahl-us-Sunnah memiliki cara lain, maka kami siap untuk mendengarkan dan merenungkan pemecahan tersebut. Mengenai pemberitaan-pemberitaan tersebut, maka kami jelaskan, pertama, secara garis besar, kemudian masing-masing dari setiap pemberitaan itu akan kami jelaskan lagi secara khusus.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *