2-2 Makanan Di Rumah Rasulullah – 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah

115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasūlullāh Saw

Oleh: FUAD ABDURAHMAN
(Penulis buku bestseller The Great of Two Umars)

Penerbit: Penerbit Noura Books
(PT Mizan Publika)

Untuk kedua orangtuaku:
Ma’mun Fudholi ibn K.H. Ahmad Fudholi
Siti Sobariyah

Untuk dua guruku:
Al-‘Allamah Al-Ustadz Qurtubi (Alm.)
Drs. K.H. Pepe Syafi‘i Mukhtar (Alm.)

Diketik Oleh: Zahra’

Makanan di Rumah Rasūlullāh

 

Sejak datang di Madīnah, pernah selama tiga hari berturut-turut keluarga Rasūlullāh Saw. tidak makan kurma hingga mereka begitu menginginkannya. Namun keinginan sederhana itu baru bisa terpenuhi setelah peristiwa penaklukan Khaibar.

Suatu hari ‘Ā’isyah r.a. menuturkan: “Rasūlullāh Saw. tidak pernah makan sampai kenyang. Suatu ketika, aku mendapatkan perut beliau berbunyi pertanda lapar. Aku mengusap perutnya seraya berkata: ‘Aku bersedia menjadi tebusanmu, kalau engkau menginginkan sesuatu yang dapat mengembalikan kesegaran dan membebaskanmu dari rasa lapar.’”

Rasūlullāh Saw. berkata: “Para sahabatku, kalangan ulul ‘azmi dari para nabi, mampu bersabar dalam situasi yang lebih sulit dari ini. Mereka berhasil melalui cobaan itu, kemudian menghadap ke hadirat Allah. Karena itulah mereka mendapatkan kemuliaan dan pahala yang berlimpah. Aku malu jika lalai dengan kehidupanku sehingga aku tidak dapat bertemu dengan mereka. Jadi, bersabar selama beberapa hari lebih kusukai daripada bagianku kelak berkurang. Tidak ada sesuatu yang lebih kusukai daripada pertemuan dengan para sahabatku.”

Suatu saat Rasūlullāh Saw. berkata: “Aku merasa lapar sehari dan kenyang sehari, Ketika lapar, aku bisa bersabar dan menahan diri. Di saat kenyang, aku bersyukur.”

Pernah suatu ketika selama 40 malam rumah Rasūlullāh Saw. tidak diterangi cahaya lampu.

“Bagaimana kalian makan?” tanya orang-orang.

“Kami makan kurma dan minum air,” jawab ‘Ā’isyah.

Untunglah Rasūlullāh Saw. memiliki seorang tetangga dari kalangan Anshār yang kerap memberikan makanan. Seorang tetangganya yang lain sering memberinya susu.

“Karena itulah kami menikmati keduanya,” ujar ‘Ā’isyah[]