Rahasia Duduk Tasyahud dan Makna Taḥiyyat.
Ketika seseorang datang menghadap raja maka yang mesti dilakukannya adalah menghaturkan pujian dan penghormatan, baik dengan sikap maupun ucapan yang menegaskan kerendahan dirinya di hadapan raja. Ia harus menundukkan diri, menyampaikan pujian dan sanjungan kepada sang raja seraya memohon kelestarian bagi diri dan kerajaannya.
Ada juga orang yang, ketika menghadap raja, membungkukkan tubuh atau bahkan bersujud, lalu menyampaikan penghormatan dan pengagungan.
Ada juga yang menghormati rajanya dengan menghaturkan doa kelestarian bagi sang raja dan kerajaannya.
Di antara mereka ada yang menghormati rajanya dengan menghimpun semua sikap tersebut, yakni dengan perbuatan, ucapan, dan doa. Ia membungkukkan tubuh, bersujud, dan menghaturkan pujian serta mendoakan kelestarian buat diri dan kerajaannya.
Jika penghormatan manusia kepada manusia lain sebegitu agungnya maka tentu saja Allah Yang Maha Agung dan Maha Kuasa lebih layak lagi untuk dihormati, dimuliakan, dan diagungkan. Allah Yang Maha Suci lebih utama untuk mendapat segala penghormatan dibanding semua makhluk-Nya. Semua taḥiyyat atau penghormatan pada hakikatnya adalah milik-Nya dan hanya pantas ditujukan kepada-Nya. Karena itulah sebagian ulama ada yang menafsirkan taḥiyyat dengan pengertian raja, kekuasaan, dan kerajaan.
Allah adalah zat yang menyandang semua sifat itu. Hanya Dia yang lebih utama untuk disebut Penguasa. Hanya Dia Raja yang sebenar-benarnya. Setiap penghormatan yang biasa dihaturkan kepada raja, baik berupa sujud, pujian, dan juga doa pada hakikatnya hanyalah untuk Allah. Karena itu,
Rasulullah s.a.w. bersabda: “Apa pendapatmu jika sebuah sungai berada di depan rumah salah seorang di antara kalian, kemudian ia mandi sebanyak lima kali setiap hari. Masihkah tersisa kotoran darinya?” Para sahabat menjawab: “Tentu tidak tersisa sedikit pun.” Rasul bersabda: “Demikianlah perumpamaan shalat. Ia berfungsi sebagai penggugur dosa dan kesalahan.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
lafal penghormatan atau lafal taḥiyyāt diungkapkan dalam bentuk jamak serta memakai alif dan lām untuk memberikan pengertian menyeluruh. At-Taḥiyyāt adalah bentuk jamak dari taḥiyyah yang berarti penghormatan. Biasanya penghormatan seseorang kepada orang lain yang dari sisi kedudukan sosial lebih tinggi, seperti seorang rakyat kepada raja. Kata ini berasal dari pola kata (wazn) tuf‘ula dari lafal ḥayyah dan bisa juga berasal dari kata taḥiyyah dengan pola kata taf‘iliyyah, yang salah satu huruf yā’-nya dilesapkan kepada yang lain sehingga menjadi taḥiyyah.
Apabila makna yang dimaksud berasal dari kata ḥayāh, berarti memohon doa kelestarian hidup buat orang yang dihormatinya, sebagaimana kebiasaan yang dilakukan rakyat atau bawahan kepada raja.
“Semoga engkau dianugerahi kehidupan yang panjang. Semoga engkau dianugerahi kehidupan yang abadi.”
Sebagian mereka ada yang mengatakan dalam penghormatannya: “Semoga engkau hidup seribu tahun.”
Termasuk dalam pengertian kata ini ucapan berikut: “Semoga Allah mengekalkan harimu atau harinya. Dan semoga Allah mengekalkan kelestarianmu.”
Dan berbagai pengertian lain yang pada hakikatnya mengandung makna harapan agar seseorang hidup kekal dan kerajaan atau kekuasaannya berlangsung abadi. Namun, semua bentuk penghormatan itu tidak layak kecuali hanya untuk Allah, yang hidup abadi mengurus makhluk-Nya.
Dialah Allah yang akan tetap hidup selamanya ketika raja-raja manusia dan seluruh makhluk mati musnah. Dialah Allah yang kerajaan-Nya abadi ketika semua kerajaan makhluk-Nya lenyap tak berbekas.
Kaitan Antara Shalawāt dan Taḥiyyāt
Kemudian ungkapan penghormatan dan pengagungan (taḥiyyāt) kepada Allah itu disandingkan dengan shalawat, dalam pola kata yang sejajar, yaitu bentuk jamak dan definitif (makrifat [at-taḥiyyāt dan ash-shalawāt]). Kesejajaran bentuk dan pola kata itu mengandung pengertian yang menyeluruh dan mencakup semuanya, ketika diucapkan kepada-Nya lafal shalawāt, baik yang mengandung arti khusus maupun arti umum. Semuanya adalah milik Allah. Tidak ada dari keduanya yang layak dihaturkan kecuali hanya kepada Allah.
At-Taḥiyyāt bagi Allah adalah kerajaan, shalawat bagi Allah adalah hak Allah dan penghambaan dari seorang hamba. Taḥiyyāt tidak boleh diucapkan kecuali kepada Allah dan shalawāt tidak layak diucapkan kecuali kepada Allah.
Kemudian kedua kata penghormatan itu diikuti dengan kata sifat at-taḥiyyāt – kebaikan yang meliputi sifat dan kekuasaan-Nya. Berkaitan dengan sifat, sesungguhnya Allah itu baik, kalam-Nya baik, perbuatan-Nya baik, tidak ada yang keluar dari-Nya kecuali yang baik, dan tidak boleh disandarkan kepada-Nya kecuali yang baik, dan tidak ada yang naik kepada-Nya kecuali yang baik pula.
Makna at-Thayyibāt.
Makna ath-thayyibāt yang ditujukan kepada Allah meliputi kebaikan sifat, perbuatan, kalam, dan nisbat. Setiap hal baik yang disandingkan kepada Allah berarti kebaikan, karena bagi Allah kalimat-kalimat dan perbuatan-perbuatan yang baik. Dan semua lafal yang disandingkan dengannya seperti rumah-Nya, ruh-Nya, dan surga-Nya yang menjadi tempat tinggal orang yang baik, semuanya adalah baik.
Semua kalimat dan ungkapan yang baik itu hanya milik Allah dan hanya ditujukan kepada-Nya. Ini ditegaskan dalam bacaan taḥiyyāt. Setelah kata ath-thayyibāt, seorang hamba menegaskan bahwa semua itu hanya milik Allah – lillāh. Semua kalimat dan ungkapan yang baik itu dihaturkan untuk menyucikan-Nya, memuji-Nya, membesarkan-Nya, mengagungkan-Nya, dan menyanjung-Nya atas segala nikmat yang Dia anugerahkan.
Kalimat-kalimat baik inilah yang seharusnya digunakan untuk memuji dan menyanjung Allah. Semua pengertian kalimat-kalimat itu hanya milik Allah dan ditujukan kepada-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya. Berikut ini beberapa kalimat yang mengandung pengertian tersebut:
سُبْحَانَكَ اللهُمَّ وَ بِحَمْدِكَ وَ تَبَارَكَ اسْمُكَ وَ تَعَالَى جَدُّكَ وَ لاَ إِلهَ غَيْرُكَ.
سُبْحَانَ اللهِ وَ الْحَمْدُ للهِ وَ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ و َ اللهُ أَكْبَرُ.
سُبْحَانَ اللهِ وَ بِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ.
Maha Suci Engkau ya Allah, dan dengan pujian kepada-Mu, Maha Suci nama-Mu lagi Maha Tinggi keagungan-Mu dan tiada Tuhan selain-Mu.
Maha Suci Allah dan segala puji hanya bagi Allah, dan tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan Allah Maha Besar.
Maha Suci Allah dan dengan memuji kepada-Nya, Maha Suci Allah Yang Maha Besar.
Dan kalimat lainnya yang semisal. Jelasnya, setiap yang baik adalah bagi-Nya dan milik-Nya, berasal dari-Nya, dan dihaturkan hanya untuk-Nya. Dia Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Dia adalah Tuhan orang-orang yang baik dan Rabb mereka. Orang yang ada di dekat-Nya di rumah (surga) kehormatan-Nya hanyalah orang yang baik.
Kalam yang Paling Baik Sesudah al-Qur’an.
Renungkan makna yang terkandung dalam kalimat-kalimat yang paling baik sesudah al-Qur’an, alangkah baiknya bila dipanjatkan kepada Allah. Misalnya seperti:
سُبْحَانَ اللهِ وَ الْحَمْدُ للهِ وَ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ و َ اللهُ أَكْبَرُ. وَ لاَ حَوْلَ وَ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ
Maha Suci Allah dan segala puji hanya bagi Allah, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan Allah Maha Besar, tiada daya (untuk menghindari maksiat) dan tiada kekuatan (untuk melakukan ketaatan) kecuali dengan (pertolongan) Allah.
Frasa subhānallāh mengandung makna menyucikan Allah dari semua kekurangan, kelemahan, dan keburukan yang menjadi ciri khas makhluk, dan
Shalat menjadi udara, air, makanan, obat, dan multivitamin yang diperlukan jiwa untuk bertahan hidup dan berkembang. Shalat wajib turut melindungi kita dari malnutrisi spiritual, dan menjadi suntikan pencegah penyakit-penyakit yang mematikan fitrah manusia. Dr. Khalil Khawari, pakar kecerdasan spiritual.
juga menyucikan-Nya dari keserupaan dengan mereka.
Al-ḥamdulillāh mengandung makna yang mengukuhkan semua kesempurnaan bagi Allah, kesempurnaan yang meliputi kalian, perbuatan, maupun sifat-Nya. Semua kesempurnaan itu mewujud dalam bentuk yang paling lengkap, mahasempurna sejak azali hingga abadi.
Lā ilāha illallāh mengandung pengertian mengesakan Allah sebagai Tuhan yang disembah, dan bahwa semua sesembahan selain Dia adalah batil. Sesungguhnya hanya Dia Tuhan yang sebenarnya, dan bahwa orang yang menuhankan selain Dia adalah seperti orang yang membuat rumah dari sarang laba-laba. Mereka tinggal dan menetap di rumah yang rapuh itu untuk menghindari sengat cahaya matahari dan sergapan dingin angin malam hari. Apakah rumah seperti itu bermanfaat bagi mereka?
Allāhu Akbar mengandung makna bahwa Allah adalah Maha Besar dari segala sesuatu, Maha Mulia, Maha Agung, Maha Perkasa, Maha Kuat, Maha Kukuh, Maha Kuasa, Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Kalimat-kalimat ini beserta makna yang terkandung di dalamnya tidak boleh disandarkan kecuali kepada Allah.