2-2-6 Rahasia Bacaan & Gerakan Shalat – Lima Sendi Shalat, Rahasia Duduk Antara Dua Sujud & Kenapa Sujud Dua Kali? – Belajar Khusyuk

Rangkaian Pos: 002 Rahasia-rahasia Shalat - Belajar Khusyuk

Lima Sendi Shalat.

Sesungguhnya shalat dibangun di atas dasar lima sendi, yaitu bacaan, qiyam, rukuk, sujud dan zikir. Karena itulah shalat kadang-kadang disebut juga dengan menggunakan sebutan masing-masing kelima sendi ini:

  1. Shalat disebut qiyam (berdiri), sebagaimana diungkapkan dalam firman Allah:

قُمِ الَّيْلَ إِلاَّ قَلِيْلاً

Bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya). (al-Muzammil [73]: 2)

Dan juga firman-Nya:

وَ قُوْمُوْا للهِ قَانِتِيْنَ

Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk. (al-Baqarah [2]: 238)

  1. Shalat disebut qira’ah (bacaan), sebagaimana diungkapkan dalam firman Allah:

أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوْكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ الَّيْلِ وَ قُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْأنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوْدًا

Dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (malaikat). (al-Isrā’ [17]: 78).

Dan firman-Nya:

فَاقْرَءُوْا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ.

Jiwa orang yang dekat kepada Allah akan senantiasa merasa tenang dan tenteram. Hatinya khusyuk menghadap Tuhannya, begitu pula semua anggota tubuhnya. Ia mencapai kesenangan dan kebahagiaan dengan menyembah Allah, seakan-akan ia melihat-Nya.

Karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an. (al-Muzammil [73]: 20).

  1. Shalat disebut rukuk, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah:

وَ ارْكَعُوْا مَعَ الرَّاكِعِيْنَ

Dan rukuklah beserta orang yang rukuk. (al-Baqarah [2]: 43).

Dan firman-Nya:

وَ إِذَا قِيْلَ لَهُمُ ارْكَعُوْا لاَ يَرْكَعُوْنَ.

Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Rukuklah, niscaya mereka tidak mau rukuk. (al-Mursalāt [77]: 48).

  1. Shalat disebut sujud sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah:

فَسَبِّحْ بَحَمْدِ رَبِّكَ وَ كُنْ مِنَ السَّاجِدِيْنَ.

Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang yang bersujud (shalat). (al-Hijr [15]: 98).

Dan firman-Nya:

وَ اسْجُدْ وَ اقْتَرِبْ.

Dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan). (al-‘Alaq [96]: 19).

  1. Shalat disebut juga zikir sebagaimana diungkapkan dalam firman Allah:

فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللهِ.

Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah (shalat). (al-Jumu‘ah [62]: 9).

Dan firman-Nya:

لاَ تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَ لاَ أَوْلاَكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ.

Janganlah harta dan anak-anakmu melalaikanmu dari mengingat Allah (shalat). (al-Munāfiqūn [63]: 9).

Gerak dan posisi yang paling mulia dalam shalat adalah sujud, sementara zikir yang paling mulia dalam shalat adalah membaca al-Qur’an. Surah yang pertama kali diturunkan kepada Nabi s.a.w. adalah Surah al-‘Alaq yang diawali dengan perintah untuk membaca dan diakhiri dengan perintah untuk sujud. Maka, istilah satu rakaat dipergunakan untuk menandai satu bagian dalam shalat yang diawali dengan bacaan al-Qur’an dan diakhiri dengan sujud.

Rahasia Duduk Antara Dua Sujud.

Setelah sujud yang pertama, seorang hamba diperintahkan mengangkat kepalanya, bangun dan duduk tegak. Posisi duduk tegak yang ada antara dua sujud ini memiliki arti dan kedudukan penting. Rasulullah memanjangkan waktu duduknya antara dua sujud sama dengan waktu sujudnya. Beliau merendahkan diri kepada Tuhannya, menyeru-Nya seraya memohon ampun kepada-Nya, dan meminta rahmat, hidayah, rezeki, dan kesehatan dari-Nya. Duduk antara dua sujud punya kedudukan tersendiri yang berbeda dari sujud. Ketika duduk antara dua sujud, seorang hamba harus menganggap dirinya sedang bersimpuh di hadapan Tuhannya, menjatuhkan dirinya di hadapan-Nya, seraya meminta maaf kepada-Nya atas semua dosa yang dilakukannya, berharap Dia mengampuni dan merahmatinya seraya meminta perlindungan kepada-Nya dari gangguan nafsu yang selalu menyuruh kepada keburukan.

Nabi s.a.w. selalu mengulangi bacaan permohonan ampun ketika duduk antara dua sujud:

Ya Allah, ampunilah aku, ya Allah ampunilah aku, ya Allah ampunilah aku.

Karena itu, ketika duduk antara dua sujud, anggaplah dirimu seperti orang yang ditagih untuk membayar utang orang lain, sementara kau menjadi penjaminnya. Di sisi lain, orang yang berutang terus menangguh-nangguhkan pembayarannya dan selalu mengelak bila ditagih. Kau dituntut untuk menjaminnya padahal yang seharusnya dituntut adalah orang yang berutang, lalu kau menagihnya dengan gencar agar ia mau membayar utangnya sehingga kau terbebas dari tuntutan.

Ketahuilah, sesungguhnya hati bersekutu dengan nafsu baik dalam urusan kebaikan maupun keburukan, dalam pahala dan siksaan, serta dalam pujian dan celaan. Sementara, nafsu manusia itu punya watak membangkang dan melawan terhadap keharusan untuk taat dan menghambakan diri kepada Allah. Nafsu lebih suka menyia-nyiakan hak Allah dan juga hak sesama hamba-Nya. Hati ikut andil dan bersekutu bersama nafsu. Jika keadaan nafsu lebih kuat maka hati akan menjadi tawanan nafsu. Begitu pula sebaliknya, jika hati lebih kuat maka nafsu akan menjadi tawanannya.

Maka, setelah mengangkat kepala dari sujud, seorang hamba dianjurkan duduk bersimpuh di hadapan Allah dan memerangi nafsunya, seraya meminta maaf atas dosa-dosanya kepada Tuhannya. Ia juga semestinya meminta ampunan atas segala yang dilakukan nafsunya seraya berharap kepada-Nya agar merahmati, mengampuni, dan memberinya petunjuk serta kesehatan. Dalam semua permohonan itu terkandung kebaikan dunia dan akhirat, karena seorang hamba perlu, bahkan harus berupaya meraih kemaslahatan dunia dan akhirat. Ia juga harus berusaha menolak segala sesuatu yang merugikan kepentingan dunia dan akhirat. Dan sesungguhnya doa yang diucapkan seorang hamba ketika duduk antara kedua sujud mengandung semua permintaan tersebut.

Sesungguhnya rezeki dapat mendatangkan kemaslahatan dunia dan akhirat karena meliputi rezeki tubuh, rezeki hati, dan rezeki ruhnya, sedangkan Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki. Rezeki tubuh meliputi kesehatan yang akan menangkal segala macam bahaya yang mengancam keselamatan dirinya. Hidayah dapat mendatangkan kemaslahatan akhirat seorang hamba. Ampunan dapat menangkal

Setiap tetes air wudhu mampu menghilangkan ketegangan saraf dan menenangkan gejolak emosi. Hal ini dinyatakan oleh Rasulullah s.a.w.: “Jika salah seorang di antara kalian marah, segeralah berwudhu!” (Dr. Ahmad Syauqi Ibrahim).

semua bahaya yang mengancam diri hamba di dunia dan akhirat. Sedangkan rahmat menghimpun semua itu dan hidayah meliputi semua urusan secara menyeluruh.

Kemudian seorang hamba diperintahkan untuk sujud lagi seperti sebelumnya. Dalam satu rakaat shalat, seorang hamba harus sujud dua kali tidak seperti rukuk yang cukup satu. Itu karena keutamaan sujud dan kemuliaannya. Selain itu, seorang hamba berada dalam kedudukan yang paling dekat kepada Tuhannya adalah ketika ia sujud.

Sujud menggambarkan sikap penghambaan paling terkenal dan paling asli dalam penyembahan dibandingkan rukun shalat lain. Karena itulah sujud dijadikan penutup shalat rakaat sementara rukun-rukun lainnya menjadi pengantar. Kedudukan sujud dalam shalat sama dengan tawaf ziarah. Sebagaimana sujud merupakan posisi paling dekat bagi hamba kepada Allah, begitu pun tawaf dalam manasik haji. Diriwayatkan dari Ibn Umar, bahwa ketika ia tawaf, seseorang datang melamar putrinya. Saat itu, Ibn Umar sama sekali tidak menjawabnya. Tetapi setelah menyelesaikan tawaf, Ibn Umar berkata: “Tadi kau menyebutkan suatu urusan dunia sedangkan kami sedang memperlihatkan diri kepada Allah dalam tawaf.” Karena itu – hanya Allah yang lebih mengetahui – dijadikanlah rukuk sebelum sujud sebagai tahapan dan peralihan dari sesuatu hal kepada hal lainnya yang lebih tinggi kedudukannya.

Kenapa Sujud Dua Kali?

Setelah duduk antara dua sujud, seorang hamba diharuskan sujud lagi sebagaimana sujud yang pertama. Posisi tubuh, gerakan, dan juga bacaan pada sujud kedua sama saja dengan sujud pertama. Setiap hamba diperintahkan mengulangi perbuatan dan ucapan yang sama, karena hal itu merupakan santapan bagi hati dan ruhaninya. Tidak ada satu pun perbuatan dan ucapan dalam shalat dapat menggantikan kedudukan dua sujud. Pengulangan sujud adalah seperti pengulangan menyantap makanan yang dihidangkan kepada seseorang, lalu ia menyantapnya sesuap demi sesuap hingga merasa kenyang. Atau, kedudukannya seperti orang yang kehausan lalu mereguk minuman. Ia meminumnya seteguk demi seteguk hingga merasa segar dan tidak kehausan lagi.

Seandainya orang yang lapar menyantap makanannya hanya sesuap kemudian menjauhkan hidangan di hadapannya maka apakah gunanya sesuap makanan itu? Dan bisa jadi ia justru merasa lebih lapar dari sebelumnya. Karena itulah seorang ulama salaf mengatakan:

“Perumpamaan orang yang shalat tanpa tumakninah dalam shalatnya sama dengan orang lapar yang disajikan kepadanya makanan, lalu ia hanya mengambil sesuap atau dau suap. Maka, apa guna hal itu untuknya?”

Pengulangan ucapan, perbuatan, sikap, dan gerak tubuh ketika seseorang shalat, terutama pengulangan sujud, merupakan ungkapan syukur hamba kepada Allah, penguasa semesta. Dengan demikian, pengulangan itu akan memberi tambahan kebaikan dan keimanannya. Selain itu, ia juga akan mendapat tambahan pengetahuan dan kekuatan untuk semakin rajin menghadapkan diri kepada Allah. Keyakinan dan keimanannya semakin kuat, dadanya semakin lapang, dan segala kekeruhan serta kotoran akan lenyap dari hatinya. Seorang hamba yang mengulang-ulang ibadah sama kedudukannya dengan hamba yang membasuh pakaiannya berulang-ulang dari waktu ke waktu.

Inilah hikmah Allah yang membuat akal manusia takjub dan terperangah, mengagumi hikmah dalam perintah Allah atas makhluk-Nya. Hikmah ini menunjukkan kesempurnaan rahmat dan kelembutan-Nya. Sementara, pengetahuan manusia tentang hikmah dan rahasia yang terkandung dalam semua ibadah yang diperintahkan Allah sangatlah terbatas. Hakikat dan hikmah yang terkandung dalam semua perintah Allah jauh lebih tinggi, lebih luas, dan lebih agung dibanding yang diketahui manusia.

Setelah seorang hamba menyelesaikan shalatnya secara sempurna, ia diperintahkan untuk duduk di hadapan Tuhannya seraya memanjatkan puji dan sanjungan yang layak bagi-Nya. Sikap paling utama bagi seorang hamba ketika duduk setelah sujud adalah membaca kalimat tahiyyat (penghormatan) yang tidak layak kecuali dipanjatkan hanya kepada Allah dan tidak pantas diucapkan kepada selain Dia.